Perdebatan soal harta Indonesia berupa emas batangan yang konon disimpan di sebuah tempat rahasia di Swiss, memang masih menjadi misteri sampai saat ini. Dalam perjanjian Green Hilton Agreement yang ditandatangani pada 14 November 1963 antara Sukarno dan Presiden Amerika John F Kennedy, Indonesia menyerahkan sekitar 58.000 ton emas murni dengan kualitas 24 karat kepada US State Treasury.
Tak hanya Indonesia, China yang kala itu diwakili sebuah kelompok keluarga berpengaruh bernama The Dragon Family, juga memiliki emas dengan jumlah ribuan ton yang juga raib dibawa pemerintah Amerika Serikat. Sama seperti Indonesia yang mengupayakan pengembalian emas, mereka juga menuntut hal serupa agar hak-haknya dikembalikan. Lantas, seperti apa sepak terjang The Dragon Family.
Saat pecah perang antara dua faksi yang berbeda ideologi di China (komunis vs demokrat), Kuomintang selaku faksi kanan kemudian menyiapkan para “penjaga emas” yang bernama Kelompok Naga atau The Dragon Family. Dalam buku Harta Amanah Soekarno (2014), Safari ANS menuliskan bahwa kelompok tersebut merupakan organisasi keluarga lama di China dan Taiwan (Bab IV, halaman 345).
Menurut catatan Safari ANS dalam Harta Amanah Soekarno (2014), masyarakat internasional dan pihak China seperti partai komunis dan Kuomintang yang tengah berseteru, sepakat memberikan emas mereka untuk ditempatkan di bawah kontrol Presiden Indonesia, Sukarno (Bab IV, halaman 346). Ini artinya, ada banyak emas yang dititipkan.
Sayangnya, kedua orang yang memiliki perjanjian di dokumen keramat itu tiba-tiba saja kehilangan kekuasaannya. Presiden Amerika Serikat John F Kennedy dalam sebuah acara resmi negara, tewas terbunuh setelah ditembak 24 November 1963 saat berada di dalam mobilnya. Sementara sang kawan Soekarno, digulingkan dari istana pada 1965 usai gerakan G30S/PKI pecah. Pada saat itulah, ribuan ton emas yang ada kemudian menjadi misteri.
BACA JUGA: Harta Karun Indonesia di Luar Negeri, Konon Bisa Bikin Bumi Pertiwi Langsung Kaya
Meski demikian, sejarawan Asvi Marwan Adam meragukan dokumen yang dijadikan rujukan Safari ANS dalam bukunya, The Green Hilton Memorial (2014). Menurutnya, data-data tersebut perlu dilakukan pengujian oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Lebih lanjut, Asvi menyoroti perihal stempel yang digunakan Sukarno hingga pertemuannya dengan Kennedy bukan untuk membahas membahas perjanjian soal emas, melainkan soal dukungan AS untuk pengembalian Irian Barat dengan imbal balas pembebasan Allen Pope (pilot), yang ditangkap TNI AU dalam kasus PRRI Permesta.
Sedang ramai di media sosial tentang di-blacklist-nya Indonesia dalam daftar kandidat tuan rumah Olimpiade oleh…
Tiada hari tanpa netizen mencari keadilan untuk orang-orang yang teraniaya. Kali ini kejadian yang tidak…
Hakim akhirnya bersikukuh menolak permohonan praperadilan dari Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen Rismansyah. Dengan…
Di tengah kehidupan yang menjengahkan, ternyata kita harus percaya bahwa kebaikan itu akan selalu ada.…
Apa manfaat main hujan-hujanan buat anak-anak? Biasanya, sih, biar kena cubit ibunya karena nanti katanya…
Whoosh merupakan salah satu proyek mercusuar di era pemerintahan mantan Presiden RI Joko Widodo. Lebih…