Dunia ramal meramal memang sudah ada sejak zaman dulu. Ketika Nusantara masih diduduki oleh kerajaan-kerajaan, banyak sumpah serta ramalan para raja yang terwujud, salah satunya adalah Jayabaya yang pernah menjadi penguasa Kerajaan Kediri.
Ramalan-ramalan tersebut bisa berupa kondisi masa depan sebuah negara, politiknya, ataupun marabahaya yang nantinya akan terjadi. Jika kita berkaca pada serentetan bencana gempa yang mengguncang Indonesia, maka ada satu kitab ramalan yang disebut sudah memprediksi semuanya. Seperti apa ya kira-kira kitab kuno ini? Mari kita simak uraian berikut!
Kitab kuno ini tidak disebutkan judulnya apa. Buku kuno tersebut dipamerkan pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-7 di Museum Aceh. Menurut pemandu museum, kitab ini dibuat tahun 1725 (saat masa kesultanan Aceh Darussalam), bentuknya tebal dan sudah sangat usang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab latin. Mengenai siapa yang menulis kitab ini juga tidak diketahui, yang jelas mereka adalah para ulama yang mencatat semuanya berdasar pada Al-quran dan hadits. Sekarang, kitab kuno ini dimiliki oleh kolektor naskah kuno Aceh, Tgk Tarmizi A Hamid (sering dipanggil Cek Midi).
Bencana tsunami yang menerjang habis Aceh pada 26 Desember 2004 lalu menyisakan luka yang tak habis. Pasalnya, ada begitu banyak nyawa yang melayang, rumah dan tempat tinggal yang tersapu air, plus fasilitas umum yang juga musnah. Kejadian tersebut tepat saat pagi (dhuha) sesuai dengan yang disebut dalam kitab itu. “Jika pada ketika Dhuha alamat bala akan datang kepadanya Tsunami”, sesuai dengan apa yang dibacakan oleh Istiqamatunnisaq sebagai pemandu di Museum Aceh.
Setelah tsunami, 2016 lalu Aceh kembali berduka, pasalnya salah satu daerah kabupatennya, Pidie Jaya kembali diterjang gempa berkekuatan 6,4 SR. Peristiwa tersebut terjadi ketika waktu shubuh, berkedalaman 10 km. Sama dengan tsunami, peristiwa itu juga disebut dalam kitab abad 18 milik Cek Midi. Jika peristiwa terjadi pada wkatu subuh, maka negeri tersebut akan kacau balau dan rakyat bisa kelaparan. Kacau balau di sini mungkin bisa diartikan dengan puluhan jumlah korban jiwa yang meninggal pascagempa terjadi.
Gempa Lombok yang terus menerus tanpa henti ini juga terekam jejaknya dalam buku kuno tersebut. Gempa terjadi pada tanggal 5 Agustus (23 Dzulkaidah) 1439 H, sekitar pukul 18.46 WIB (waktu maghrib). Dilansir dari tempo.co, bencana yang terjadi pada bulan Dzulqaidah dan ketika tiba salat maghrib akan membuat orang kaya mati. Nah, maksud kalimat ini adalah banyaknya korban jiwa yang jatuh, termasuk juga orang kaya. Setelah terjadi ratusan kali gempa susulan, hingga kini ada 300-an lebih korban jiwa yang meninggal.
Ramalan tersebut sebenarnya bukan menyebutkan secara spesifik akan terjadi gempa pada tanggal dan tahun berapa. Ulama zaman dahulu menuliskan pengalaman mereka saat ada bencana sesuai dengan keterangan waktu kejadian. Sang penulis juga menyebutkan bahwa Indonesia memang negeri yang rawan bencana, dari zaman baheula hal tersebut telah ada.
Patah hati tampaknya tengah dialami para fans juara ketiga Indonesian Idol musim ke-8 sekaligus vokalis…
Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang memperlihatkan seorang pengemis karena aksinya yang dianggap meresahkan.…
Masyarakat Indonesia sedang berbahagia dan bangga terhadap Tim Nasional (Timnas) Indonesia yang baru saja menorehkan…
Media sosial kini menjadi tempat berbagi cerita dan mencari hiburan, tak heran banyak orang yang…
Jakarta banjir, sudah menjadi “acara” tahunan yang membuat banyak warga menjadi lebih “santuy” saat menghadapinya.…
Siapa sangka sebuah pijatan yang bisa merelaksasi dan menyembuhkan penyakit pada orang dewasa, bisa berujung…