Categories: Tips

Kisah Sarah Rector, Anak Mantan Budak yang Bikin Orang Tercengang dengan Kekayaannya

Amerika Serikat terkenal akan sejarah warga kulit putih yang memperbudak suku Indian dan imigran dari Afrika. Hukum dan peraturan pemerintah yang berlaku pun selalu menyudutkan dua ras tersebut.  Selain itu, Amerika memiliki budaya yang patriarkis dan gemar merendahkan perempuan. Sehingga, menjadi seorang perempuan dan seseorang berkulit hitam adalah ketidakberuntungan di sana. Setidaknya inilah yang terjadi di masa lalu.

Terlahir sebagai perempuan berkulit hitam di keluarga yang pernah menjadi budak membuat Sarah Rector tidak memiliki banyak harapan dalam hidupnya. Namun siapa sangka, di usia dua belas tahun ia menjadi sorotan di negeri Paman Sam tersebut sebagai perempuan berkulit hitam terkaya.

Terlahir dalam Kemiskinan

Masa perbudakan memang sudah berakhir, tapi itu bukan berarti kaum kulit hitam di Amerika bisa hidup selayak ras kulit putih. Beberapa di antara mereka masih hidup dengan sangat sederhana. Keluarga Rector adalah salah satu di antaranya. Mereka terbebas dari perbudakan sejak tahun 1866 dan mendapat kewarganegaraan resmi Amerika Serikat. Tetapi hidup mereka bisa dibilang masih jauh dari sejahtera.

Sarah kecil [Image Source]
Sarah Rector terlahir di keluarga tersebut pada bulan Maret tahun 1902. Mereka menetap di Oklahoma. Saat Sarah berusia lima tahun, pemerintah setempat membagi-bagikan tanah kepada suku Indian Creek yang dulu pernah menguasai daerah tersebut dan juga pada mantan budak-budak mereka.

Keluarga Rector yang dulu pernah bekerja pada suku Indian Creek mendapatkan tanah seluas 65 hektar untuk masing-masing anggota keluarga. Itu berarti Sarah pun mendapatkan jatahnya sendiri meskipun ia masih sangat muda.

Ketidakadilan dalam Pembagian Tanah

Bahkan saat mereka sama-sama telah menjadi manusia merdeka, ras kulit hitam masih mendapat diskriminasi dalam pembagian tanah. Mereka mendapat bagian yang tidak dapat ditanami, berbatu, dan gersang. Orang yang membagi-bagi tanah mungkin berpikir bagian tersebut tidak akan membawa penghasilan apa pun bagi keluarga mantan budak dan tetap menarik pajak dari mereka.

Banyak pria yang melamar Sarah karena menginginkan kekayaannya [Image Source]
Keluarga Rector menyewakan tanah mereka pada perusahaan-perusahaan. Tanah milik Sarah disewakan pada perusahaan minyak. Uang hasil sewa digunakan untuk membayar pajak.

Harta Karun dalam Sebidang Tanah

Tahun 1913, keberuntungan menghampiri Sarah Rector. Perusahaan minyak yang menyewa tanahnya berhasil menciptakan teknologi yang mampu memompa minyak bumi hingga 2500 barrel dalam waktu sehari. Tentunya, mereka harus membayar bagian untuk Sarah Rector sebagai tuan tanah.

Villa keluarga Rector [Image Source]
Penghasilan Sarah dari pengeboran minyak pada saat itu mencapai $ 300 per hari. Bahkan untuk saat ini saja, jumlah tersebut sangatlah banyak. Jika dihitung dengan kurs sekarang, Sarah menghasilkan uang sebesar Rp 4 juta setiap harinya. Bayangkan saja memiliki uang tersebut di tahun 1913!

Pemerintah mewajibkan Sarah memiliki perwakilan untuk mengurus uang dan segala administrasi. Mereka mensyaratkan perwakilan Sarah harus berasal dari ras kulit putih. Hukum yang rasis tersebut semestinya bisa menjegal keluarga Rector. Namun Sarah memang gadis yang beruntung. Ia memiliki perwakilan yang jujur dan tidak memanipulasi penghasilannya. Sejak itu Sarah dikenal sebagai gadis berkulit hitam terkaya dan termuda.

Kehidupan Setelah Bergelimang Harta

Uang bisa mengubah siapa saja, termasuk Sarah. Ia dan keluarganya kaya mendadak tanpa usaha yang keras. Ia memang membelanjakan uangnya dengan bijak. Ia berinvestasi di properti, obligasi, dan saham. Uangnya semakin berlipat ganda. Sayangnya, itu membuat Sarah menjadi belagu dan merasa berada di atas angin.

Rumah lain keluarga Rector yang ukurannya lebih kecil dari sebelumnya [Image Source]
Sarah mengoleksi baju bermerek mahal dan mobil mewah. Ia seringkali melewati batas kecepatan dan harus berurusan dengan polisi lalu lintas. Orang kaya lain bisa saja membayar polisi-polisi tersebut dan bebas dengan mudah. Tapi bahkan Sarah tidak mau repot mengeluarkan uang. Ia hanya perlu berkata, “Kamu tidak tahu siapa saya?” dan kemudian bebas dari tilang.

Roda kehidupan selalu berputar. Saat Amerika mengalami krisis ekonomi, Sarah harus kehilangan banyak uang. Ia tidak jatuh miskin, tapi ia harus merelakan barang-barang mewahnya. Pada akhirnya ia memilih hidup sederhana dengan mengelola pertanian hingga akhir hayatnya.

Dari kehidupan Sarah kita bisa belajar bahwa nasib baik bisa berpihak pada siapa saja, termasuk kaum minoritas yang tertindas. Sementara nasib buruk juga tidak pilih-pilih dalam memilih korbannya. Orang terkaya pun bisa kehilangan seluruh hartanya jika takdir sudah berkata begitu.

Share
Published by
Aisyah Putri

Recent Posts

Penemuan Rafflesia Hasseltii Berbuntut Panjang, Oxford Dianggap Pelit Apresiasi

Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…

2 days ago

4 Aksi Pejabat Tanggap Bencana Sumatera yang Jadi Sorotan Netizen

Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…

4 days ago

Kisah Pilu Warga Terdampak Bencana Sumatera, Sewa Alat Berat Sendiri untuk Cari Jenazah Ibunya

Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…

7 days ago

Risiko Bencana Tinggi, Anggaran BNPB Kena Efisiensi

Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian…

1 week ago

Insiden Tumblr Hilang di KRL Berujung Pemecatan Karyawan Sana Sini

Jangan remehkan kekuatan tumbler. Tak hanya tahan pecah, hilang dikit, dua-tiga orang bisa kena pecat…

2 weeks ago

Mau Blokir Cloudflare dan Larang Thrifting di Medsos, Komdigi Tuai Kritik

Sedang ramai rakyat lawan penguasa dimana salah satunya terjadi di Indonesia. Entah siapa yang salah,…

2 weeks ago