R.M.P. Sosrokartono dalam pakaian Eropa [Image Source]
Indonesia sebenarnya memiliki banyak pemikir besar dan jenius. Namun hanya beberapa yang tercatat dalam sejarah atau buku tentang tokoh-tokoh Indonesia. Kalau ingin menelusuri lebih jauh, kita sebenarnya bisa menemukan lebih banyak lagi orang hebat yang ada di Indonesia.
Salah satu contoh jenius di Indonesia adalah Sosrokartono. Namanya memang jarang terdengar, namun tanpanya, R.A. Kartini mungkin tidak akan pernah menjadi sosok pejuang emansipasi wanita. Siapakah dia?
R.M.P. Sosrokartono adalah kakak kandung dari R.A. Kartini dan merupakan sosok yang cerdas sejak kecil. Setelah lulus dari Eropesche Lagere School di Jepara dan H.B.S. di Semarang, ia melanjutkan sekolahnya di Belanda. Awalnya ia belajar di Sekolah Teknik Tinggi di Leiden, namun karena tidak cocok, Sosrokartono pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur.
Sosrokartono bekerja di sebuah koran Amerika yaitu The New York Herald Tribune yang ada di kota Wina, Austria sebagai seorang wartawan perang. Salah satu tes yang harus dilakukan saat itu adalah menyingkat tapi padatkan sebuah berita berbahasa Perancis yang panjangnya 1 kolom agar menjadi berita singkat sepanjang kurang lebih 30 kata. Berita singkat tersebut juga harus ditulis dalam bahasa Inggris, Spanyol, Rusia dan Perancis.
Tulisannya yang menggemparkan Amerika dan Eropa adalah ketika ia menulis berita tentang perundingan perdamaian rahasia di hutan Campaigne, Perancis Selatan. Tulisannya dimuat di koran The New York Herald Tribun dan dengan penulis ‘anonim’. Satu-satunya pengenal adalah kode bintang tiga yang diantara para wartawan perang dikenal sebagai kode RMP Sosrokartono. Tentu saja hal ini kemudian menjadi pertanyaan besar bagaimana Sosrokartono berhasil mendapatkan perundingan rahasia tersebut.
Tahun 1919, Liga Bangsa-Bangsa sebagai hasil dari Perjanjian Perdamaian Paris yang mengakhiri Perang Dunia I. Liga Bangsa-Bangsa inilah yang menjadi cikal-bakal berdirinya PBB. Pada tahun 1921, nama Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) diganti menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations).
Sosrokartono sebenarnya sempat seolah kembali di Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek. Tapi karena ia lulusan Bahasa dan Sastra, ia hanya diterima sebagai toehoorder lantaran yang bisa diterima di sekolah tersebut hanya lulusan medis saja. Kepulangannya ke Indonesia adalah karena kecewa hanya mendapatkan perkuliahan yang sangat terbatas dan tidak sesuai dengan keinginannya.
Dengan menggalang dukungan dari kelompok pergerakan Indonesia dan setelah menemui Ki Hajar Dewantara, barulah Kartono membangun perpustakaan di gedung Taman Siswa Bandung. Ia kemudian juga diangkat menjadi kepala sekolah tersebut.
Namaa RMP Sosrokartono memang tidak banyak terdengar di Indonesia, namun kecerdasannya jelas merupakan sesuatu yang harusnya bisa menginspirasi kita. Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan memang sebaiknya dalam hidup kita terus menambah pengetahuan dan mempelajari hal yang baru agar kita tidak diam di tempat.
Namanya juga penipu. Akan selalu ada cara untuk membuat korbannya tidak berkutik demi merampas harta…
Sunmori atau Sunday Morning Ride adalah salah satu hobi masyarakat Indonesia. Para pemilik kendaraan roda…
Makan Bergizi Gratis (MBG) nampaknya harus secepatnya melakukan penyempurnaan. Pasalnya, masih banyak ditemui beragam kasus…
Paus Fransiskus tutup usia pada hari Senin 21 April 2025. Berita yang cukup mengagetkan mengingat…
Sudah bukan rahasianya Donald Trump saja, seluruh dunia juga tahu kalau umat manusia sedang terancam…
Kasus pelecehan pasien yang melibatkan dokter saat ini marak menjadi buah bibir masyarakat. Kejadiannya nyaris…