Tidak banyak yang tahu dengan kekerasan yang terjadi di Burundi. Padahal negara kecil di Afrika tersebut sedang mengalami polemik yang menewaskan banyak orang. Bahkan para pengungsi Burundi menyebut negaranya sendiri sebagai neraka kemanusiaan.
Kekacauan besar sedang terjadi, namun dunia Internasional belum melakukan usaha maksimal untuk membantu mereka. Warga Burundi merasa ditinggalkan dan tidak dipedulikan.
Pembunuhan massal sedang terjadi di Burundi. Warga diperkosa, disiksa, dan dibunuh di rumah mereka sendiri. Tidak ada hari tanpa pembunuhan dan ratusan orang berusaha pergi dari negara tersebut.
Warga sudah terbiasa melihat seseorang yang mereka kenal atau bahkan keluarga mereka sendiri dibunuh. Memohon untuk dilepaskan tidak akan membuahkan hasil karena kematian tetap mengancam mereka di negaranya sendiri.
Kekacauan ini terjadi karena Presiden Nkurunziza berusaha untuk mencalonkan diri lagi sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Hal ini melanggar konstitusi yang hanya mengijinkan seseorang menjadi presiden selama 2 periode saja dengan lama jabatan 5 tahun setiap periodenya.
Terjadi penolakan besar di masyarakat dan sempat muncul upaya kudeta. Namun kudeta ini gagal dan yang tersisa adalah kekerasan dan konflik yang terus menerus terjadi di Burundi.
Konflik yang awalnya bersifat politis berubah menjadi konflik etnis. Kebanyakan korban pembunuhan berasal dari pemuda etnis Tutsi, sebuah etnis minoritas yang dulu pernah memegang kekuasaan.
Lebih dari 100 orang berusaha keluar dari Burundi setiap harinya. Bahkan setidaknya 250 ribu lebih warga Burundi telah mengungsi ke beberapa negara tetangga seperti Tanzania, Rwanda, Uganda, dan Kongo pada akhir tahun 2015 lalu.
Berhasil keluar dari Burundi bukan berarti mereka sudah aman. Karena masih ada banyak masalah lain yang harus dihadapi oleh mereka di tempat pengungsian.
Para pengungsi harus rela tidur di tempat yang ala kadarnya dan penuh sesak dengan semakin bertambahnya jumlah pengungsi. Mereka juga menderita kekurangan makanan, tapi bantuan yang datang terbatas.
Masalah lain yang juga menghantui adalah penyakit yang bisa menyerang kapan saja. Bahkan wabah kolera telah menyebar diantara pengungsi Burundi di Tanzania. Setidaknya 3 ribu orang tertular penyakit ini.
PBB dan African Union sebenarnya sudah mengambil langkah untuk melakukan intervensi. African Union berusaha mengirimkan pasukan untuk menjaga kedamaian tapi ditolak keras oleh presiden Burundi. PBB juga telah melakukan dialog dengan agar presiden Burundi menerima usaha African Union, namun tidak membuahkan hasil. Sayangnya, sejak saat itu masih belum ada langkah lainnya. Dan para pengungsi Burundi merasa mereka telah dilupakan.
Siapa sangka sebuah pijatan yang bisa merelaksasi dan menyembuhkan penyakit pada orang dewasa, bisa berujung…
Nama selebgram Chandrika Chika terseret pada kasus penyalahgunaan narkoba yang baru-baru ini terungkap. Tidak sendirian,…
Mendapat tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan atau tempat kita bekerja, memang sudah biasa. THR…
Kabar duka datang dari keluarga besar Stand Up Comedy Indonesia. Priya Prayoga Pratama atau lebih…
Kecelakaan maut terjadi di Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat, tepatnya pada Km 58, pada hari…
Misteri masih menyelimuti kematian seorang ibu muda di Gresik bernama Wardatun Toyyibah. Perempuan berusia 28…