Tragedi Mangkok Merah
Indonesia memiliki semboyan: Bhinneka Tunggal Ika yang dinukil dari salah satu pupuh di Kakawin Sutasona karya Empu Tantular. Dari kalimat itu, diharapkan negeri ini bisa saling bersatu meski memiliki perbedaan. Kita ulangi lagi, bersatu meski perbedaan ada di Nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke tanpa ditunggangi oleh kepentingan tertentu.
Sayangnya, kesatuan yang diimpikan oleh founding father Indonesia atau bahkan sejak zaman Majapahit sekali pun tidak bisa menjadi nyata. Suku, etnis, golongan, dan agama di Indonesia susah sekali menyatu. Selalu saja ada kepentingan yang menunggangi sebuah peristiwa sehingga dua etnis yang berbeda akhirnya bertikai.
Masih ingat dengan Tragedi Sampit yang sangat mengerikan itu? Ya, pertikaian antara orang Dayak dan Madura itu cukup membuat negeri ini dipenuhi rasa duka yang mendalam. Selanjutnya di Poso, pertikaian antara dua agama besar juga membuat banyak orang mengelus dada. Selain dua kejadian di atas, ada sebuah peristiwa mengerikan di masa lalu yang menjadi borok Bangsa Indonesia. Peristiwa bernama Mangkok Merah.
Sebelum membahas konflik berdarah yang ada di Kalimantan, ada baiknya kita membahas dahulu kepahlawanan etnis Tionghoa di Kalimantan. Saat Malaysia yang ditunggangi Inggris melakukan konfrontasi, Bung Karno menolaknya mentah-mentah. Dia tidak mau negeri ini jatuh dengan negara boneka bentukan Inggris itu. Akhirnya Bung Karno mengumandangkan ganyang Malaysia yang terkenal itu.
Pasca aksi konfrontasi ini Paraku-PGRS justru dianggap sebagai organisasi yang dibawahi oleh PKI. Penguasa baru yang muncul di masa itu membuat kelompok harusnya dianggap sebagai pahlawan ini menjadi golongan kiri yang membuat mereka diburu habis-habisan tanpa alasan yang jelas.
Setelah diburu hingga tidak bisa melakukan apa-apa, kelompok etnis Tionghoa ini juga mendapatkan propaganda yang cukup mengerikan. Mereka dituduh melakukan penganiayaan dan pembunuhan terhadap petinggi dari suku Dayak. Para anggota Paraku-PGRS yang tidak tahu apa-apa akhirnya diburu juga oleh suku Dayak yang menjadi mayoritas penduduk di Kalimantan.
Apa yang terjadi di Kalimantan pada tahun 1967 adalah tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan. Dua etnis yang harusnya bisa bersatu-padu dalam membangun Kalimantan menjadi lebih baik malah bertikai dan menyebabkan banyak orang meninggal dunia.
Inilah ulasan singkat tentang tragedi kemanusiaan yang akhirnya dinamai Mangkok Merah sesuai dengan ritual dari suku Dayak. Semoga hal-hal berbau rasial bisa hilang dari negeri ini agar kepentingan asing tidak menunggangi permasalahan tersebut.
Delapan bulan lamanya keluarga Alvaro Kiano Nugroho (6) mencari anak sekaligus cucu tanpa kepastian jelas.…
Sedang ramai di Indonesia mengenai kasus korupsi yang menyeret nama Ira Puspadewi. Ia adalah mantan…
Di tengah gejolak politik terus menerus yang dipicu oleh presidennya, Amerika Serikat memberi kejutan baru…
Baru di Indonesia, ketika teror mengguncang sebuah institusi pendidikan. Di tengah-tengah pelaksanaan salat Jumat (7/11/2025)…
Ada yang terbang sampai lupa pulang. Seperti itulah harga emas akhir-akhir ini. Terus melambung tinggi…
Kabar gembira untuk warga Arab Saudi, atau mungkin Warga Negara Indonesia yang bermukim di sana.…