Penangkapan aktivis hak asasi manusia (HAM), Robertus Robet yang dianggap merendahkan institusi TNI, menjadi sebuah ruang untuk berpolemik mengenai dwifungsi ABRI yang kini tengah hangat menjadi pembicaraan. Dilansir dari laman nasional.kompas.com, hal tersebut merujuk pada keleluasaan kaum militer yang masuk pada ruang politik dengan menempati jabatan sipil dan mengisi sejumlah posisi di pemerintahan.
Dwifungsi ABRI sempat mengalami zaman keemasan di era pemerintahan Presiden Soeharto. Di mana militer memiliki Fraksi ABRI di MPR yang membuat tentara pada masa itu bisa berpolitik. Menurut penulis pribadi, dwifungsi berarti membolehkan satu individu dalam sebuah institusi (militer), bisa menjalankan dua peran sekaligus. Sebagai contohnya adalah anggota ABRI (kini TNI) sebagai aset pertahanan negara sekaligus terjun ke dunia politik.
Polemik sendiri berawal dari pendapat Luhut Binsar Panjaitan yang mengemukakan ide untuk menempatkan perwira TNI di posisi kementerian atau lembaga pemerintahan. Laman nasional.kompas.com menuliskan, Presiden Jokowi telah menyetujui dan akan dicarikan payung hukumnya agar dapat diberlakukan secara legal. Idenya itu substantif untuk dilakukan karena banyaknya surplus perwira di lingkup TNI.
Menurut Luhut yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman, hal tersebut bukanlah sebagai bentuk dari dwifungsi ABRI yang kerap disalahpahami. Terlebih, dirinya juga tidak pernah menyatakan statemen yang demikian. “Saya tidak pernah ngomong atau memberikan statemen tentang dwifungsi ABRI. Kita jangan bercerita berbeda dengan omongan yang sebenarnya,” kata Luhut yang dikutip dari merdeka.com.
Seperti yang dilakukan oleh Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana Putri, ia menilai bahwa hak tersebut tak sesuai dengan semangat reformasi yang telah menghapus dwifungsi ABRI. Senada dengan Putri, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) juga mengkritik rencana menempatkan perwira TNI di sejumlah kementerian/lembaga itu.
Selain Luhut, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Sisriadi mengungkapkan, ada 60 posisi yang bisa diisi perwira menengah dan tinggi TNI di kementerian/lembaga negara. Laman nasional.kompas.com menuliskan, hal tersebut akan dipastikan melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang kini sedang direvisi oleh pihak militer sendiri.
BACA JUGA: 5 Fakta Kehebatan TNI ini Bisa Membuatmu Semakin Bangga dengan Indonesia
Menurut penulis pribadi, adalah suatu hal yang terburu-buru dan tidak bijaksana jika menyimpulkan wacana penempatan perwira menengah dan tinggi TNI di kementerian/lembaga sebagai bentuk dwifungsi ABRI yang pernah ada di era Orde Baru. Selain belum adanya kepastian yang jelas, hal tersebut juga rawan disalahgunakan dan sengaja dihembuskan menjadi sebuah isu untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?
Delapan bulan lamanya keluarga Alvaro Kiano Nugroho (6) mencari anak sekaligus cucu tanpa kepastian jelas.…
Sedang ramai di Indonesia mengenai kasus korupsi yang menyeret nama Ira Puspadewi. Ia adalah mantan…
Di tengah gejolak politik terus menerus yang dipicu oleh presidennya, Amerika Serikat memberi kejutan baru…
Baru di Indonesia, ketika teror mengguncang sebuah institusi pendidikan. Di tengah-tengah pelaksanaan salat Jumat (7/11/2025)…
Ada yang terbang sampai lupa pulang. Seperti itulah harga emas akhir-akhir ini. Terus melambung tinggi…
Kabar gembira untuk warga Arab Saudi, atau mungkin Warga Negara Indonesia yang bermukim di sana.…