Luka yang terlanjur menggores dan menganga di masa lalu, tentu tak mudah disembuhkan begitu saja. Terlebih jika hal tersebut menyebabkan trauma yang diturunkan dari generasi ke generasi. Hal inilah yang saat ini dialami oleh Ilham Aidit, putra dari Ketua CC PKI DN Aidit. Meletusnya peristiwa pemberontakan G30S/PKI pada 1965 silam, turut mengubah kehidupannya di masa depan.
Meski peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia itu telah berlalu, efeknya tetap dirasakan oleh Ilham hingga saat ini. Diskriminasi, dicurigai, hingga teror, kerap menghantui dirinya. Imej sebagai anak Ketua CC PKI yang sangat berpengaruh pada masa itu, turut membuat Ilham harus menuai konsekuensinya pada saat ini. Tak heran, jika ia merasa terasing di negeri sendiri meski telah merdeka selama 74 tahun.
Menjadi putra dari seorang ayah yang menjadi musuh seisi negara memang berat. Hal inilah yang harus dijalani oleh Ilham kecil saat DN Aidit sang ayah dan PKI-nya, dianggap menjadi dalang dari pembunuhan ketujuh perwira Angkatan Darat. Ilham pun dititipkan ke adik ibunya di Bandung bersama dengan saudara kembarnya Irfan Aidit, dan kakak mereka Iwan Aidit.
Semantara itu, kedua kakak perempuannya, barruri Putri Alam dan Ilya Aidit memang sedari kecil sudah tinggal di Moskow—kala itu ibu kota Uni Soviet. Di Bandung, sentimen anti-PKI mulai menjalar di seluruh kota. Tulisan-tulisan ‘Bubarkan PKI’ dan ‘Gantung DN Aidit’ tersebar di dinding-dinding gang, sekolah, dan tempat sampah. Ilham yang bisa membaca, merasa ketakutan melihatnya. “Papa dimusuhi banyak orang.” ujarnya yang dikutip dari Suara.
Sebuah surat kabar milik TNI, Berita Yudha dan harian Angkatan Bersenjata pada 23 November 1965, Ilham telah mengetahui nasib nahas yang dilami sang ayah. Memuat judul: DN Aidit ditembak mati di Boyolali, Jawa Tengah, bocah kecil itu paham dengan apa yang terjadi. Jelas ini menjadi ujian awal bagi Ilham yang kala itu masih berusia belia. Setahun berselang, Soetanti sang Ibu dikabarkan masuk penjara pada bulan Maret 1966.
Sebagai anak dari seorang petinggi PKI, jelas hal ini menjadi tantangan bagi Ilham saat berada di lingkungan masyarakat. Tak heran jika tindakan seperti bullying kerap diterimanya saat masih duduk di bangku SMP. Menyandang nama Aidit di belakangnya, ia kerpa menjadi sasaran ejekan dari teman-teman sebayanya. Jelas hal ini membuat dirinya merasa kesal dan marah.
Pengalaman buruk di bangku SMP, kemudian terulang kembali selepas dirinya tamat kuliah. Bukan perisakan yang membuatnya harus berkelahi secara fisik, tapi adanya pembatasan pada dirinya karena dianggap sebagai keturunan dari pelaku G30S/PKI. Dalam wawancaranya dengan Suara, ia dilarang menekuni profesi sebagai PNS, Guru, dan juga TNI.
Saat rezim Orde Baru masih berkuasa, stigma sebagai anak keturunan PKI membuat Ilham tak bisa berbuat banyak. Jangan berkiprah di tengah-tengah masyarakat, untuk sekedar mengutarakan pendapat dan kebebebasan berbicara saja ia tak mampu. Peristiwa berdarah yang terjadi pada 1965 silam, telah mencoreng namanya dan seolah menjadi kutukan di Indonesia.
BACA JUGA: Jadi Buronan, Inilah Detik-detik Menegangkan Saat Memburu DN Aidit yang Melarikan Diri
Sejarah telah mencatat dan melihat, betapa kejamnya peristiwa berdarah seperti G30S/PKI di masa lalu. Terlibat atau tidak, sudah menjadi takdir bagi seorang Ilham Aidit yang harus menerima konsekuensinya akibat tindakan sang ayah. Semoga saja, peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Namanya juga penipu. Akan selalu ada cara untuk membuat korbannya tidak berkutik demi merampas harta…
Sunmori atau Sunday Morning Ride adalah salah satu hobi masyarakat Indonesia. Para pemilik kendaraan roda…
Makan Bergizi Gratis (MBG) nampaknya harus secepatnya melakukan penyempurnaan. Pasalnya, masih banyak ditemui beragam kasus…
Paus Fransiskus tutup usia pada hari Senin 21 April 2025. Berita yang cukup mengagetkan mengingat…
Sudah bukan rahasianya Donald Trump saja, seluruh dunia juga tahu kalau umat manusia sedang terancam…
Kasus pelecehan pasien yang melibatkan dokter saat ini marak menjadi buah bibir masyarakat. Kejadiannya nyaris…