Kalau dibandingkan secara luas wilayah antara Indonesia dan Denmark, maka negara kita menang telak. Indonesia punya luas negara hampir 1,9 juta kilometer sedangkan Denmark hanya 43 ribu kilometer. Kalau dikaitkan dengan hal-hal agraris seperti pertanian, logikanya kita menang telak. Namun nyatanya tidak demikian, justru Denmark yang ‘seuplik’ itu jika dibandingkan Indonesia, bisa menggilas kita dengan pertanian mereka dengan gila. Bahkan mereka jadi nomor satu di Eropa.
Ini sebenarnya bukan masalah wilayah, tapi sistem. Ya, di Denmark para petani begitu jumawa menguasai sektor pertanian dari hulu sampai hilir. Sehingga, mereka sendiri yang menentukan kebijakannya. Di Indonesia, 10 jam para petani sampai hitam ada di sawah, namun mereka tetap miskin gara-gara para pengusaha memonopoli hasilnya.
Denmark takluk dengan petaninya, sedangkan Indonesia menginjak para pejuang sawahnya. Inilah alasan kenapa sangat masuk akal jika negara seluas 1,9 juta kilometer kalah dengan sangat telak oleh Denmark. Mari belajar hal-hal apa saja yang dilakukan negara tetangga Swedia ini hingga bikin para konglomerat di sana takluk di bawah kaki petani.
Tak ada negara satu pun di Eropa yang begitu perhatian dengan petaninya selain Denmark. Mereka punya semacam koperasi untuk mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan pertanian, punya bank yang selalu mendukung bahkan sudah puluhan tahun, dan juga dibuatkan pasar sendiri untuk menjual hasil pertaniannya. Bahkan swalayan terbesar bernama SuperBrugsen yang punya banyak cabang itu, dikuasai oleh para petani.
Kagum sekali kan, dengan tegasnya pemerintah sana dalam memberdayakan petaninya? Inisiatif ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Ketika itu di tahun 1300an wabah Black Death menyerang Eropa dan menghabisi 60 persen penduduknya. Termasuk Denmark, negara ini bahkan kehilangan separuh populasi penduduknya. Alhasil, ladang-ladang yang luas itu terhampar begitu saja tanpa ada yang mengurusnya.
Aktifnya dukungan pemerintah lewat bank-bank dan juga kreatifnya para petani mengelola semua proses kerja mereka sampai hasil akhir, berbuah melimpahnya produk-produk pertanian. Bayangkan, mereka surplus sampai 3 kali lipat jumlah kebutuhan penduduknya. Benar-benar gila, bukan?
Masih ingat dulu kan, di mana Indonesia pernah swasembada pangan? Kala itu bisa dibilang masa kejayaan bagi rakyat Indonesia. Hidup tentram karena bahan makanan pokok terjamin. Namun, masa itu sudah jauh kita tinggalkan. Kini, Indonesia yang subur minta ampun itu kebanyakan malah impor dari negara-negara kecil. Belum lagi monopoli para pengusaha yang bikin harga-harga makin melambung.
Inilah potret bagaimana petani Denmark menguasai pasar ekonomi di sana dan hal tersebut tidak membuat negara ini jatuh. Justru sebaliknya, bahkan mereka lebih makmur dari siapapun di Eropa. Indonesia bisa lho seperti ini, dulu kita pernah bisa, tapi cengkeraman pengusaha dan monopoli-monopoli politis menggerus itu. Petani kita sudah niat sejak dulu, hanya saja pemerintah sendiri acuh dan memandang wacana swasembada pangan adalah hal yang mustahil. Lagi pula kalau hal semacam ini diberlakukan, sawah-sawah di Indonesia sudah jadi ruko dan perumahan sih.
Sedang ramai dibicarakan oleh masyarakat Negeri Tirai Bambu, China, seorang pria yang ditangkap gara-gara menyamar…
Bagi aktor kelas dunia, Bruce Willis, dunia terus berputar dan waktu akan terus berjalan. Umur…
Di balik fenomena dan polemik Sound Horeg yang menggemakan Indonesia, muncul sosok yang kini ramai…
Babak baru perjuangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam menghadapi putusan majelis hakim dalam…
Di media sosialnya setiap minggu selalu pamer mampu lari 5 kilometer, tapi saat di kantor…
Satuan Pemadam Kebakaran (Damkar) bagaikan pelita di dalam kegelapan. Selalu yang terdepan dalam mendengarkan dan…