Kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera sekarang menjadi momok paling menakutkan. Dari hari ke hari, jilatan api terus melebar dan menghabiskan lahan demi lahan yang ada. Masyarakat harus turun tangan dan memadamkan api siang dan malam. Terkait dengan hal ini, jelas protes kepada pemerintah terus dilancarkan.
Kebakaran yang sedang menjadi mimpi buruk ini menimbulkan banyak dampak buruk. Bahkan di Sumatera sudah ada nyawa yang melayang karena kebanyakan menghirup asap. Tak hanya itu, sekian dampak ini juga membuat masyarakat khawatir jika kebakaran dan asap semakin parah dari waktu ke waktu.
Tiga wilayah yang mengalami kebakaran parah di Suamtera adalah Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Salah satu berita yang sempat santer adalah kabar meninggalnya seorang bayi perempuan bernama Elsa Pitaloka di Sumatera Selatan. Bayi Elsa ini sendiri tinggal di Desa Talang Buluh, Kecamatan Talang Kepala, Kabupaten Banyuasin.
Desa Talang Buluh sendiri telah dilanda kabut asap karhutla sejak musim kemarau tiba. Elsa meninggal karena riwayat demam dan batuk pilek kurang lebih sepekan. Namun, meskipun sudah dibawa ke rumah sakit, bayi tersebut tetap tak bisa diselamatkan. Pihak rumah sakit menduga Elsa meninggal karena radang paru-paru dan radang selaput otak akibat infeksi saluran pernapasan bawah.
Melansir suara.com, kebakaran ini menyebabkan banyak orang yang harus menderita penyakit pernapasan. Data Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes menyebut, sudah ada lebih dari 100.000 orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat kabut asap. Di Riau, penderita ISPA pada 1-15 September 2019 mencapai 15.346 orang.
Sementara di Jambi selama bulan Juli-Agustus ada terinfeksi ISPA 15.047 orang. Di Sumatera Selatan dari Maret-September sejumlah 76.236 orang, dengan penderita terbanyak berasal dari kota Palembang. Sementara dari seluruh Pulau Kalimantan, ada sekitar 37.590 orang yang menderita ISPA. Jumlah yang fantastis bukan?
Kebakaran hutan di Riau memang terus serius dari waktu ke waktu. Bersadarkan data dari para penumpang bus, ada peningkatan sebanyak 10 persen. Mereka adalah masyarakat yang mengungsi ke Medan karena kabut asap. Melansir kumparan.com, laporan dari supir bus, asap karhutla membuat jarak pandang menjadi pendek.
Jika biasanya 200 meter, kini tinggal 50 meter. Sehingga supir harus berjalan lebih perlahan-lahan. Beberapa penumpang yang turun dari bus juga masih menggunakan masker, di mana, masker itu digunakan sejak keberangkatan dari Pekanbaru.
Tak hanya berdampak bagi orang yang ada di tanah air, kebakaran hutan ini juga membuat warga negara tetangga tersasar ke laut tanah air. Dua nelayan Malaysia, Putih Dagang (62) dan putranya Mohd Shahrul Nizam (33) tersesat sampai ke wilayah Indonesia karena kabut asap yang menyelimuti laut pada Rabu pagi kemarin (18/09).
Mereka tidak hanya kehilangan arah karena diselimuti kabut, tetapi juga kehabisan bensin untuk kembali ke Pantai Puteri sekitar Selasa tengah malam, menurut laporan Tempo.co melansir dari The Star.
BACA JUGA: Bikin RI dan Malaysia Ribut, 5 Dampak Serius Ini Bakal Terjadi Akibat Kebakaran Hutan
Kabut asap memang membuat banyak warga panik dan kesusahan. Tak hanya kesehatan saja yang terganggu, sejumlah pekerjaan pun terhambat, bahkan beberapa sekolah di Sumatera dan Kalimantan harus tutup untuk sementara waktu. Semoga ada jalan keluar dan kabut asap ini segera reda ya, guys.
Patah hati tampaknya tengah dialami para fans juara ketiga Indonesian Idol musim ke-8 sekaligus vokalis…
Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang memperlihatkan seorang pengemis karena aksinya yang dianggap meresahkan.…
Masyarakat Indonesia sedang berbahagia dan bangga terhadap Tim Nasional (Timnas) Indonesia yang baru saja menorehkan…
Media sosial kini menjadi tempat berbagi cerita dan mencari hiburan, tak heran banyak orang yang…
Jakarta banjir, sudah menjadi “acara” tahunan yang membuat banyak warga menjadi lebih “santuy” saat menghadapinya.…
Siapa sangka sebuah pijatan yang bisa merelaksasi dan menyembuhkan penyakit pada orang dewasa, bisa berujung…