Kekayaan sumber daya alam (SDA) adalah kisah lain dari Timor Leste usai resmi lepas dari Indonesia dan berdaulat menjadi negara sendiri. Cerita tersebut bermula dari keberadaan Greater Sunrise, blok migas dengan potensi cadangan triliunan kaki kubik yang kini menjadi tulang punggung Timor Leste sekaligus saksi sejarah berdirinya negara tersebut.
Hanya saja, potensi tersebut nyatanya tak mampu membuat negara baru itu hidup makmur. Sebaliknya, masalah baru timbul setelah Australia diketahui juga punya keinginan yang sama untuk merasakan cipratan keuntungan dari migas tersebut. Timor Leste kini merasa bahwa negeri Kanguru itu ‘menyedot’ minyak milik mereka.
Sebelum permasalahan bagi hasil soal migas, Indonesia dan Australia meneken perjanjian Celah Timor atau Timor Gap pada 1989 yang mengatur soal pengelolaan SDA di kawasan laut lepas. Hal ini tak lepas dari dukungan negeri Kanguru itu atas integrasi Timor-Timur (Timor Leste) ke Indonesia pada 1979. Perjanjian ini buyar manakala Australia ternyata ikut andil dalam pemisahan Timor Leste dari RI hingga menjadi negara mandiri.
Usai perjanjian Celah Timor tak berlaku lagi, Australia juga mencabut pengakuannya atas yurisdiksi batas laut Mahkamah Internasional, bertepatan dengan kemerdekaan Timor Leste. Indonesia sudah tak lagi memiliki hak di sini. Australia dan Timor Leste kemudian duduk bersama untuk menyepakati perjanjian bagi hasil dari eksploitasi sumber minyak dan gas di kawasan Greater Sunrise.
Kecurigaan Timor Leste pada Australia mulai terasa saat negara tersebut menuduh pihak negeri kanguru itu tidak adil soal kesepakatan bagi hasil. Permasalahan ini kemudian dibawa ke Mahkamah Tetap Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda. Baru pada tanggal 6 Maret 2018, kedua negara menandatangani Perjanjian Batas Maritim baru. Isinya mencakup pembagian ladang minyak dan gas milik masing-masing negara. Termasuk wilayah bernilai miliaran yang belum dikelola.
Liciknya, Australia tak kunjung meratifikasi perjanjian tersebut sehingga pihaknya leluasa untuk terus mengambil untung dari ladang minyak yang disengketakan. Padahal jika merujuk kesepakatan yang ada, wilayah migas tersebut sejatinya masuk ke dalam kepemilikan Timor Leste. Uang jutaan dolar pun akhirnya masuk ke kantong pemerintah Australia sebagai imbas dari molornya ratifikasi tersebut.
Australia sendiri diketahui telah melakukan kegiatan eksporasi di tiga ladang minyak di Laut Timor sejak 1960-an, yaitu Buffalo, Laminaria, dan Corallina, hingga habis. Timor Leste sendiri tak bisa mengklaim uang miliaran dolar yang didapat Australia dari hasil menambang wilayahnya sejak tahun 1960-an, jika merujuk pada perjanjian tersebut. Bisa dibilang, keuntungan dari blok migas Greater Sunrise lebih banyak dinikmati oleh Australia.
BACA JUGA: Cerita Timor Leste Usai Lepas dari RI, jadi Negara Termiskin Hingga Bergantung pada Australia
Juru Bicara untuk Kampanye Keadilan di Laut Timor, Tom Clarke, yang dikutip dari ABC (22/04/2019) mengatakan, Australia terlihat sengaja membuat molor ratifikasi demi keuntungan negaranya. Semakin ditunda, pemerintah dan masyarakat Timor Leste kehilangan uang miliaran dolar yang seharusnya menjadi hak milik mereka. Terbukti hingga kini, Bumi Loro Sae itu menjadi negara miskin dan terancam bangkrut meski memiliki potensi migas yang melimpah.
Patah hati tampaknya tengah dialami para fans juara ketiga Indonesian Idol musim ke-8 sekaligus vokalis…
Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang memperlihatkan seorang pengemis karena aksinya yang dianggap meresahkan.…
Masyarakat Indonesia sedang berbahagia dan bangga terhadap Tim Nasional (Timnas) Indonesia yang baru saja menorehkan…
Media sosial kini menjadi tempat berbagi cerita dan mencari hiburan, tak heran banyak orang yang…
Jakarta banjir, sudah menjadi “acara” tahunan yang membuat banyak warga menjadi lebih “santuy” saat menghadapinya.…
Siapa sangka sebuah pijatan yang bisa merelaksasi dan menyembuhkan penyakit pada orang dewasa, bisa berujung…