Dunia sepakbola yang penuh dengan lika-liku dan tantangan, nyatanya tak pernah lepas dari praktik mafia oleh para oknum yang memiliki kepentingan di dalamnya. Bahkan baru-baru ini, Satgas Antimafia Sepakbola sudah tersangka match fixing alias pengaturan skor sejak dibentuk pada pertengahan Januari 2019.
Namun, hal nista tersebut tak berlaku bagi sosok pengadil lapangan seperti Kosasih Kartadiredja. Dilansir dari historia.id, ia dikenal sebagai wasit yang tak kenal kompromi di kompetisi Perserikatan. Ketegasannya dalam melawan dan menolak segala bentuk suap dan mafia dari para cukong penjudi bola, seolah telah menjadi prinsip hidupnya. Kosasih pun menjadi salah seorang figur pengadil yang disegani pada masanya.
Sebelum terjun di dunia perwasitan, Kosasih sempat meraskan kerasnya rumput hijau sebagai pemain bola. Dilansir dari historia.id, pria kelahiran Sukabumi, 13 Agustus 1934 itu pernah menjadi pemain Perssi Sukabumi pada 1950-an.
Sayang, karirnya di sana tidak berkembang meski ia sempat di tim Perssi Yunior sampai 1955. Masa depannya sebagai pemain bola terhenti. Setelah dinasehati oleh sang pelatih, di tahun yang sama, Kosasih banting setir dan mulai belajar dunia perwasitan.
Di tahun 1955 itulah, Kosasih intens mempelajari seluk beluk dunia wasit. Laman historia.id menuliskan, ia mengikuti kursus bahasa Inggris, kemudian masuk pendidikan wasit tingkat kabupaten hingga mendapat Lisensi C3 PSSI.
Setelahnya, Kosasih melanjutkan pendidikan Lisensi C2 tingkat provinsi (Jawa Barat), hingga mendapat Lisensi C1 nasional lewat pendidikan satu bulan di Jakarta pada 1965. Pada tahun 1972, PSSI mengajukan Kosasih ke FIFA. Di sana, performanya sebagai pengadil lapangan dipantau oleh Peter Velappan dari AFC. Di tahun itu pula, ia resmi lulus dan menjadi wasit resmi yang berlisensi FIFA.
Ketegasan dan kejujurannya sebagai pengadil lapangan jebolan FIFA, ternyata tak membuat para mafia bola pada masa itu takut kepada dirinya. Justru karena pengaruh Kosasih yang besar di lapangan, tak sekali dua kali ia ditawari harta haram berupa suap dan sebagainya.
Tak hanya di lingkungan perserikatan, laman historia.id juga menuliskan bahwa Kosasih juga pernah “dilobi” saat bertugas di SEA Games 1981. Menjelang laga final Thailand vs Malaysia, 15 Desember 1981, ia ditawari uang sebesar 10 ribu dollar yang dimasukkan dalam bungkus rokok. Hal itu tak membuat Kosasih luluh. Sebaliknya, ia bergeming dengan pendiriannya sebagai wasit yang jujur, baik di dalam maupun luar lapangan.
Motto 5F Wasit yakni Faithfull (yakin), Fearless (tak gentar), Fair (adil), Firm (tegas), Fitness (kuat jasmani dan rohani), menjadi pegangan Kosasih selama mempimpin pertandingan. Dilansir dari historia.id, ia telah memimpin laga-laga bergengsi seperti Liga Perserikatan, King’s Cup 1972 Thailand, Quoc Khanh Cup 1973 Vietnam dan President’s Cup 1975 Korea Selatan.
Saking kuatnya figur Kosasih pada saat itu, Dia bahkan dipercaya menjadi salah satu wasit Piala Dunia Yunior 1979 di Tokyo, Jepang. Menurut catatan FIFA dalam Technical Study Report: FIFA World Youth Tournament 1979 yang dikutip dari historia.id, Kosasih tiga kali tampil di lapangan.
Usai melang melintang di dunia perwasitan yang membesarkan namanya, Kosasih memutuskan pensiun pada 1986. Dirinya yang ternyata telah diangkat menjadi PNS pada tahun 1980-an, ternyata juga memilih mundur dari dunia kepegawaian pada 1993. Dilansir dari historia.id, Kosasih tetap diminta menjadi tenaga pengajar penataran wasit C-III hingga C-I dalam beberapa penataran yang digelar PSSI hingga tahun 2007.
Saat ini, Kosasih hidup uang pensiunan PNS Golongan III-C dan gaji kecil istrinya, Dede Rokayah, yang berprofesi sebagai guru SD. Bahkan saat dirinya terserang stroke, Kosasih hanya mampu sekadar melakukan pijat/urut seminggu sekali karena keterbatasan biaya. Sosoknya sebagai legenda wasit Indonesia, seolah terlupakan oleh zaman dan negara yang dulu pernah bangga akan prestasinya.
BACA JUGA: Dibuang Negara, Cerita Pedih Atlet Berprestasi yang Jadi Tukang Becak Ini Menguras Emosi
Waktu yang terus berputar, kadang kala tak mengijinkan seseorang untuk tetap berdiri di atas meski pernah menorehkan sejarah yang gemilang di masanya. Agaknya, hal inilah yang kini dirasakan oleh sosok Kosasih di atas. Sebagai pengadil lapangan dengan reputasi bersih dan kebal suap, ia seharusnya mendapatkan perhatian negara dan menjadi teladan bagi generasi wasit masa kini. Terutama di era sepak bola Indonesia yang kini rawan dikendalikan oleh mafia bola.
Patah hati tampaknya tengah dialami para fans juara ketiga Indonesian Idol musim ke-8 sekaligus vokalis…
Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang memperlihatkan seorang pengemis karena aksinya yang dianggap meresahkan.…
Masyarakat Indonesia sedang berbahagia dan bangga terhadap Tim Nasional (Timnas) Indonesia yang baru saja menorehkan…
Media sosial kini menjadi tempat berbagi cerita dan mencari hiburan, tak heran banyak orang yang…
Jakarta banjir, sudah menjadi “acara” tahunan yang membuat banyak warga menjadi lebih “santuy” saat menghadapinya.…
Siapa sangka sebuah pijatan yang bisa merelaksasi dan menyembuhkan penyakit pada orang dewasa, bisa berujung…