in

Disebut Tidak Tahu Malu, Begini Kisah Pilu Pebulutangkis Indonesia di Piala Surdiman 2019

Pasca hasil Piala Surdiman 2019 beberapa waktu lalu, kritikan pedas menghampiri para pebulutangkis Indonesia yang bermain di sana. Salah satu sosok mengutarakan hal tersebut adalah Rudy Hartono, pria tanah air yang notabene juga jadi legenda olahraga ini. Menurut sosok 69 tahun ini atlet-atlet Indonesia yang berlaga di ajang tersebut tidaklah tahu malu.

Selain hal tersebut, hasil minor di Piala Sudirman juga membuatnya mempertanyakan kelayakan para atlet yang tergabung di PBSI tersebut. “Ngapain mereka jadi pemain pelatnas kalau seperti itu saja? Prestasinya tidak ada”. ujarnya seperti dikutip dari Jawa Pos.com. Bahkan Rudy juga tidak akan sungkan mendempak para atlet jika dirinya menjadi pelatih. Kalau saya (yang jadi pelatih, Red) sih sudah saya sikat (tindak tegas, Red) itu pemain-pemain.”.

Masih tentang hal tersebut, mungkin kalian-kalian bertanya-tanya seperti apakah capaian pilu pebulutangkis Indonesia di Piala Surdiman 2019, sampai mendapatkan kritikan keras dari sang legenda tersebut.

Memulai langkah di ajang ini dengan langkah kurang sempurna

Meski pada akhirnya mampu lolos sebagai juara grup, namun ketika mendapatkan predikat tersebut punggawa bulutangkis Indonesia tidaklah bisa dikatakan bermain sempurna. Hal ini lantaran, tidak mampu menyapu bersih kemenangan di babak tersebut.

Aksi Minions [Sumber Gambar]
Bahkan harus tumbang asal Denmark, sebelum pada akhirnya lolos karena unggul selisih kemenangan atas negara tersebut. Selain itu Indonesia juga disebut-sebut mempunyai kekuatan timpang antara ganda dengan tunggal. Tercatat di nomor terakhir tersebut lebih banyak ciptakan kekalahan di ajang Piala Surdiman 2019.

Pulang ke Indonesia dengan tangan hampa

Setelah mampu lolos dari lubang jarum babak grup, langkah Indonesia menuju semifinal bisa dikatakan tanpa hambatan. Di mana mereka mampu menggulung lawannya di perempatfinal yakni Taiwan dengan skor lumayan. Dilansir Boombastis dari Kompas.com, pebulutangkis Indonesia mampu menang dengan skor 3-2. Hasil positif tersebut, membuat mereka tembus semifinal dan akan berhadapan dengan Jepang.

Poli alami kekalahan [Sumber Gambar]
Namun, sayang di laga yang digelar di Guangxi Sports Center itu, pebulutangkis Indonesia sukses dibuat tidak berdaya oleh atlet-atlet Negeri Sakura. Kevin sanjaya dan kawan-kawan dibungkam dengan skor telah 3-1 dari empat nomor yang di pertandingan. Satu-satu kemenangan Timnas diciptakan oleh ganda putra yakni Marcus Gideon/ Kevin Sanjaya. Terhenti di semifinal membuat Indonesia pulang tanpa membawa piala.

Lagi-lagi tidak bisa mengalahkan Jepang di ajang ini

Kekalahan atas Jepang pada Sabtu (25/5/2019) kemarin seperti menjadi dejavu untuk kontingen Indonesia. Pasalnya, pada pertemuan mereka sebelumnya pada dua tahun lalu Indonesia juga rasakan kekalahan dan membuatnya lagi-lagi gagal membawa pulang trofi.

Jonathan Cristie [Sumber Gambar]
Ketika itu pertemuan mereka terjadi di ajang Badminton Asia Mixed Team Championships 2017. Kekalahan Indonesia sendiri kala itu adalah 3-2 untuk keunggulan Jepang. Berkat hasil bagus ini, Jepang akhirnya menutup kejuaraan tersebut dengan menjadi kampiun ajang tersebut.

Indonesia memperpanjang puasa gelarnya di ajang tersebut

Kalau melihat sejarahnya, hasil tidak mengenakan kontingen Indonesia di kejuaraan Piala Surdiman Cup2019 ini. Juga membuat mereka memperpanjang puasa gelar di ajang tersebut. Seperti yang telah banyak diketahui, terakhir atlet bulutangkis air membawa trofi dari Sudirman Cup adalah pada tahun 1986, yang mana ketika itu jadi tuan rumahnya.

Tunggal Putri Indonesia [Sumber Gambar]
Prestasi terbik yang pernah dirasakan pebulutangkis Indonesia di ajang tersebut adalah pada 1991, 1993, 1995, 2001, 2005, 2007 menjadi runner-up. Pada tahun terakhir tersebut yang menghalangi Timnas meraih trofi ajang ini adalah China. Bermain di Eropa, Indonesia disikat dengan skor 3-0.

BACA JUGA: Di Tengah Kekacuan, Beginilah Kado Manis Dari Tim Bulu Tangkis Untuk Soeharto

Dikritik habis-habis tentu hal tidaklah mengenakan. Apalagi saat menerima hal tersebut kita dalam keadaan buruk lantaran kekalahan. Meski berat, namun sejatinya kritik adalah hal yang patut diterima dengan lapang dada. Pasalnya, bisa menjadi koreksi atau lecutan diri untuk jadi yang lebih baik lagi di olahraga.

Written by Galih

Galih R Prasetyo,Lahir di Kediri, Anak pertama dari dua bersaudara. Bergabung dengan Boombastis.com pada tahun 2017,Merupakan salah satu Penulis Konten di sana. Lulusan Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang. Awalnya ingin menjadi pemain Sepak Bola tapi waktu dan ruang justru mengantarkan Ke Profesinya sekarang. Mencintai sepak
bola dan semua isinya. Tukang analisis Receh dari pergolakan masyarakat Indonesia.

Leave a Reply

Berkat Yannie Kim, Bahasa Indonesia Bisa Masuk Drama Korea dan Dikenal Banyak Orang

Inilah Sosok Penjaga Anak Raditya Dika yang Diungkap oleh Kisah Tanah Jawa