Berpuluh-puluh tahun sudah tanah Papua yang terkenal dengan keindahannya kini menganga akibat tanahnya dikeruk demi mendapatkan emas. Salah satu yang bisa dibilang paling dirugikan adalah Suku Amungme di mana kelompok ini sejatinya merupakan pemilik hak ulayat atas tanah yang kini dikeruk PT. Freeport Indonesia.
Secara turun-temurun, mereka telah mendiami kawasan di sekitar areal penambangan PT. Freeport Indonesia yang berada di Tembagapura tersebut. Sayang, keberadaan mereka kini seolah tak berdaya terhadap kekuatan asing yang beroperasi di sana dan bahkan cenderung diabaikan. Seperti apa kisahnya? Simak ulasan Boombastis berikut ini.
Jauh sebelum Freeport datang untuk membuka tambang dan melakukan eksplorasi emas, suku Amungme telah mendiami sekitaran lembah Waa – yang pada saat ini telah menjadi daerah penambangan emas dan tembaga, secara turun temurun. Haknya sebagai pemilik tanah ulayat bahkan diakui pemerintah berdasarkan undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang pokok–pokok Agraria.
Freeport mulai melakukan eksplorasi tambang Erstberg selama bulan Januari—September 1967, di mana semua perizinannya telah diselesaikan di bulan Desember 1967. Semua hal tersebut dilakukan tanpa meminta persetujuan dari Masyarakat Suku Amungme yang merupakan pemilik tanah ulayat sebenarnya. Harapan untuk hidup sejahtera dari tambang pun kini sia-sia belaka.
Suku Amungme pun akhirnya rela memberikan harta kekayaan yang merupakan hak atas tanah adat berupa tanah, hutan dan hasil bumi yang ada di dalamnya untuk diolah. Tuarek Natkime sebagai Kepala Suku Besar dari Suku Amungme berharap orang-orang kulit putih (Freeport), mau berbagi atas hasil tambang yang ada. Pada kenyataannya, semua hal tersebut hingga saat ini hanya tinggal janji kosong belaka.
Suku Amungme pun harus tercabut dari lokasi yang telah mereka diami secara turun temurun. Mereka akhirnya terusir lantaran PT. Freeport Indonesia mulai melakukan penggundulan hutan dan mengusir penduduk setempat. Kelak, tanah adat yang mereka diami selama turun temurun itu bersalin rupa menjadi kota Tembagapura dan menjadi pemukiman bagi karyawan PT. Freeport Indonesia.
Melihat kenyataan yang demikian, Tuarek Natkime pernah mengucapkan sebuah kata-kata yang menyayat hati. “Saya selalu bertanya kepada Tuhan dalam pikiran dan doa-doa saya setiap hari, mengapa Tuhan menciptakan gunung, batu dan salju yang indah ini di daerah suku Amungme?” Jika itu alasan-Mu, lebih baik musnahkan kami, punahkan saja kami agar mereka bisa mengambil dan menguasai semua yang kami miliki, tanah kami, gunung kami dan setiap penggal sumber daya kami.” ucapnya.
BACA JUGA: Mengenal Suku Amungme, Kelompok Pedalaman Papua yang Sebut Freeport Tanah Suci
Hingga saat ini, nasib Suku Amungme masih tetap sama seperti dahulu. Tak ada yang berubah meski tanah mereka mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat di luar Papua, tapi tidak untuk mereka. Padahal, kehadiran Freeport mengakibatkan masalah yang menimbulkan dampak sosial dan psikologis bagi kehidupan sosial suku Amungme.
Misteri masih menyelimuti kematian seorang ibu muda di Gresik bernama Wardatun Toyyibah. Perempuan berusia 28…
Pernikahan artis Sandra Dewi dan Harvey Moeis sempat menjadi perbincangan publik karena mewah dan bak…
Nama Singgih Sahara, komika asal Semarang, belakangan menjadi sorotan publik lantaran hal yang dilakukannya membuat…
Berita duka menyelimuti dunia entertainment Indonesia saat Donny Kesuma meninggal dunia. Mantan aktor ini meninggal…
Belakangan, nama mantan pesepakbola Kurnia Meiga tengah diperbincangkan publik. Awalnya ia viral lantaran video yang…
Masih banyak daerah di Indonesia yang tidak mendapatkan akses air bersih dengan mudah. Seperti para…