in

Istiqlal Dirancang Seorang Nasrani, Bukti Indahnya Keberagaman Indonesia di Masa Lalu

Toleransi antar umat beragama memang telah lama menjadi tradisi di negara yang memiliki lima agama seperti Indonesia. Tak jarang, hubungan ini juga terjalin dalam setiap sendi-sendi kegiatan kemasyarakatan. Hal semacam ini bisa ditemui pada kokohnya bangunan Masjid Istiqlal yang menjadi kebanggaan Jakarta, sekaligus Indonesia.

Di balik megahnya rumah ibadah umat Islam tersebut, terdapat sosok hebat bernama Friedrich Silaban, arsitek hebat yang merupakan seorang penganut Nasrani. Proyek besar itu berhasil diraihnya setelah desain sketsa masjid miliknya dipilih oleh Presiden Sukarno. Bung besar rupanya terkesan dengan keahlian teknik pria kelahiran Bonandolok, Tapanuli pada 16 Desember 1912 tersebut.

Bersama Presiden Sukarno saat melihat maket rancang bangun masjid [sumber gambar]
Persinggungan beda agama itu bermula dari impian umat muslim di Indonesia menginginkan adanya sebuah Masjid Nasional yang berukuran besar lagi luas pada 1950. Pemerintah pun mula mengadakan sayembara yang dihelat Yayasan Masjid Istiqlal, sekitar tahun 1955. Perlombaan yang kemudian diikuti oleh Silaban tersebut, merupakan cara pemerintah untuk mencari sketsa masjid yang sesuai.

Bagi Silaban, jelas hal ini adalah sebuah kesempatan emas yang sayang jika dilewatkan begitu saja. Terlebih, juri daripada sayembara tersebut merupakan tokoh-tokoh besar yang memiliki pengaruh pada saat itu, seperti Buya Hamka, Oemar Husein Amin, Abubakar Atjeh, Rooseno, Djuanda, dan Suwardi. Presiden Sukarno menjadi pemimpin langsung dari sayembara yang ada.

Friedrich Silaban di dalam ruang kerjanya [sumber gambar]
Ada sebuah momen unik saat Silaban mengikuti sayembara tersebut. Sebagai penganut nasrani, ia harus memutar otak untuk membangun tempat ibadah yang notabene bukan agama yang dipeluknya, yakni Islam. Toh, ia Silaban berusaha menenangkan dirinya sembari berdo’a sembari merancang sketsa tahap demi tahap.

“Tuhan, kalau di mata-Mu saya salah merancang masjid, maka jatuhkanlah saya, buatlah saya sakit supaya saya gagal. Tapi jika di mata-Mu saya benar, maka menangkanlah saya,” ujar Poltak Silaban, putra ketiga Silaban, menirukan doa yang selalu diucapkan ayahnya, yang dikutip dari Historia.com.

Sketsa Masjid Istiqlal karya Friedrich Silaban [sumber gambar]
Pada tahun 1950-an, terlibat langsung dalam sebuah proyek prestisius merupakan kebanggaan tersendiri bagi para arsitek di masa itu. Sama halnya dengan Silaban, dirinya tak ambil pusing dan tetap fokus menyelesaikan sketsa meski apa yang dirancangnya merupakan tempat ibadah agama lain (Islam).

Menurut Setiadi Sopandi yang merupakan penulis buku biografi Friedrich Silaban, sayembara tersebut terbuka untuk umum dan tidak pernah meributkan asal-usul maupun agama yang dianut pesertanya. Dalam hal ini, Silaban yang nasrani merasa enjoy meski yang dikerjakannya pada saat itu merupakan tempat ibadah umat Islam.

Friedrich Silaban dengan angka 1 yang menjadi penanda bahwa dirinya pemenang Sayembara [sumber gambar]
“Yang menarik adalah sayembara masjid nasional di tahun 1954-55 tidak meributkan asal-usul atau agama si perancangnya. Bahkan, pemenang juara ketiga sayembara masjid Istiqlal dimenangkan oleh Han Groenewegen, arsitek asal Belanda yang Kristen,” kata Setiadi yang dikutip dari Historia.com.

Sayembara yang dilaksanakan sejak 22 Februari 1955 hingga 30 Mei 1955, akhirnya dimenangkan oleh Silaban. Desainnya yang bertema “Ketuhanan” , terpilih untuk diwujudkan dalam bentuk bangunan yang nyata. Ia sukses menyisihkan 30 peserta sayembara, yang sempat mengerucut menjadi lima arsitek hingga menyisakan Silaban sebagai pemenang.

Pembangunan Masjid Istiqlal pada tahun 1973 [sumber gambar]
Kecepatan dalam rancang bangun yang sesuai dengan harapan Sukarno, menjadi teknik Silaban memenangi sayembara bergengsi tersebut. “Silaban mampu mengejawantahkan keinginan Sukarno dalam hal rancang bangun. Selain itu, dia dikenal cepat dalam membuat konsep bangunan, sehingga Sukarno merasa cocok dan senang,” dalam buku biografi Friedrich Silaban yang ditulis oleh Setiadi Sopandi.

BACA JUGA: Kisah Arsitek Non-Muslim Pilihan Sukarno yang Sukses Membangun Masjid Istiqlal Jakarta

Sosok Friedrich Silaban kini telah tiada. Namun, warisan arsitek pilihan Sukarno itu masih tetap bisa disaksikan hingga kini dalam rupa sebuah masjid bernama Istiqlal. Pada rumah ibadah itu pula, terselip kisah di masa lalu antar dua umat beragama yang berbeda. Di mana asal-usul dan kepercayaan yang dianut bukan menjadi masalah untuk saling terbuka dan bekerja sama.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Membabi Buta, Ini Peristiwa Mencekam yang Mirip Penembakan di Korat Thailand

Kerokan hingga Pakai Teh Anget, Inilah Alasan Virus Corona tak Menular di RI Ala Netizen