Categories: Trending

Tradisi Mingi, Pembunuhan Bayi yang Dilakukan Suku Terpencil di Ethiopia Bikin Bergidik

Mungkin sudah jadi hal lumrah jika suatu wilayah memiliki tradisi. Indonesia sendiri juga merupakan negara dengan ragam suku yang masing-masing memiliki ritual yang masih dijalankan hingga kini. Sebut saja siraman, brokohan, hingga selapan. Rata-rata tradisi Indonesia memang ‘ramah’, dan sepertinya kita harus bersyukur atas itu.

Lain ceritanya jika kamu terlahir di daratan Ethiopia dan menjadi bagian dari suku Karo dan Hamar di daerah terpencil bagian selatan. Diketahui jika suku tersebut merupakan salah satu yang paling kejam di dunia. Bagaimana tidak, mereka selalu melakukan pembunuhan terhadap bayi-bayi yang tidak diinginkan. Seperti apa kekejaman dilakukan oleh suku tersebut? Berikut ulasannya.

Tradisi yang menganggap bayi cacat akan memberi pengaruh jahat

Tradisi Mingi merupakan kepercayaan tradisional Karo dan Hamar, suku terpencil di Ethiopia Selatan yang menganggap bahwa anak-anak yang memiliki kelainan fisik akan memberikan pengaruh jahat pada orang lain. Tak ingin hal buruk terjadi pada warga desa, kepala suku pun memutuskan memberi perintah untuk membunuh bayi cacat tersebut tanpa pemakaman yang layak.

Anak-anak bernasib malang yang tinggal di desa terpencil Ethiopia [image source]
Mingi sendiri merupakan julukan bagi bayi-bayi yang terlahir tidak normal menurut mereka. Setiap tahunnya, diperkirakan ada sekitar 300 bayi tak berdosa yang harus meregang nyawa sia-sia hanya karena dianggap Mingi.

Kriteria bayi yang dianggap Mingi

Ada beberapa kriteria seorang bayi bisa dianggap Mingi, yaitu para bayi yang terlahir tanpa izin ketua adat, terlahir kembar, memiliki fisik cacat dan juga anak yang lahir dari seorang ayah yang gagal melakukan tradisi lompat kerbau sebelum menikah. Jika ketua adat sudah mengatakan seorang bayi sebagai Mingi, maka anak tak berdosa tersebut harus segera dibunuh.

Orangtua harus merelakan anaknya yang dianggap Mingi [image source]
Sadisnya lagi, bayi itu tersebut dihabisi dengan cara yang amat kejam. Biasanya mereka membuang bayi ke sungai yang penuh buaya. Namun ada pula yang meninggalkan nyawa polos tersebut di rawa-rawa, dan membiarkannya kelaparan hingga meninggal atau dimakan binatang buas.

Tidak bisa menentang kehendak ketua adat

Menurut penuturan Buko Balguda, seorang wanita yang anak-anaknya dianggap Mingi, ia harus merelakan saat satu persatu buah hatinya dianggap Mingi. Dia tidak bisa menentang kehendak ketua adat. Bukan hanya satu atau dua bayi yang dikorbankan oleh Buko, namun ada 15 nyawa yang dirampas oleh tradisi keji tersebut.

Tidak ada yang bisa menentang keputusan ketua adat [image source]
Sebagai bagian dari warga desa, Buko menghormati tradisi tersebut. Namun, sebagai ibu dia juga merasa sangat menyesal karena telah membiarkan anak-anaknya mati sia-sia. Terlebih, saat ini tidak ada lagi yang ada di sisinya, karena semua anaknya dianggap Minggi oleh ketua adat.

Tradisi yang sebenarnya dilarang oleh pihak pemerintahan Ethiopia

Seiring berkembangnya zaman, para penduduk Ethiopia memang berangsur-angsur meninggalkan kebiasaan sadis tersebut. Mereka sadar jika budaya turun temurun itu sangatlah tidak manusiawi. Pemerintah Ethiopia sendiri telah turun tangan dan melarang tradisi keji tersebut.

Tradisi Mingi diam-diam tetap dilakukan [image source]
Namun, pada kenyataannya masih banyak suku-suku pedalaman yang diam-diam terus membunuh para bayi yang dianggap Mingi oleh mereka. Mungkin karena kepercayaan tersebut terlanjur mengakar pada benak masyarakat, hingga tradisi tersebut tidak bisa begitu saja dihilangkan.

Panti asuhan bagi para Mingi

Pemerintah yang mengetahui bahwa praktek pembunuhan bayi Mingi masih berjalan pun merasa empati. Mereka segera membangun panti asuhan dan lembanga-lembaga sosial guna menekan praktek keji yang dilakukan suku primitif.

Para anak yang selamat dari ganasnya tradisi ditampung panti asuhan [image source]
Bayi-bayi yang tidak diharapkan oleh desa tersebut akan ditampung dan dibesarkan oleh negara. Para penduduk kampung pun mendukung adanya program tersebut. Warga rela berpisah jauh dari anaknya, asal mereka bisa bertahan hidup seperti anak lainnya. Daripada harus melihat anaknya mati di tangan tradisi yang tak bisa ditentang.

Itulah tradisi Mingi, salah satu kebiasaan mengerikan dari orang-orang yang tinggal di pedalaman terpencil Ethiopia. Mengetahui kejinya tradisi di sana, patutlah kita selalu bersyukur bisa tinggal di lingkungan yang lebih manusiawi.

Share
Published by
Nikmatus Solikha

Recent Posts

Virzha Tiba-Tiba Menikah, Banyak Netizen Salfok dengan Istri yang Begitu Cantik

Patah hati tampaknya tengah dialami para fans juara ketiga Indonesian Idol musim ke-8 sekaligus vokalis…

3 days ago

Fakta Rosmini Pengemis Viral, Tinggal di Jalanan Belasan Tahun hingga Diduga ODGJ

Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang memperlihatkan seorang pengemis karena aksinya yang dianggap meresahkan.…

4 days ago

4 Fakta Timnas Indonesia Masuk Semifinal, Larangan Nobar hingga Kalah dari Uzbekistan

Masyarakat Indonesia sedang berbahagia dan bangga terhadap Tim Nasional (Timnas) Indonesia yang baru saja menorehkan…

5 days ago

Buat Video Penistaan Agama, Tiktoker Galih Loss Ditangkap

Media sosial kini menjadi tempat berbagi cerita dan mencari hiburan, tak heran banyak orang yang…

6 days ago

Dubai Dihantam Hujan Badai Sebabkan Banjir, Puluhan Nyawa Melayang

Jakarta banjir, sudah menjadi “acara” tahunan yang membuat banyak warga menjadi lebih “santuy” saat menghadapinya.…

7 days ago

Seorang Ibu Harus Kehilangan Bayinya karena Dipijat Nenek Buyut Sejak Baru Lahir

Siapa sangka sebuah pijatan yang bisa merelaksasi dan menyembuhkan penyakit pada orang dewasa, bisa berujung…

1 week ago