in

Dari Preman Sampai Korupsi, Inilah Warisan Belanda yang Jadi Kebiasaan di Indonesia

Sebagai bekas koloni dari Belanda, Indonesia sedikit banyak telah mengadopsi sistem ala negeri Ratu Wilhelmina itu yang beberapa bahkan dipertahankan hingga saat ini. Yang menarik, hal tersebut lama kelamaan telah dianggap merupakan ide asli dari anak negeri sendiri karena telah menjadi suatu keumuman.

Salah satu dari bentuk peninggalan pemerintah kolonial adalah adanya profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang kini telah berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ANS). Tak hanya dalam jenjang profesi kepegawaian, beberapa hal di bawah ini juga merupakan peninggalan kolonial semasa memerintah Indonesia dalam nama Hindia Belanda.

Hutang Indonesia yang sejatinya merupakan warisan pemerintahan kolonial

Semasa pemerintah kolonial masih berkuasa atas bumi nusantara dengan nama Hindia Belanda, Indonesia banyak dihadapkan dengan berbagai masalah. Salah satunya adalah hutang yang diwariskan oleh negeri van oranje tersebut. Dilansir dari laman tirto.id, beban hutang yang ditanggung oleh bangsa yang usia kemerdekaannya baru seumur jagung itu mencapai US$ 1,3 miliar pada 27 Desember 1949.

Hutang Indonesia menurun hingga ke beberapa generasi Presiden RI [sumber gambar]
Alhasil, Indonesia harus meminjam ke negara-negara Blok Timur (Uni Soviet) untuk membayar cicilannya. Hingga akhir 1965, utang nasional membengkak hingga menyentuh angka US$ 2,6 miliar dan diwariskan kepada pemerintahan Orde Baru di bawah kendali Soeharto.

Perilaku Korupsi yang mendarah daging di Indonesia

Terdengar pahit memang, tapi begitulah adanya. Perbuatan busuk para elite yang kerap melakukan tindak pidana korupsi, ternyata sudah jauh-jauh hari dilakukan oleh Belanda. Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo yang dikutip dari laman rappler.co mengatakan, perilaku korupsi merupakan warisan dari zaman penjajahan Belanda.

VOC yang akhirnya kukut dan bangkrut karena bermental korup [sumber gambar]
Hal ini bisa ditelusuri lewat sejarah Perusahaan Dagang Hindia Belanda , Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) di masa lalu. Di mana bandar perniagaan terbesar pada zamannya itu harus tutup dan bangkrut karena kelakuan nakal para pejabatnya yang bermental korup.

Sebagian UU negara yang juga peninggalan Belanda di masa lalu

Meski telah menjadi negara merdeka hingga puluhan tahun, sistem hukum di Indonesia nyatanya masih banyak yang mengadopsi buatan Belanda. Salah satunya adalah Hukum Perdata, di mana hal tersebut bersumber dari Hukum Napoleon.

Ilustrasi penerapan UU Belanda di pada kaum pribumi [sumber gambar]
Kemudian, berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW), akhirnya disebut sebagai KUH Perdata. Laman wikipedia.org menuliskan, aturan tersebut dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warga negara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa, dan timur asing.

Cikal bakal istilah preman dan kegiatan premanisme yang ada sejak zaman Belanda

Keberadaan preman di Indonesia, berawal dari kuli non-kontrak atau tenaga lepas yang dibayar harian di daerah Medan. Dilansir dari historia.id, Oleh tuan-tuan Belanda penguasa kebun (Planters) yang menjadi tuan tanah di Deli dan sekitarnya, mereka disebut sebagai “Vrije Man” yang berarti orang bebas.

Ilustrasi preman zaman kolonial [sumber gambar]
Kata inilah yang akhirnya diserap menjadi bahasa Indonesia menjadi preman. Para centeng, tukang pukul dan jagoan yang masuk kategori “orang bebas” ini, dalam perjalanannya malah kerap terlibat serangkaian hal negatif. Di antaranya adalah merusak tanaman kebun, minum-minum sampai mabuk dan memancing keributan, hingga menantang berkelahi.

BACA JUGA: 5 Preman Paling Ganas di Indonesia ini Telah Ada Sejak Zaman Dahulu Kala

Bisa jadi, kegiatan di atas akan terus dianggap sebagai “budaya” khas Indonesia karena lazim ditemukan dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat. Padahal jika ditelusuri lebih jauh, semua ternyata berakar sejak zaman kolonialisme yang mencengkeram tanah air dalam waktu yang tidak singkat. Bahkan saking lamanya, dianggap telah menjadi “produk lokal” yang mendarah daging hingga saat ini.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Kisah Cinta Kakek dan Nenek Ini Buktikan kalau Jodoh Enggak Pernah Datang Terlambat

Inilah Para Pemain Kelas Kakap yang di Masa Pensiunnya Rasakan Keterpurukan