in

Sosok Soekarno dari Kacamata Sang Sahabat, Bung Hatta

Sosok Sukarno memang tak terpisahkan dengan sahabat sekaligus wakilnya, Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Besar dan berjuang bersama dalam politik, hubungan keduanya sempat pasang surut dan kerap diwarnai berbagai hal. Kadang kala terlihat hangat satu sama lain, namun juga terpisah beberapa saat karena adanya cara pandang yang berbeda.

Baik Sukarno maupun Hatta, keduanya juga saling kritik satu sama lain. Ada kecocokan sekaligus ketidakcocokan di antara mereka. Meski demikian, figur besar dari masing-masing tokoh ini dianggap sebagai negarawan yang sangat berpengaruh dan banyak mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Sosok yang Hatta yang sangat perhatian dengan Sukarno

Saat Sukarno diasingkan ke Bengkulu pada 1938, Hatta yang juga berada dalam pengasingan di Banda Neira pernah menitipkan surat pada ayah dari pengusaha Hasjim Ning. Hasjim sendiri merupakan keponakan Hatta yang kelak juga menjadi sahabat dekat Sukarno.

Kedua sahabat yang saling menghormati satu sama lain [sumber gambar]
Isi dari surat tersebut pada intinya adalah pesan agar ayah Hasjim bersedia membantu segala keperluan Sukarno selama menjadi tahanan di Bengkulu. Hasjim pun segera menemui Sukarno di Bengkulu. Setelah bertemu, Sukarno sempat berkata padanya dirinya, “Wah Hatta masih memikirkan aku. Tapi bagaimana dengan dia sendiri?” ucap nya yang dikutip Hasjim dalam memoarnya, Pasang Surut Pengusaha Pejuang (1986).

Hatta sempat Berseberangan ide politik dengan Sukarno

Ketidakcocokan antara Hatta dan Sukarno terlihat saat keduanya berada dalam arus politik yang saat itu tengah deras-derasnya. Sebagai seorang pemimpin, Sukarno menawarkan demokrasi terpimpin. Sebuah sistem politik baru yang ternyata tidak disetujui oleh Hatta. Hal inilah yang kemudian membuat Hatta mundur sebagai Wakil Presiden.

Hatta sangat perhatian dengan kondisi sukarno [sumber gambar]
Menurut Hatta, sistem demokrasi terpimpin membuat negara tak stabil dan selalu berujung kebuntuan dalam pengambilan keputusan karena semua keputusan bertumpu pada Sukarno. Tokoh kelahiran Bukittinggi, 2 Agustus 1902 itu kemudian terang-terangan bersikap oposisi terhadap Sukarno.

Tetap bersahabat dan saling menghormati satu sama lain

Meski berselisih soal pandangan politik, hal tersebut ternyata tak mengganggu hubungan keduanya secara personal. Baik Hatta maupun Sukarno tetap menjaga persahabatan mereka. Setelah mengajukan surat pengunduran diri ke DPR pada 20 Juli 1956, Hatta tak lagi terlihat bersama Bung Karno.

Tetap berteman meski sempat berseberangan soal politik [sumber gambar]
Mundur dari jabatan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia secara resmi baru disahkan pada 1 Desember 1956. Bahkan ketika Hatta yang kerap berkeliling Eropa untuk berceramah kepada mahasiswa di sana, tetap menjaga nama Sukarno saat ditanya perihal kebijakan politiknya. “Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden saya,” ucap Hatta pada saat itu.

Hatta kunjungi Sukarno di sisa-sisa terakhir hidupnya

Lama tak bersua di hadapan rakyat, kedua negarawan itu kembali dipertemukan pada sebuah kesempatan yang sangat mengharukan. Di sinilah jiwa Hatta sebagai seorang sahabat kembali muncul saat mendengar Sukarno terbaring lemah karena sakit di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Keduanya pun saling bertatap muka. “Hoe gaat het met jou? (Bagaimana keadaanmu?)” tanya Sukarno pada Hatta.

Dua negarawan yang tetap bersahabat hingga akhir hayat [sumber gambar]
Hatta tersenyum sambil memandang sahabatnya. Ia berusaha menghibur Sukarno yang terlihat menangis dengan memegang tangan dan memijat kakinya. pada Minggu 21 Juni 1970, Sukarno menghembuskan nafas terakhirnya. Hatta pun menyusul sepuluh tahun setelahnya, tepatnya pada 14 Maret 1980. Sebuah pertemuan mengharukan antar dua sahabat sejati hingga akhir hayat.

BACA JUGA: Inilah Fakta 7 Negara Yang Sangat Menghormati Bung Karno

Meski keduanya tak lagi bersua dan terlihat bersama, hal tersebut justru tak membuat hubungan keduanya renggang. Baik Sukarno maupun Hatta tak saling mendendam satu sama lain. Bagi mereka, politik hanya jalan untuk mewujudkan cita-cita dan idealisme. Bukan untuk menghilangkan persahabatan yang telah terjalin sejak lama.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Misteri Blucifer, Patung Kuda ‘Horor’ yang Membunuh Pembuatnya dan Dianggap Jelmaan Iblis

Perbandingan Kekuatan Militer Turki dan Yunani yang Kini Tengah Memanas