Di era demokrasi seperti saat ini, jabatan di pemerintahan merupakan suatu tawaran yang sangat menggiurkan bagi sebagian orang. Fasilitas negara dan hidup berkemewahan bisa menjadi jaminan yang menarik untuk diperebutkan. Maka tak heran selalu ada saja orang-orang yang gelap mata mencari penghidupan dari pemerintahan tanpa memandang kepentingan rakyat, padahal jabatan itu adalah amanat rakyat. Pun demikian, gaji pejabat pun sebenarnya tak akan cukup untuk menutup biaya-biaya kampanye. Lalu untuk apa jabatan di pemerintahan itu?
Meski di Indonesia saat ini banyak sekali kasus-kasus korupsi yang terungkap oleh KPK, dahulunya ternyata Indonesia punya sederet nama pejabat yang hidupnya sederhana. Meski mereka mendapat fasilitas mewah dari negara, nyatanya mereka hidup apa adanya, bahkan jauh dari kata kaya. Pejabat-pejabat ini memang pantas untuk menjadi teladan bagi pejabat masa kini. Lalu siapa saja pejabat-pejabat tersebut? Inilah 5 pejabat negara yang pantas untuk menjadi teladan hidup sederhana.
Mohammad Natsir, Menteri Berjas Tambal Sulam
Di tahun 1946, Mohammad Natsir pernah menerima amanah sebagai Menteri Penerangan RI. Demikian juga di tahun 1950-1951, ia pun mendapat jabatan tak kalah hebat sebagai Perdana Menteri Indonesia. Dengan jabatan mentereng seperti itu harusnya ia dengan mudah dapat hidup mewah layaknya pejabat-pejabat negara pada umumnya. Namun, Natsir ternyata menunjukkan sikap tak demikian.
Bung Hatta, Wakil Presiden yang Tak Mampu Membeli Sepatu Impian
Bung Hatta yang dikenal sebagai proklamator bangsa ternyata juga dikenal dengan hidupnya yang sederhana. Pernah suatu ketika Bung Hatta ingin mengunjungi ibunya di Sumedang, ia lebih memilih meminjam mobil keponakannya, Hasjim Ning, untuk bepergian, padahal saat itu ia bisa saja memakai mobil negara. Tapi Bung Hatta tahu bahwa mobil itu adalah fasilitas negara sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.

Di masa tuanya sendiri, Bung Hatta juga hidup sederhana. Pernah ia ingin membeli sepatu Bally yang diidam-idamkannya tapi tak pernah kesampaian karena tak cukup memiliki uang. Bahkan saat itu ia hanya bisa memotong iklan sepatu Bally itu untuk disimpan di dalam buku hariannya. Keinginannya ini baru diketahui setelah ditemukan secarik kertas berisi gambar potongan sepatu Bally di buku hariannya oleh putri Beliau setelah Bung Hatta sudah wafat.
Agus Salim, Menteri yang Hidup dengan Berpindah Kontrakan
Agus Salim tercatat pernah beberapa kali duduk di dalam kabinet, yakni sebagai Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II (1946) dan Kabinet Sjahrir III (1947), Menteri Luar Negeri Kabinet Amir (1947), dan Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta (1948-1949). Menurut Prof. Schermerhorn, H. Agus Salim sedianya adalah seorang yang pandai berbicara dan menulis, tapi ia menyebut bahwa H. Agus Salim memiliki satu kelemahan, yakni hidup melarat.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sultan yang Pernah Memakai Kaos Kaki Bolong
Sedianya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX masa kecilnya hidup bergaul dengan Belanda yang dikenal suka menganak-tirikan pribumi. Sebagai bangsawan, Beliau punya akses dengan mudah untuk itu dan harusnya karena pergaulan itu bisa saja Beliau terpengaruh karakternya untuk ikut bermewah-mewahan. Namun ternyata tak demikian halnya karena justru Sri Sultan lebih memilih untuk hidup memihak kepada rakyat.
Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan yang Tak Punya Uang
Syafruddin Prawiranegara, selain dikenal sebagai pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi saat pemerintah RI di Yogyakarta diserang Belanda tahun 1948, beliau juga dikenal sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Soekarno. Meski pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, ternyata Syafruddin Prawiranegara tak cukup beruntung dalam keuangan keluarganya sendiri.
Nah, itu tadi 5 pejabat negara yang patut menjadi teladan karena kesederhanaannya. Ternyata di Indonesia hal demikian bukanlah cerita dongeng belaka, karena di masa lampau pejabat-pejabat negara memang lebih memilih hidup susah daripada memakan fasilitas negara. Hal ini memang patut menjadi teladan, bukan hanya bagi pejabat pemerintahan, tapi juga bagi masyarakat Indonesia.