in

Sejarah Panggilan ‘Monyet’ di Indonesia, Picu Rasisme di Masyarakat Namun Akrab di Militer

Kata-kata ‘monyet’ memang sempat menjadi salah satu masalah yang kemudian berujung kericuhan di Papua dan beberapa wilayah di Pulau Jawa. Nada caci maki dan melecehkan seperti ‘monyet’ yang kental dengan aroma rasial itu menjadi penyebabnya. Meski terasa ‘panas’ di telinga masyarakat awam, namun tidak bagi mereka yang bertugas di dunia militer.

Sejarah panggilan monyet di Indonesia, sangat kental terjadi di kalangan militer. Hal ini pula yang kemudian melekat erat pada sosok Jenderal Gatot Subroto. Dalam TB Silalahi: Bercerita Tentang Pengalamannya (2008), Gatot Subroto pernah berteriak memanggil Soeharto: saat terjadi pertempuran Ambarawa “Hei monyet, mari ke puncak sini.” ujarnya.

Semua berawal dari Jenderal Gatot Subroto di dunia militer

Sebagai bekas tentara KNIL, kata-kata ‘monyet’ begitu lekat dengan sosok Jenderal Gatot Subroto. Menurut Sayidiman Suryohadiprojo dalam Mengabdi Negara Sebagai Prajurit TNI: Sebuah Otobiografi (1997: 246) menuturkan, “Kalau beliau [Gatot Subroto] suka kepada seorang maka beliau panggil orang itu monyet.” Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto, adalah perwira yang pernah dipanggil monyet oleh Gatot Subroto.

Jenderal Gatot Subroto [sumber gambar]
Selain pada Soeharto, kata-kata “monyet” memang menjadi salah satu ciri khas Gatot saat mengekspresikan rasa suka dan akrab kepada bawahannya. Menurut Laksamana Pertama (Purn) Iman Sardjono (91), ucapan tersebut justru memberikan nada positif pada lawan bicaranya. “Jika Pak Gatot bilang monyet, itu tandanya dia merasa akrab (dengan orang yang disebut begitu) atau mood-nya lagi bagus,” ujarnya yang dikutip dari Historia.

Sebutan pos monyet yang merupakan gardu jaga tentara

Tak jauh dengan sebutan bagi para serdadu militer, istilah monyet juga berlaku pada pos jaga milik tentara karena bentuknya yang mungil. Menurut Usamah Hisyam dalam SBY: Sang Demokrat (2004) yang dikutip dari Tirto menuliskan, “Disebut rumah monyet karena bentuknya kecil, mirip rumah monyet” (hlm. 86). Di tempat itulah, para prajurit berteduh dari terik dan hujan sembari berjaga-jaga.

Ilustrasi tentara di pos monyet [sumber gambar]
Sebutan yang merujuk pada hewan primata tersebut, menunjukkan bahwa istilah monyet memang telah akrab di dunia militer. Pos-pos monyet tersebut, bisa ditemukan pada bangunan-bangunan strategis seperti Istana Kepresidenan, tangsi atau markas-markas militer.

Muncul kawasan jaga monyet yang kini mulai tergerus sejarah

Dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2016: 332), Adolf Heuken menuliskan bahwa ada sebuah kawasan yang di masa lalu terkenal dengan nama Jaga Monyet yang telah eksis sejak zaman VOC. Fungsinya jelas untuk mengamankan Batavia dari serangan musuh-musuh VOC seperti pribumi lokal dan lainnya.

Ilustrasi kawasan Jaga Monyet [sumber gambar]
Nama Jaga Monyet menurut Heuken, muncul karena tiga ratus tahun lalu tempat tersebut sepi dan masih banyak monyet. “Para tentara tidak mempunyai kesibukan selain menjaga monyet, yang bermain di pohon-pohon besar di sekitar pos mereka itu,” tulis Heuken yang dikutip dari Tirto. Sayang, keberadaan nama lokal seperti Jaga Monyet di Jakarta perlahan mulai memudar.

BACA JUGA: Mengenal Gatot Subroto, Jenderal TNI yang Pernah Panggil ‘Monyet’ Kepada Soeharto

Setiap peristiwa yang terjadi saat ini, tentu tak lepas dari rekam jejak sejarah yang membentuknya. Seperti kata-kata monyet si atas, mungkin sangat biasa di kalangan militer namun tak cocok jika diterapkan di lingkup masyarakat sipil.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Totalitas Mainkan Peran, Ini Alasan Joko Anwar Sering Gaet Tara Basro dalam Film-nya

Kaya Dari Lahir, Begini Perbedaan Gaya Hidup Xabiru, Rafathar, dan Raphael Moeis