Jabatan Menteri Pendidikan sudah berkali-kali berganti nama. Jajaran orang yang bertengger di kursi kabinet pun tak sama setiap periodenya. Namun, entah kenapa kebijakan yang mereka buat bukannya membuat murid-murid di Indonesia sejahtera, justru sebaliknya.
Kesengsaraan itu paling dirasakan oleh para orang tua yang ingin melihat anaknya menyabet prestasi gemilang lewat sekolah negeri. Apalagi mereka yang berasal dari golongan menengah ke bawah. Dalam ulasan berikut, Boombastis.com akan membagi kisah ayah yang berprofesi sebagai tukang becak, ketika kalang kabut memikirkan biaya pendidikan anaknya yang semakin lama semakin tak masuk akal.
Rp. 300.000 untuk beli komputer sekolah, “berapa sih penghasilan tukang becak sekarang?”
Muhaimin namanya, sehari-hari ia menjalani hidup dengan memancal becak di kawasan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pria 39 tahun itu hidup bersama istri dan anaknya yang sangat ia banggakan. “Anak saya sekolah di SMPN 5 Blora, dia selalu masuk 10 besar dari kelas 7 hingga sekarang,” ungkapnya.
Terbiasa hutang untuk membiayai pendidikan anaknya, tapi mau sampai kapan?
Sambil masih terisak, Muhaimin melanjutkan ceritanya. Ia mengungkapkan bahwa sekolah beberapa kali menarik iuran kepada siswanya, selain biaya sekolah. Hal tersebut otomatis membuat ayah sekaligus tukang becak ini pusing tujuh keliling.
Pemerintah Kabupaten Blora: “itu pungli namanya!”
Selain Muhaimin, ternyata banyak orang tua yang mengadukan kejanggalan iuran tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Blora. Sekretaris Dewan Pendidikan, Singgih Hartono, sebagai perwakilan menyatakan jika iuran untuk membeli komputer dibebankan pada orang tua, maka SMPN 5 Blora telah melanggar Permendikbud no. 75 tahun 2016, dikutip dari Kompas.com.
SMPN 5 Blora mengonfirmasi iuran hanya dibebankan kepada orang tua siswa yang mampu
Sebelum iuran untuk pembelian komputer itu dilaksanakan, pihak SMPN 5 Blora tentu saja sudah mengadakan rapat komite, seperti yang dinyatakan oleh Fitrotun Khasanah, selaku kepala sekolah. Hasil dari rapat tersebut adalah iuran untuk pembelian komputer diwujudkan dalam sumbangan sukarela, jadi tidak ada paksaan.
Jadi, salah siapa?
Setelah membaca runtutan kronologi di atas, pasti sahabat boom sekalian sampai pada kesimpulan “jadi salah siapa?” Jika hal ini ditelisik hingga akarnya, pasti ujung-ujungnya akan sampai pada Indonesia berpuluh tahun yang lalu, ketika banyak uang negara yang digunakan untuk kepentingan pribadi sehingga menimbulkan hutang yang menumpuk.
Memang nggak gampang hidup di Indonesia sekarang ini. Selain banyak kebijakan yang nggak karu-karuan, kebutuhan kita pun semakin meningkat. Baiknya, sebagai warga Indonesia yang cerdas, kita bisa membantu memikirkan solusi bagi keadaan tanah air tercinta. Jangan lagi deh protes dengan membawa 0 solusi di kepala.