in

4 Fakta Kehidupan Muslim Suriname, Mirip Seperti di Indonesia Bahkan Ada Kejawen juga

Sudah jadi rahasia Umum kalau Suriname jadi salah satu negara dengan jumlah orang Jawanya yang lumayan banyak. Hal ini tentu tidak terlepas dari banyak penduduk itu yang dulu sempat dibawa dari Indonesia. Pun demikian sampai saat ini masih banyak yang menetap bahkan jadi orang sana.

Bicara soal Suriname, ada gak sih yang memeluk Islam di sana mengingat banyak dari mereka yang berasal dari Jawa? Jawabnya adalah tentu saja banyak. Bahkan beberapa ritual keagamaannya pun mirip dengan yang ada di Indonesia. Termasuk yang berbau Kejawen. Penasaran seperti seperti apa? Simak ulasan berikut.

Adanya Islam Madepp Ngulon dan Ngetan

Bagi yang bisa berbahasa Jawa pasti tahu dengan istilah ini, Madep Ngulon dan Ngetan bisa berarti menghadap timur atau barat. Dilansir dari Kompasiana, adanya Islam dengan arah berbeda ini dipengaruhi oleh kedatangan Islam yang dibawa oleh orang Jawa ke Suriname.

Dua aliaran Islam [sumber gambar]
Semisal, Islam Madep Ngulon mengacu pada para muslim yang masih tetap menjaga tradisi seperti tahlilan, tujuh harian, 100 harian mirip dengan pemeluk Islam yang ada di Jawa. Nah untuk pemeluk Islam Madep Ngetan, mengacu pada gelombang yang datang setelah berdirinya Muhammadiyah, sehingga beberapa kegiatan seperti tahlilan ditiadakan karena alasan khusus.

Ada pula Kejawen jadi ajaran lain di sana

Orang Indonesia mungkin sudah sering dengar mengenai Islam Kejawen. Ya ajaran ini adalah model perpaduan antara agama Islam yang dicampurkan secara nyata dengan budaya Jawa kuno. Namun siapa sangka kalau di Suriname sana kejawen jadi salah satu agama yang malah banyak dipeluk oleh beberapa penduduk Jawa atau keturunan.

Orang Jawa dulu [sumber gambar]
Dilansir dari Rimanews, hal ini sebenarnya adalah sebuah respons karena perdebatan yang sering ditemui antara Islam Madep Ngulon dan Ngetan. Berbeda dengan Indonesia yang baik Muhammadiyah dan NU saling bergandengan, di sana selalu saja tidak menemui jalan untuk menyatukan kedua pihak. Akhirnya beberapa orang lebih memilih Islam Kejawen yang dianggap berasal dari tempat lahirnya dulu.

Ternyata aliran ‘keras’ juga ada di sana

Selain beberapa aliran yang disebutkan di atas, ternyata ada juga yang menyebarkan agama Islam dengan cara yang agak keras. Dilansir dari Merdeka, KH Ir Soedirman Moentari, yang juga Dosen Wageningen University Netherland menjelaskan kalau aliran keras yang dimaksud adalah mereka yang mengharamkan segala amaliyah yang sudah ada dari dulu.

Tradisi tahlilan [sumber gambar]
Hal inilah yang sebenarnya jadi masalah karena menurutnya jadi faktor menurunnya jumlah pemeluk Islam yang ada di sana. Menurut beliau, pemeluk Islam di Suriname dulu ada 50 persen, kemudian menurun hingga 30 persen. Dan jika diteruskan menyebarkan ajaran seperti itu kemungkinan 10 tahun ke depan hanya tersisa 20 persen saja.

Namun hal yang bikin salut adalah toleransinya

Satu hal dari kehidupan Islam di Suriname adalah tingginya toleransi antar umat beragama yang luar biasa. Seperti yang kita ketahui, dulu gak hanya yang beragama Islam yang dibawa ke sana, namun juga ada pemeluk lain. Mulai sejak itu, mereka satu sama lain saling menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi.

Toleransi tinggi [sumber gambar]
Dilansir dari Republika, bahkan ketika hari raya Idul Fitri tiba, banyak pemeluk Hindu yang datang ke Masjid untuk mengucapkan selamat. Pun demikian saat hari Phagwa, festival warna dalam agama Hindu atau Natal, banyak muslim pula yang datang memberi selamat.

BACA JUGA: Menengok Foto-Foto Suasana di Suriname, Rasanya Seperti Berada di Indonesia

Menengok keadaan Muslim di Suriname ternyata hampir sama dengan yang ada di Indonesia. Namun bedanya di kita saling merangkul sehingga perbedaan sama sekali bukan jadi pemecah. Tapi justru saling bertoleransi dan melangkah bersama.

Written by Arief

Seng penting yakin.....

Leave a Reply

4 Fakta Pabrik Nyamuk China, Dianggap Penyebar Penyakit tapi Bisa Tolong Banyak Nyawa

Bikin Geregetan! Inilah 10 Foto yang Ngebuktiin Kalau Orang Indonesia ‘Always Santai’