in

5 Fakta Unik Kabupaten Ciamis, Ada Satu Kampung yang Melarang Keluar di Atas Jam 5 Sore

Indonesia memang memiliki keberagaman kebudayaan juga etnis dari Sabang hingga Merauke, sehingga menumbuhkan tempat wisata yang beragam. Tak hanya tempat wisata modern di beberapa daerah, namun Indonesia juga memiliki tempat wisata lokal yang patut dibanggakan sekaligus dikunjungi untuk menambah ilmu pengetahuan kita.

Tempat wisata lokal tersebut berupa kampung unik yang merupakan peninggalan para leluhur kita. Contohnya desa yang penuh tengkorak di Bali, Desa Siompu di Sulawesi Tenggara yang memiliki penduduk dengan mayoritas bermata biru, dan Kampung Kuta di Kabupaten Ciamis yang juga memiliki sebutan kampung seribu pantangan. Dari beberapa kampung unik di atas, tentu lebih penasaran dengan kampung seribu pantangan, betul tidak? Seperti apa sih pantangan-pantangan yang ada di kampung tersebut? Yuk kita simak ulasan di bawah ini.

Sejarah Kabupaten Ciamis

Sebelum bernama Kabupaten Ciamis, salah satu daerah di Jawa Barat itu merupakan sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Galuh. Nama Ciamis sendiri berasal dari kejadian, di mana Ciancang pernah menjadi tempat pasukan Galuh melawan Prajurit Mataram dan tentara kolonial Belanda. Setelah pertempuran selesai, daerah tersebut digenangi darah dari pasukan yang mati dan menimbulkan bau amis.

Jembatan Cikubang [sumber gambar]
Beberapa tahun belakangan, banyak masyarakat yang ingin nama Kabupaten Ciamis dikembalikan menjadi kabupaten Galuh. Dikarenakan nama Galuh mempunyai makna filosofis yang lebih mendalam, daripada asal mula nama Kabupaten Ciamis.

Istimewa, Kabupatan Ciamis memiliki kampung seribu pantangan

Kampung seribu pantangan ini sebenarnya memiliki nama lain, yaitu kampung Kuta. Posisinya terletak di Desa Karangnipal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciawis, Jawa Barat. Nama Kuta sendiri berasal dari kata “Mahkuta” atau mahkota, yang dianggap sebagai ratunya perhiasan emas oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Leuweung Gede.

Kampung Kuta Ciamis [sumber gambar]
Kampung tersebut bisa mendapat julukan seribu pantangan karena memiliki larangan yang harus ditaati penduduk juga pendatang kampung tersebut. Larangan tersebut merupakan sebuah amanah dari leluhur kampung Kuta dan jika tidak ditaati bisa menimbulkan kualat dari sakit-sakitan, bahkan hingga meninggal dunia.

Ada pendatang yang pernah tersesat karena melanggar

Salah satu pantangan yang sangat terkenal di kampung Kuta adalah larangan tidak boleh berkeliaran di atas pukul 5 sore. Baik itu penduduk asli setempat, maupun tamu yang datang berkunjung. Pernah suatu ketika, kampung Kuta kedatangan sekelompok mahasiswa dan mereka bermain di Sungai Cijolang di atas jam 5 sore.

Para Tetua ketika berada di hutan keramat Leuweung Gede [sumber gambar]
Mereka sempat hilang berjam-jam dan ditemukan oleh para orang tua di kampung tersebut. Mereka ditemukan dalam keadaan bingung karena jalanan yang mereka lewati sebelumnya telah menghilang begitu saja. Hal itu disebut dengan kualat karena tidak mau mendengarkan nasihat warga setempat.

Ada apa dengan di atas jam 5 sore?

Banyak yang mengaitkan jika dimulainya dari jam 5 sore adalah jam keluarnya jin dan setan ke dalam dunia manusia. Begitulah mitos yang banyak beredar dari kita masih kecil hingga saat ini, tak terhindarkan di kampung Kuta, Ciamis.

Senja merah yang menjadi tanda kekuatan setan dan jin [sumber gambar]
Jam 5 sore hingga waktu Magrib adalah waktu warna alam berubah menjadi merah. Hal tersebut menimbulkan persamaan resonansi yang memiliki spektrum cahaya merah. Cahaya tersebut dipercaya sama dengan frekuensi setan maupun jin. Karena hal itulah, tenaga para setan dan jin pada waktu tersebut sangatlah kuat.

Kembali suci dalam tradisi Misalin

Selain kampung seribu pantangan, Ciamis juga memiliki salah satu tradisi yang unik dan diselenggarakan setiap tahun. Tradisi tersebut adalah tradisi Misalin yang dilaksanakan setiap menyambut bulan suci Ramadan.

Para warga yang tengah mengikuti tradisi Misalin [sumber gambar]
Sesuai dengan namanya, kata Misalin berasal dari “Mi” yang memiliki arti melakukan sesuatu untuk perubahan diri, sedangkan kata “Salin” mengandung arti ganti. Dari dua kata tersebut dapat disimpulkan menjadi pergantian menuju kesejahteraan hidup menjelang bulan suci Ramadan.

BACA JUGA: Mengenal Kampung Pitu, Tempat Berbahaya yang Hanya Bisa Dihuni oleh Tujuh Keluarga Saja

Mungkin memang kita sudah harus membiasakan diri jika pergi berwisata ke tempat wisata lokal untuk bertanya terlebih dahulu pada penduduk setempat mengenai aturan yang ada sebelum mengagumi desa atau kampung tersebut. Pasti cukup mengerikan bagi kita jika sedang enak berlibur namun hilang tiba-tiba di tengah hutan.

Written by N. Fitriani

Cerita Bang Juned yang Merpati Peliharaannya Laku 1,5 Miliar, Ternyata Sering Menang Lomba

Kisah Cinta Pierre Tendean dan Rukmini, Manis dan Romantis tapi Harus Berakhir Tragis