Hidup miskin untuk sementara [image source]
Sudah menjadi hal yang umum bila orang tua yang kaya raya akan memberikan fasilitas dan hartanya kepada anak-anaknya. Tidak hanya dimanjakan dengan beragam kemewahan, anak-anak tersebut bahkan telah dijamin kehidupannya di masa yang akan datang. Dengan warisan harta serta koneksi dari orang tua, tentu mereka bisa dengan mudah mendulang uang tanpa harus bersusah payah.
Namun hal tersebut nampaknya tak berlaku di kehidupan Hitarth Dolakia yang berasal dari India. Meski dirinya seorang putra pengusaha berlian terkaya, sang ayah justru menyuruh anaknya agar “pergi menjauh” dari kehidupan mewah keluarganya. Alhasil, Hitarth Dholakia harus merasakan hidup nestapa sebagai orang miskin. Kisah “petualangan” dirinya sebagai kaum pinggiran pun sangat menarik untuk ditelusuri.
Jika dilihat dari sosok Hitart saat “menjadi” menjadi orang miskin, banyak orang yang tidak akan menduga bahwa dia berasal dari keluarga yang berkecukupan materi. Sang ayah, Savji Dholakia yang berprofesi sebagai pengusaha berlian ternama di India, memiliki kekayaan hingga $935 juta atau setara Rp 12,4 Triliun.
Ketika kembali pada keluarganya di India, angan-angan Hitarth untuk hidup bersama sambil menikmati kemewahan orang tuanya, pupus sudah. Berkebalikan dari kemauan dirinya, sang ayah justru memaksanya agar merasakan “hidup” mandiri dan tinggal di pedalaman India, jauh dari anggota keluargnya.
Dirinya yang tidak mengetahui bahasa, budaya dan kondisi di tempatnya berada saat itu, terpaksa harus “survive” dengan beragam cara. Salah satunya dengan segera mencari pekerjaan. Tinggal di negeri “antah berantah” yang jauh, dirinya mencoba bertahan dengan menjadi pegawai SPBU dengan upah 100 rupee. Ia juga pernah bekerja di sebagai petugas packing, menjadi salesman di Adidas, hingga bekerja di gerai cepat saji Mc Donald
Tak hanya dirinya, semua anggota di dalam keluarganya, juga mengalami “hal” yang serupa. Salah satu saudaranya yang bernama Tulsi Bhai Dholakia, juga sempat merasakan “pahitnya” hidup sebagai orang miskin. Setelah lulus dari sekolah bisnis, dirinya langsung dikirim ke sebuah daerah bernama Koci. Pria 31 tahun tersebut, banyak belajar tentang arti hidup yang sebenarnya selama berada di “pengasingan”.
Dari kisah ini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa tidak selamanya kekayaan dan kelimpahan materi itu selalu menyertai perputaran hidup seseorang. Perjuangan seorang anak miliarder ini bisa dijadikan sebuah contoh nyata. Dengan menghargai arti sebuah kehidupan dan nilai dari sebuah kekayaan dengan kerja dan berusaha, lebih berguna daripada kita mendapatkannya tanpa disertai usaha yang tekun.
Namanya juga penipu. Akan selalu ada cara untuk membuat korbannya tidak berkutik demi merampas harta…
Sunmori atau Sunday Morning Ride adalah salah satu hobi masyarakat Indonesia. Para pemilik kendaraan roda…
Makan Bergizi Gratis (MBG) nampaknya harus secepatnya melakukan penyempurnaan. Pasalnya, masih banyak ditemui beragam kasus…
Paus Fransiskus tutup usia pada hari Senin 21 April 2025. Berita yang cukup mengagetkan mengingat…
Sudah bukan rahasianya Donald Trump saja, seluruh dunia juga tahu kalau umat manusia sedang terancam…
Kasus pelecehan pasien yang melibatkan dokter saat ini marak menjadi buah bibir masyarakat. Kejadiannya nyaris…