in

Sudah 73 Tahun Merdeka, Kondisi Sekolah Ini Masih Saja Alami Masa Penjajahan

Meski sudah memasuki usia kemerdekaan yang ke-73 pada 2018, Indonesia ternyata masih belum mampu melaksanakan sila ke-5 Pancasila yang berbunyi, ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’. Meski terjadi hampir di seluruh sendi kehidupan masyarakat, namun yang paling disoroti adalah bidang pendidikan yang masih tergolong jauh dari kata layak. Kok bisa?

Seperti masih banyaknya sekolah-sekolah di Indonesia yang jauh dari kata ‘layak pakai’ alias kondisinya masih memprihatinkan. Heran juga ya Sahabat Boombastis. Indonesia yang kata orang-orang sebagai negara kaya raya, nyatanya masih tak mampu mencukupi kebutuhan pendidikan yang baik bagi masyarakatnya. Potret Sekolah-sekolah di bawah ini, menjadi saksi masih buruknya kualitas pendidikan di Indonesia

Tekun belajar meski berlantai dan berdinding bambu

Meski semangat belajar sangat menggebu-gebu, apa daya siswa sekolah dasar kelas jauh di Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terpaksa belajar di ruang kelas layaknya kandang ayam. Dilansir dari liputan6.com, sekolah tersebut dibiarkan apa adanya lantaran instansi terkait tak memiliki cukup dana untuk membangun gedung sekolah permanen. Belum lagi, kondisi para murid yang rata-rata harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk bersekolah di lokasi induk. Hal ini pun diperparah dengan kondisi jalan yang belum tersentuh perbaikan.

Siswa sekolah dasar kelas jauh [sumber gambar]
Orangtua mendukung anak mereka untuk tetap bersekolah, meskipun lokasinya jauh dengan gedung tidak layak disebut kelas,” ujar Kepala Desa Melati, Ceceng Rusmawan.

Sekolah pun harus di di sekitar kandang ternak

Mungkin hanya di Indonesia saja, sebuah tempat yang pernah menjadi bekas kandang kerbau dijadikan sebagai tempat sekolah. Kondisi ini dialami oleh SD Sadah yang terletak di Ciruas, Serang, Banten. Selain tak layak menurut standar pendidikan, lokasi bangunan tempat belajar tersebut dikelilingi oleh beberapa kandang ternak seperti bebek. Dengan jumlah total 98 murid, tiap kelas diisi 18 hingga 21 orang. WC-nya pun hanya satu buah yang digunakan bergantian dengan guru.

SD Sadah, sekolah yang berada di sekitar kandang ternak [sumber gambar]
Dari 98 murid, hanya ada 1 WC digunakan seluruh murid dan guru, ini tidak layak. Kedua adalah ini bangunan semipermanen, muridnya rata-rata 18-21 orang, kondisi ini sebenarnya jauh dari kata layak,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti yang dilansir dari news.detik.com.

Merajut asa di dalam bilik sekolah yang berdinding gedek

MTs Sunan Ampel Desa Dayakan yang terletak di Ponorogo ini, termasuk salah satu institusi pendidikan yang harus dibantu oleh pemerintah. Bagaimana tidak, dindingnya hanya menggunakan anyaman bambu (gedeg) dan berlantai tanah. Belum lagi fasilitas belajar seperti meja dan kursi yang berdebu, semakin menambah kesan kumuh pada sekolah tersebut. Mirisnya, bangunan tersebut bukan milik yayasan. Tapi merupakan pinjaman dari seorang warga yang bernama Slamet. Sungguh sebuah ironi di negeri yang katanya kaya raya ini.

Suasana di dalam MTs Sunan Ampel Dayakan [sumber gambar]
Jadi tempat belajar mengajar yang saat ini digunakan ya masih dipinjami orang. Itu rumah milik orang yang belum ditempati, jadi saat ada rencana mendirikan sekolah ini langsung dipinjami. Memang temboknya masih gedek, ujar Miswan, Kepala MTs Sunan Ampel Desa Dayakan yang dilansir dari news.okezone.com.

Bambu dan rumbia rumput menjadi saksi para pencari ilmu

Tak hanya di Pulau Jawa saja. Kisah miris tentang sekolah juga datang dari SMA Udamakatraya di Desa Bannada, Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Dilansir dari regional.kompas.com, sekolah tersebut hanya memakai bambu sebagai tiang penyangga dan rumbia untuk berteduh. Lantainya pun masih memakai tanah keras. Fasilitas belajar seperti meja dan kursi, malah harus dibawa masing-masing oleh muridnya. Yang memprihatinkan, Operasional sekolah sehari-hari semuanya berasal dari swadaya warga dan iuran siswa, termasuk gaji para guru honorer. Buku cetak pun merupakan buku-buku bekas sumbangan para guru. Parahnya, para murid juga harus menempuh jarak puluhan kilometer agar bisa bersekolah.

Semangat belajar meski beralaskan tanah dan daun rumbia [sumber gambar]
Saya setiap hari harus jalan kaki ke sini, lumayan jauh, jalannya rusak, tapi tetap harus semangat demi menyelesaikan pendidikan. Kami hanya bisa berharap, satu saat sekolah ini diperhatikan oleh pemerintah,” kata Anastasia Metusalach, siswa Kelas 12 IPA yang dilansir dari regional.kompas.com.

Sekolah sejatinya memang diperlukan agar bangsa ini semakin cerdas dan tidak terbelakang. Kemerdekaan yang dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia, nyatanya masih belum mampu ‘memerdekakan’ sekolah-sekolah yang butuh pertolongan di pelosok negeri ini. Yang lebih mengherankan, kemana para pejabat dan pemerintahnya yang dulu? Di mana rasa tanggung jawab Indonesia yang katanya negeri makmur dan kaya raya?

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Dianggap Pemuja Setan, Ini Fakta Warga Palu yang Hidangkan Sesajen Agar Laut Tak Mengamuk

Suka Coret-coret Rambu Lalu Lintas Sembarangan, Hukuman Penjara Siap Menunggu Kapan Saja