in

Perjuangan Haji Masa Lalu, Berbulan-bulan di Laut Sampai Naik Pesawat Berbayar 16.000 Rupiah

Melihat bagaimana mudahnya haji zaman sekarang tentu kita sangat bahagia, walaupun harus menunggu giliran diberangkatkan, harus menabung, dan mengurus semua keperluan. Coba sejenak kita melihat usaha kakek-nenek kita yang pernah pergi haji zaman dahulu, jauh lebih butuh perjuangan.

Kesadaran haji sudah ada sejak dikenalkannya Islam oleh para pendakwah. Dalam sejarah yang dilansir dari makkahweb.com, orang Indonesia yang pertama kali menunaikan ibadah ke tanah suci adalah Bratalegawa putra kedua Prabu Guru Pangandiparamarta, sang penguasa kerajaan Galuh (1357-1371).

Jamaah Haji zaman dahulu [Sumber gambar]
Ketika itu, perjalanan dari Nusantara menuju Makkah bukanlah perkara mudah. Karena angkutan berupa kapal masih sederhana, maka membutuhkan waktu enam bulan sampai dua tahun agar bisa sampai ke tanah suci. Bayangkan saja, berapa banyak perlengkapan yang harus dibawa dengan jarak tempuh yang sangat jauh. Hal tersebut belum termasuk kendala lain, seperti keamanan selama di perjalanan. Tak menutup kemungkinan kapal dicegat oleh para bajak laut.

Waktu bertahun-tahun juga kadang membuat haji tak terealisasi. Ada banyak jamaah yang mengalami sakit, meninggal dan ditinggalkan di tempat yang disinggahi kapal. Ada pula yang kemudian tinggal dan berumah tangga di negara yang mereka singgahi dan tak pulang ke tanah air.

Haji dengan kapal laut bekas Jerman [Sumber gambar]
Namun, kondisi ini berubah setelah Indonesia merdeka. Perjalanan haji jamaah Nusantara menggunakan dua macam transportasi, kapal laut dan pesawat terbang. Seperti dikutip dari grid.id, perjalanan ini memakan waktu kurang lebih satu bulan. Pada tahun 1950 tercatat cukup banyak, yakni 10.000 orang, selain itu ada yang berangkat secara mandiri. Dua tahun setelahnya, pada 1952, pemerintah membuat terobosan berupa moda transportasi udara, hingga bisa sampai ke tanah suci lebih cepat.

Sayangnya, pesawat yang membebankan biaya 16000-an ketika itu kalah dengan kapal laut yang hanya Rp7500, sehingga lebih diminati. Di tahun yang sama (1952), ada 14.031 penumpang jalur laut dan 293 penumpang jalur udara. Pada tahun 70-an, barulah transportasi udara ini laku keras. Hal tersebut membuat perusahaan pengelola perjalanan via laut mengalami kerugian besar dan berakhir bangkrut. Pada tahun 1979, keluarlah SK Menteri Perhubungan No SK-72/OT.001/Pnb-79 yang meniadakan jalur laut. Keadaan ini juga berlangsung hingga sekarang, di mana pesawat menjadi satu-satunya pilihan bagi siapapun yang ingin berhaji.

Pesawat haji pertama, City of Surabaya [Sumber gambar]
Susah juga ya naik haji zaman dahulu. Makanya, embel-embel ‘Haji dan Hajjah’ dulu disematkan kepada mereka yang tinggal di negara yang sangat jauh dengan Arab Saudi. Gelar ini menjadi penghargaan tersendiri karena perjuangannya memang tidak semudah sekarang, bahkan ada yang sampai berkorban nyawa. Bersyukurlah untuk jamaah yang hidup di masa sekarang, berkat kecanggihan zaman semua terasa mudah dan praktis.

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

M. Pardi, Pribumi Lulusan Belanda yang Justru Menjadi Bapak Ilmu Pelayaran Hebat Indonesia

Seperti Tidak Ada Habisnya, Inilah Deretan Pemain Asal Papua yang Siap Jadi Pemain Hebat