in

6 Tokoh Indonesia yang Tidak Dianggap Karena Berseberangan dengan Pemerintah

Foto terakhir eksekusi Kartosuwiryo [Image Source]

Ada sebuah ungkapan bahwa sejarah adalah milik sang pemenang. Karena dari merekalah cerita tentang sejarah tersebut dituliskan. Bukan berarti sejarah yang diungkapkan adalah sebuah kebohongan, namun terkadang ada beberapa hal yang tidak diungkapkan.

Tidak semua tokoh yang dianggap sebagai musuh adalah mereka yang benar-benar melawan bangsa dan negara. Terkadang mereka sebenarnya juga berjasa demi negara, hanya saja karena berseberangan dengan penguasa, mereka akhirnya tidak dianggap dalam sejarah.

1. Kartosuwiryo

Pria dengan nama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo adalah sosok yang juga berjasa pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Ia bergabung dengan PSII dan melandaskan ideologi politiknya pada agama Islam. Ia banyak melakukan penentangan terhadap bangsawan Jawa yang masih saja bekerja sama dengan Belanda. Ia juga rajin menyerukan kepada kaum buruh agar bangkit dan jangan mau ditindas dan direndahkan. Ia menolak organisasi yang diikutinya melakukan kerjasama dengan Belanda dalam hal apapun.

Kartosuwiryo [Image Source]
Kartosuwiryo [Image Source]
Pandangannya yang keras ini akhirnya membawa perpecahan pada masa perang kemerdekaan. Saat itu Indonesia yang masih saja melakukan diplomasi dengan Belanda berada pada posisi lemah. Negara Indonesia yang diakui hanya wilayah Jogjakarta, sementara yang lainnya adalah negara persemakmuran.

Melihat pemimpin Indonesia yang lemah, ia kemudian mendirikan Negara Islam di Jawa Barat karena tidak rela jika negaranya kembali dijajah. Ketika Indonesia telah mencapai NKRI, NII atau Negara Islam Indonesia telah terlanjur berdiri. Maka ia dan kelompoknya kemudian dianggap sebagai pemberontak karena ingin mempertahankan Negara Islam.

Foto terakhir eksekusi Kartosuwiryo [Image Source]
Foto terakhir eksekusi Kartosuwiryo [Image Source]
DI/TII yang ia pimpin dituduh melakukan perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan sehingga rakyat ketakutan. Namun tuduhan ini mulai diragukan oleh beberapa kalangan, apalagi dengan melihat latar belakang Kartosuwiryo yang begitu mendalami agama. Bahkan ada juga yang menganggap bahwa hal ini hanya rekayasa untuk menangkap Kartosuwiryo. Kartosuwiryo yang berhasil tertangkap akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh tentara Indonesia.

2. Sultan Hamid II

Sultan Hamid II pernah menjabat sebagai menteri negara dalam kabinet Hatta meski tanpa portofolio. Ia sendiri sebenarnya adalah Sultan dari Kesultanan Pontianak. Tidak banyak yang tahu bahwa ia sebenarnya adalah perancang dari lambang negara Indonesia, Pancasila. Tidak hanya itu saja, kedekatannya dengan Ratu Yuliana juga membuatnya berhasil membujuk sang ratu untuk menyerahkan seluruh wilayah bekas jajahan Belanda kepada kedaulatan RIS. Namun namanya seolah hilang dalam sejarah karena ia dianggap sebagai sosok di balik pemberontakan APRA.

Sultan Hamid II [Image Source]
Sultan Hamid II [Image Source]
Ia adalah tokoh yang menginginkan agar negara berada dalam bentuk Federal. Keinginan tersebut muncul karena ia ingin daerah Kalimantan Barat yang memiliki banyak kesultanan juga tetap berdiri sebagai daerah istimewa, sama seperti Kesultanan Yogyakarta. Namun niat ini membuatnya dituduh menjadi dalang pemberontakan APRA karena tidak puas dengan pemerintahan. Meski begitu, Sultan Hamid II menolak semua tuduhan tersebut.

Dalam persidangan, MA akhirnya memutuskan Sultan Hamid II bersalah meskipun tidak ada bukti yang cukup kuat. Beberapa pihak menduga bahwa kasus yang mengaitkan Sultan Hamid hanyalah rekayasa untuk membubarkan negara Federal.

Sultan Hamid II bersama presiden Soekarno [Image Source]
Sultan Hamid II bersama presiden Soekarno [Image Source]
Meski begitu, baru 4 tahun bebas dari penjara ia sudah ditangkap lagi dengan tuduhan membuat  makar dan mendirikan organisasi rahasia yang diberi nama Vrijwillige Ondergrondsche Corps (VOC). Ia ditahan selama 4 tahun dan baru bebas setelah era Sukarno lahir. Ida anak Agung Gde Agung menyebutkan bahwa penangkapan tersebut kemungkinan terjadi bukan berdasarkan fakta dan hanya omong kosong belaka karena sejak bebas dari penjara, Sultan Hamid tidak pernah lagi terlibat urusan politik.

3. Tan Malaka

Tan Malaka bisa dibilang sebagai sosok pertama yang berjuang melawan antikolonialisme. Bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (1925) adalah yang pertama mengangkat tentang konsep Negara Indonesia dan menjadi inspirasi beberapa bapak negara seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan lainnya. Ia adalah sosok yang begitu membenci ketidakadilan dan merupakan seseorang yang begitu peduli dengan nasib buruh. Hal inilah yang membuatnya bergabung dengan ISDV, yang kemudian menjadi PKI.

Tan Malaka [Image Source]
Tan Malaka [Image Source]
PKI memang memberikan kenangan buruk bagi Indonesia, namun jasa Tan Malaka tidak boleh begitu saja dilupakan. Tindakannya murni dilakukan demi kesejahteraan pribumi sehingga ia begitu frontal dalam menentang ketidakadilan. Hal ini membuatnya dibuang dan menjadi incaran Belanda.

Saat Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya, Tan Malaka gemas dengan sikap pemerintah Indonesia yang masih lembek dengan Belanda dan terlalu banyak melakukan rundingan. Baginya, kemerdekaan Indonesia sepenuhnya seharusnya sudah tercapai dengan adanya proklamasi tanpa terkecuali. Ia khawatir perjanjian-perjanjian dengan Belanda hanya akan merugikan Indonesia, dan kekhawatirannya benar terjadi.

Kata-kata Tan Malaka [Image Source]
Kata-kata Tan Malaka [Image Source]
Tan Malaka yang jengkel terus membuat gerakan untuk mengusir Belanda. Ia juga yang menghimpun kekuatan untuk menghadapi Agresi Militer Belanda. Namun segala gerakan ini justru dianggap sebagai tindakan pemberontakan. Sejak itu ia diburu oleh tentara Indonesia dan ditembak mati. Hingga kini tidak ada yang tahu di mana makam Tan Malaka.

4. Semaun

Semaun adalah anggota termuda dalam organisasi ISDV yang akhirnya berubah menjadi PKI. Sebelumnya, ia juga pernah bergabung dalam organisasi Sarekat Islam atau SI. Ia adalah tokoh yang vokal dalam masalah kesejahteraan pekerja. Ia memanfaatkan kecerdasan dan kejeliannya sebagai senjata ampuh untuk menyerang kebijakan pemerintah kolonial Belanda.

Semaun [Image Source]
Semaun [Image Source]
Semaun mengorganisasi beberapa aksi mogok buruh secara besar-besaran beberapa kali karena kondisi kerja mereka yang memprihatinkan. Beberapa aksi pemogokan yang dimotori olehnya antara lain pada tahun 1918 yang melibatkan buruh pabrik mebel, tahun 1920 yang melibatkan buruh industri cetak, kemudian juga buruh pabrik gula, selanjutnya tahun 1921 yang melibatkan buruh di pelabuhan Surabaya dan tahun 1922 di rumah pegadaian milik pemerintah Belanda.

Bersama dengan Tan Malaka dan Bergsma, mereka juga melakukan kampanye finansial guna mendukung lebih dari seribu pekerja yang dipecat. Tahun 1923, ia merencanakan demonstrasi besar-besaran yang berhasil dihentikan oleh Belanda. Ia akhirnya dibuang di Belanda. Selama masa pengasingannya, ia akhirnya pergi ke Uni Soviet yang dulu pernah dikunjunginya dan tinggal di sana selama 30 tahun.

Tahun 1953 ia kembali pulang ke Indonesia dan sudah terputus dengan PKI, organisasi yang pernah ia dirikan. Meski begitu, jasanya sebagai seseorang yang peduli dengan kesejahteraan buruh sepertinya jarang terdengar.

5. Alex Event Kawilarang

Alex Evert Kawilarang adalah seorang perwira militer yang termasuk dalam angkatan ’45 dan mantan anggota KNIL. Ia juga merupakan sosok yang membentuk Satuan Komando Tentara Teritorium III pada tahun 1952 yang merupakan cikal bakal Kopassus saat ini. Di bidang militer, ia berperan besar dalam berjuang memerangi penjajah.

Alex Event Kawilarang [Image Source]
Alex Event Kawilarang [Image Source]
Meski begitu, yang paling diingat darinya adalah keterlibatannya dalam pemberontakan PERMESTA atau Perjuangan Rakyat Semesta di Sulawesi Utara. Saat itu ia sebenarnya sudah memiliki jabatan tinggi sebagai atase militer Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC, Amerika. Ketika pemberontakan PERMESTA meletus, ia segera melepaskan jabatannya dan pulang ke Indonesia untuk bergabung menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Permesta.

Pada saat itu, pemberontakan yang terjadi sebenarnya bukanlah usaha untuk memisahkan diri dari Indonesia. Pemberontakan terjadi karena pemerintah pusat dinilai tebang pilih dalam mengembangkan ekonomi Indonesia. Pemerintahan Soekarno dianggap menganaktirikan daerah-daerah di luar Pulau Jawa.

Pemberontakan tersebut akhirnya berhasil ditumpas. Alex Kawilarang menerima amnesti dan abolisi dari Presiden Soekarno namun memilih pensiun dari ketentaraan. Namanya kemudian direhabilitasi dan pangkatnya diturunkan menjadi kolonel purnawirawan. Jasa-jasanya baru diakui dan diberi penghargaan setelah masa pemerintahan B.J. Habibie. Kemudian baru pada 15 April 1999 jasanya sebagai sosok yang membentuk Kopassus diakui.

6. Mohammad Natsir

Mohammad Natsir adalah salah satu sosok yang begitu dihormati di dunia Islam namun dilupakan di negerinya sendiri. Ia mendapatkan berbagai penghargaan dan gelar kehormatan dari negara-negara Islam berkat jasa dan pemikirannya. Namun di Indonesia, ia harus berurusan dengan era pemerintahan Soekarno dan Soeharto yang selalu berseberangan dengan pemikirannya.

Mohammad Natsir [Image Source]
Mohammad Natsir [Image Source]
Pada masa pemerintahan Soekarno, ia banyak mengkritik Soekarno yang kurang memperhatikan kesejahteraan di luar Pulau Jawa. Soekarno yang nasionalisme mengkritik Islam sebagai ideologi serta memuji sekularisasi yang dilakukan Mustafa Kemal Ataturk di Kesultanan Ustmaniyah. Sementara itu, Natsir menyayangkan hancurnya kesultanan Utsmaniyah karena dampak negatif sekularisasi. Hal inilah yang membuat mereka berselisih paham.

Soekarno kemudian mendesak Manai Sophiaan serta para menteri dan anggota parlemen PNI untuk menjatuhkan Kabinet Natsir sebelum ia akhirnya mengundurkan diri. Ia juga terlibat pertentangan dengan pemerintah dan akhirnya bergabung dengan PRRI/Permesta setelah meninggalkan pulau Jawa.

PRRI menuntut otonomi daerah yang lebih luas, namun disalahtafsirkan oleh Soekarno sebagai pemberontakan sehingga ia ditangkap dan dipenjara. Karena keterlibatannya dengan Permesta, ia harus dipenjara dan keluarganya kehilangan rumah serta harta mereka karena diambil pemerintah. Di era Orde baru, ia mengkritik pemerintahan Soeharto yang menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila. Sementara itu, Soeharto menganggap orang yang mengkritik dirinya sebagai penentang Pancasila.

Masa-masa kemerdekaan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan bukanlah saat yang mudah. Banyak pemikir cemerlang yang berusaha untuk memberikan pemikirannya mau dibawa kemana negara kita ini. Namun tentu saja ideologi tersebut akan saling berseteru dengan ideologi lainnya. Namun tidak seharusnya tokoh yang sebenarnya juga memiliki jasa tersebut lantas dilupakan karena ideologi yang berseberangan.

Written by Tetalogi

Leave a Reply

5 Mitos Tentang Cewek Sunda yang Masih Dipercayai Hingga Hari ini

Awas! 7 Sifat Buruk Manusia ini Dijadikan Jalan Masuk Setan Untuk Menguasai Dunia