in

Bernasib Sama Seperti Mimika, Penduduk 4 Daerah Ini Melarat Meski Punya Ladang Emas

Perkataan bahwa Indonesia kaya sumber daya sepertinya belum bisa dibuktikan dengan aksi nyata, pemerataan juga tidak dirasakan oleh sebagian masyarakat. Terbukti dengan penduduk yang menjadi kuli di negeri sendiri. Contohnya saja, di Mimika berdiri kota megah nan indah yang dirancang khusus untuk para penambang Freeport, penduduk aslinya malah tak punya apa-apa.

Ternyata, kasus yang sama tak hanya dialami oleh daerah di Papua ini saja, di beberapa daerah terpencil justru punya potensi tambang emas yang seharusnya bisa membuat penduduk menjadi miliarder. Namun faktanya, mereka hidup serba kekurangan dan melarat. Lebih lengkapnya simak uraian Boombastis berikut ini.

Desa Sambi, mendapatkan emas lebih mudah daripada air bersih

Namanya Sambi, salah satu dusun terpencil yang letaknya ada di hulu Sungai Arut, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Hutan lebat yang menaungi dusun ini punya potensi tambang emas yang menjanjikan, beberapa penambang juga mengeruk emasnya untuk kemudian ditukar dengan rupiah. Namun, fakta kehidupan yang lebih miris tetap saja tidak bisa ditutup-tutupi.

Desa Sambi [Sumber gambar]
Dusun Sambi tidak hanya terpencil dan jauh dari pusat kota saja, akses jalannya juga berlumpur dan masih tanah merah, tak ada penerangan listrik, sinyal pun masih terbilang langka. Tak hanya sampai di situ, air bersih adalah hal yang paling sulit untuk didapatkan di daerah yang terisolasi ini. Masyarakat hanya punya sumur umum yang lebih sering kekeringan. Untuk mengatasi masalah air ini masyarakat mengambil air dari celah-celah batu di rawa-rawa.  Di Sambi, emas lebih mudah ditemukan daripada air?

Hutan kaya emas, masyarakat Korowai menderita gizi buruk dan kelaparan

Masih tentang Papua, kali ini kita lihat kehidupan masyarakat Suku Korowai yang ada di wilayah selatan Papua. Diketahui di hutan Korowai yang berada di antara Kampung Kawe dan Kampung Brukamo terdapat aktivitas pendulangan emas oleh pihak asing sejak pertengahan tahun 2017 lalu. Tak tanggung-tanggung, pencuri emas yang berstatus illegal ini membawa helikopter dan membangun helipad untuk mendukung aktivitas mereka. Hal ini jelas membuat warga marah, karena mereka tak hanya mengambil hak milik mereka saja, tetapi juga menebang hutan tanpa ada persetujuan dan izin terlebih dahulu.

Penambang emas illegal Korowai [Sumber gambar]
Korowai sendiri masuk dalam kategori daerah miskin yang warganya banyak menderita gizi buruk, sehingga nyawa bisa berjatuhan kapan saja. Jangankan tau cara menambang emas, mereka bisa dikatakan jauh dari sentuhan modernisasi. Akhir Januari lalu, beberapa pemuda asli Suku Korowai telah melapor ke pejabat setempat untuk menindaklanjuti pengerukan tambang emas oleh asing ini.

Jalan masih rusak, masyarakat pedalaman Pante Ceureumen sudah dikeruk emasnya

Sumatra yang merupakan kepulauan paling besar Indonesia ini memang banyak sekali menyimpan kekayaan alam. Di Aceh misalnya, ada banyak sekali kabupaten yang memiliki potensi emas seperti Nagan Raya, Pidie, Aceh Jaya, serta Aceh Barat. Namun, salah satu dusun pedalaman Aceh Barat masih mengeluh tak punya infrastruktur lengkap. Untuk mengangkut produk dari pertanian mereka harus melewati jembatan gantung yang hanya bisa dipakai oleh kendaraan roda dua, itu pun terbatas.

Sungai rusak karena penambang emas illegal [Sumber gambar]
Kehidupan masyarakatnya jauh dari kata layak. Penduduk yang tinggal di sekitar tambang yang dikeruk oleh orang illegal harus hidup dengan lingkungan rusak, air sungai keruh dan tak bisa dipakai, padahal kebutuhan MCK rumah tangga mereka berasal dari air tersebut. Kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab?

Alam indah plus tambang emas, jalan akses ke Lebong Tandai sangat mencekam

Kamu pasti tau jika di tugu Monas ada seonggok emas murni, namun dari manakah asalnya? Yap, emas tersebut merupakan sumbangan saudagar Aceh yang diambil dari desa Lebong Tandai, salah satu tambang di Bengkulu Utara. Lebong Tandai ini sudah dari dulu menjadi incaran para kolonial untuk dikeruk dan dijarah, oleh Belanda, Lebong Tandai disebut sebagai Batavia Kecil. Desa Lebong Tandai bisa disebut terasingkan dari dunia luar karena jalan akses menuju ke tempat ini bisa dibilang butuh perjuangan.

Akses ke Lebong Tandai [Sumber gambar]
Dari kota, waktu perjalanan sekitar 6 jam dengan menggunakan alat transportasi pribadi serta angkutan lain yang disebut Molek. Kehidupan di Lebong Tandai memang tidak terlalu melarat dan menyedihkan sih, namun semua fasilitas yang ada di sini termasuk masih belum memadai jika mau dibandingkan dengan tempat yang lebih maju. Contohnya saja, listrik yang masih menggunakan tenaga air sungai. Jika ada sedikit sentuhan perbaikan fasilitas saja, mungkin Lebong Tandai bisa menjadi destinasi wisata yang indah.

Begitulah potret masyarakat yang kekayaannya dimonopoli oleh pihak lain. Mereka yang tinggalnya di pelosok, boro-boro mau merasakan hasil tambang, yang ada mereka terkena lemparan batu saja, dampak buruk dan kemiskinan dari hasil bumi yang dikeruk oleh orang lain. Buminya sih memang kaya, tapi lihat masyarakat yang ada di dalamnya, miskin dan melarat.

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

Langganan Beri Hukuman Mati, 5 Hal Inilah yang Bikin Orang Segan Berbuat Kriminal di Arab Saudi

Di Tengah Ancaman Kepada Wasit, Inilah 5 Pengadil Lapangan yang Disegani Pemain Indonesia