Peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965 atau dikenal sebagai G30S/PKI menyisakan beragam kisah dari para korbannya. Salah satunya seperti yang dialami oleh Sukitman, seorang anggota Polri yang saat kejadian berpangkat Agen Polisi Tingkat II. Beruntung, ia berhasil lolos dari maut meski ikut dibawa oleh pasukan Tjakrabirawa.
Seperti biasa, ia tengah bertugas sebagai anggota polisi di markas Seksi Vm Kebayoran Baru, Wisma AURI di Jalan Iskandarsyah, Jakarta, pada tanggal 30 September 1965. Lewat tengah malam, ia dikejutkan oleh suara rentetan tembakan yang terdengar tak jauh dari pos tempatnya berjaga. Saat itu telah masuk tanggal 1 Oktober 1965
Suara tembakan yang didengarnya ternyata berasal dari rumah salah satu Jenderal yang turut menjadi korban G30S/PKI, yakni Brigadir Jenderal (Anumerta) Donald Izacus Panjaitan. Suasana sekitar di wilayah Jalan Hasanuddin 53, Blok M itu ternyata sudah dipenuhi oleh tentara.
“Berhenti, turun dari sepeda, lemparkan senjata. Angkat tangan!” perintah salah seorang prajurit yang menghadang dirinya. Sukitman hanya bisa pasrah sembari menyerahkan senapan yang dibawanya karena kalah jumlah dengan pasukan tersebut. Mau tak mau, ia kini menuruti apa yang dikatakan prajurit di sana.
Sukitman yang masih dalam kondisi bingung ternyata dibawa ke suatu tempat di daerah Lubang Buaya. Dirinya juga mendengar ucapan salah seorang tentara pada rekannya dalam bahasa Jawa, “Yani wes dipateni (Yani sudah dibunuh)”. Ia pun dihampiri salah satu prajurit dan kemudian dibawa ke tenda. Mereka tahu Sukitman adalah seorang polisi.
Dengan jelas dan gamblang, Sukitman melihat tubuh manusia dimasukkan ke dalam sumur tersebut dengan posisi terbalik. Rentetan senjata laras panjang tampak memberondong badan-badan kaku tersebut hingga sampai ke dasar. Sukitman bergidik ngeri. Terbayang dirinya bakal menjadi korban berikutnya yang bernasib sama.
Sekilas, Sukitman juga sempat melihat sosok Letkol Untung, yang kelak dikenal sebagai dalang dari pemberontakan yang terjadi, berseliweran di antara para penculik tersebut. Ia kemudian dihampiri oleh salah seorang pasukan Cakrabirawa dan menenangkan dirinya agar tidak usah takut karena sama-sama seorang prajurit.
Pada Jumat pagi menjelang Subuh, Sukitman yang terjaga kaget karena pasukan telah berganti. Bukan tentara yang menculiknya. Ia pun mengidentifikasi diri sebagai polisi dari Kebayoran Baru yang ikut dibawa oleh para pasukan penculik. Sukitman kemudian dibawa ke markas Resimen Cakrabirawa dan diperiksa oleh Letkol Ali Ibrahim.
Pada sebuah wawancara di acara “Gema Pancasila” yang ditayangkan oleh TVRI tanggal 6 Oktober 1980, ia disebut oleh Sarwo Edhi Wibowo sebagai sosok yang berjasa dalam menemukan para korban penculikan Gerakan 30 September. Atas bantuan Edhi pula, Sukitman mendapat rekomendasi untuk Sekolah Calon Perwira (Secapa) Polri selama empat bulan di Sukabumi.
BACA JUGA: 5 Daerah Bekas Penumpasan PKI di Indonesia Ini Terkenal Angker
Sukitman yang akhirnya lulus dari sekolah perwira, kemudian ditugaskan di Brigade Motor (BM) pada 1983. Saat pensiun pada 1998, polisi kelahiran 30 Maret 1943 itu berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Hingga dirinya wafat pada di Kota Depok pada 13 Agustus 2007, namanya tetap harum dan berjasa sebagai salah satu saksi dari kekejaman peristiwa G30S/PKI.