Jika dilihat tugasnya, guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Guru Tidak Tetap (GTT) nyaris sama. Bahkan, kebanyakan guru tidak tetap memiliki tanggungan jam mengajar yang lebih banyak daripada guru PNS. Sebab maksimal jam yang ditanggung guru PNS per minggunya hanya 24 jam, berbeda dengan GTT yang tidak memiliki batas minimal. Belum lagi untuk tugas piket, dan lain-lain, semua guru memiliki kewajiban yang sama. Sayangnya, gaji kedua pegawai berstatus berbeda tersebut amatlah timpang.
Guru berstatus PNS pun masih mendapat berbagai tunjangan dari pemerintah, dan tidak begitu halnya dengan guru honorer. Gaji guru honorer biasanya disesuaikan dengan kemampuan sekolah. Karena itu, gaji guru honorer di kota dan daerah pinggiran amat berbeda. Di beberapa daerah terpencil, gaji guru honorer bahkan lebih kecil dari penghasilan seorang pengamen. Ada yang digaji hanya Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per bulan, namun ada juga yang malah dibayar dengan pisang, beras, bahkan hanya ucapan terima kasih.
Guru Di Bengkulu Hanya Dibayar Ucapan Terima Kasih
Berbeda dengan guru-guru PNS yang menikmati gaji penuh, tunjangan, bahkan gaji ke 13, dua orang guru yang mengajar di SDN 129 Kaur tak mendapat apapun. Mengajar di sebuah SD yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, keduanya harus berusaha betah menempati bangunan rapuh, bocor, dan berlobang berukuran 4 x 1.5 meter. Selain itu, kedua perempuan itu tetap bersemangat mengajar 45 murid dari 125 kepala keluarga yang ada. Sejak berdiri pada tahun 2006 hingga 2008, orang tua siswa hanya bisa membalas jasa dua guru tersebut dengan ucapan terimakasih.
Di Pontianak, Guru Dibayar Beberapa Kilogram Beras Saja
Dibayar Pisang dan Rengginang
Guru Non PNS di Lamongan Hanya Digaji Sekitar Rp 50 Ribu
Hingga saat ini, rata-rata guru honorer di beberapa daerah masih diberikan gaji amat kecil. Selain itu, kebanyakan belum mendapat SK dari provinsi masing-masing. Gaji kecil dan status tidak jelas ini jelas miris mengingat tanggung jawab mereka yang sangat besar yaitu mengajar dan mendidik generasi penerus bangsa.