in

Inilah 5 Jasa Gombloh untuk Dunia Musik Indonesia yang Telah Dilupakan Banyak Orang

Selama ini, sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, kita telah didoktrin bahwasanya pahlawan yang kita hormati dan ingat jasa-jasanya itu hanyalah mereka dari kalangan militer dan politik. Padahal, jika menelisik lebih jauh, banyak sekali orang-orang dengan profesi pendidik, pengarang, hingga musikus yang bisa disebut pahlawan Indonesia atas jasa-jasa mereka. Seperti sosok yang telah meninggal 30 tahun yang lalu ini.

Ya, ia adalah Soedjarwoto Soemarsono alias Gombloh. Mempersatukan rakyat Indonesia lewat lagu-lagunya yang nasionalis abis, kini riwayatnya tak pernah dikenang bahkan diingat oleh banyak orang. Maka dari itu, selagi memperingati hari berpulangnya, Boombastis.com akan mengungkap jasa-jasa beliau untuk tanah air, terutama belantara musiknya.

Mengawali Kritik pada Pemerintah Lewat Lagu

Sebelum Iwan Fals, Efek Rumah Kaca, serta Slank membuat karya dengan menyisipkan kritik mereka pada pemerintah, Gombloh sudah terlebih dahulu melakukannya. Lewat lagu Apa Itu Tidak Edan, Berita Cuaca, serta Jawabannya Ada di Timor Timur, Gombloh mencurahkan isi hatinya tentang Indonesia dari pengamatan lekatnya.

Lagu Gombloh Kritisi Pemerintah [image source]
Pada masa kejayaannya, 3 lagu tersebut banyak sekali dinyanyikan oleh rakyat Indonesia. Gombloh pun tidak menyampaikan pesannya secara gamblang, sehingga para pendengarnya pun harus menginterpretasikan lagu tersebut dengan imajinasi masing-masing. Hal tersebut pun membuatnya tak pernah terlibat permasalahan serius dengan antek-antek Orde Baru.

Jiwa Nasionalisme pada Karya-karyanya Membakar Semangat Banyak Orang

Selain kritik, Gombloh pun memberikan bumbu-bumbu nasionalisme yang kuat pada setiap lagunya. Kita pun mengenal sosoknya dari lagu Kebyar-kebyar yang tidak pernah absen diputar ketika 17-an tiba. Selain Kebyar-kebyar, Berkibarlah Bendera Negeriku dan Kami Anak Negeri Ini juga menjadi favorit para anak muda kala itu.

Ikon Nasionalis [image source]
Mengapa begitu? Gombloh benar-benar menuangkan semangat nasionalismenya ke dalam lagu-lagu tersebut, sehingga siapapun yang mendengarkannya pun seolah diajak untuk bangkit dan melindungi negeri ini. Namun sayang, peringatan 17-an belakangan ini lagu Gombloh sudah jarang diperdengarkan lagi.

Memperkenalkan Konsep Tonil Rock kepada Publik

Kecintaannya terhadap musik memang tak tanggung-tanggung. Buktinya saja ketika sudah berstatus sebagai mahasiswa jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh November, Gombloh menyerah pada semester dua dan lebih memilih untuk fokus dalam bermusik. Dilansir dari majalah Aktuil (dalam tirto.id), ternyata Gombloh memiliki sebuah ide cemerlang untuk dunia musik Indonesia.

Tonil Rock [image source]
Hal tersebut bertajuk tonil rock, gabungan antara musik rock yang digilainya dengan opera. Pada wawancaranya dengan majalah Aktuil, ia disebut menirukan gaya musisi Hary Roesli yang mengangkat pula opera. Namun Gombloh dengan tegas menentangnya, ia menyatakan bahwa idenya orisinil dari tahun 1973, wawancara tersebut tahun 1978, dan ia pun melakukan sedikit curcol bahwa orang di daerah memang selalu bernasib dipandang sebelah mata dan disama-samakan dengan mereka yang berkarir di ibukota.

Lagu-lagu Cinta yang Tak Kalah Legendaris dari Kebyar-kebyar

Selain lagu yang mengandung kritik serta jiwa nasionalisme yang kuat, rupanya musisi kelahiran Jombang, 14 Juli 1948 ini memiliki hati yang lembut. Buktinya saja ia juga lihai menulis lagu cinta yang jadi favorit banyak pasangan remaja. Contohnya, lagu Apel (dibaca seperti mengeja ngepel, bukan apel buah), yang lebih dikenal dengan judul di Radio.

Hingga sekarang, lagu tersebut masih sering didendangkan dengan sudah lebih dari 10 kali dibawakan ulang oleh band lokal seperti Lyla dan grup musik besutan MLDJAZZPROJECT. Rasanya lagu-lagu zaman old ini memang tak lekang oleh waktu ya, berbeda dengan lagu kekinian yang hanya bisa keren jika dinyanyikan oleh penyanyi aslinya.

Menciptakan Frase ‘Tai Kucing Rasa Cokelat,’ yang Melekat di Hati

Tak hanya Chairil Anwar yang mampu menciptakan frase legendaris “aku ini binatang jalang” atau Aan Mansyur dengan “kebodohan dan keinginanku untuk memilikimu sekali lagi,” Gombloh pun memiliki sebuah frase yang melekat di hati. Hal tersebut adalah “kalau cinta melekat, tai kucing rasa cokelat.”

Gombloh sang Legenda [image source]
Sontak banyak remaja yang menggunakan frase tersebut ketika sedang menyindir temannya yang sedang kasmaran. Namun, jika dipikir-pikir lagi, pernyataan Gombloh selaras, loh, dengan frasa cinta itu buta, bahwasanya jika orang sedang klepek-klepek, apa saja terasa indah, termasuk tai kucing yang berubah menjadi rasa cokelat.

Meskipun masih ada segelintir orang yang mengingat Gombloh sebagai musisi legendaris tanah air, lebih banyak pula mereka yang sudah melupakannya atau bahkan tidak mengenal sosoknya sama sekali. Lewat ulasan di atas, penulis berharap lebih banyak lagi orang yang terus mengapresiasi musik Indonesia dan mengenang mereka yang meski sudah tiada, karya-karyanya tetap hidup di antara kita semua. Rest in peace, Gombloh.

Written by Harsadakara

English Literature Graduate. A part time writer and full time cancerian dreamer who love to read. Joining Boombastis.com in August 2017. I cook words of socio-culture, people, and entertainment world for making a delicious writing, not only serving but worth reading. Mind to share your thoughts with a cup of asian dolce latte?

Leave a Reply

7 Fenomena ‘Salah Kostum’ Jokowi Ini Sukses Bikin Netizen Bertanya-tanya

5 Ramalan Menakutkan Nostradamus Tentang Tahun 2018, Siap-siap Dibikin Merinding!