Sejak meraih kemerdekaan pada 1945 silam, perjalanan Indonesia sebagai negara berdaulat diwarnai dengan sejumlah aksi separatisme yang berujung pada pemberontakan bersenjata. Permesta, DI/TII higga RMS, adalah kelompok-kelompok yang pernah bertikai dengan Indonesia. Meski kini telah di tumpas habis, masih ada gerakan separatisme lainnya yang dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dibentuk pada tahun 1965, Organisasi Papua Merdeka (OPM) berdiri untuk menentang pemerintah Indonesia di tanah mereka. Setelah diserahkan oleh Belanda, masyarakat Papua berhak menentukan nasib mereka melalui Pepera pada 1969 di bawah Perjanjian New York. Hasilnya, Papua memilih integrasi kepada Indonesia. Beberapa penduduk lokal yang tak puas, akhirnya membentuk sebuah gerakan perlawanan yang diwadahi oleh lemabaga yang bernama OPM.
Berawal dari tiga sosok yang berpengaruh
Menargetkan Freeport sebagai sasaran

Selain berhadapan dengan militer Indonesia, OPM juga kerap menargetkan warga sipil dan Freeport sebagai sasaran tembak. Mulai 23 Juli sampai 7 September 1977, milisi OPM kerap mengirim surat ancaman kepada pimpinan Freeport Indonesia. Mereka meminta sumbangan dan dukungan guna melancarkan pemberontakan musim semi terhadap TNI. Karena perusahaan tak bergeming sedikitpun, para anggota OPM kerap memotong jalur pipa slurry dan bahan bakar, memutus kabel telepon dan listrik, membakar sebuah gudang, dan meledakkan bom di sejumlah fasilitas perusahaan.
Sempat mengajukan lobby-lobby internasional
Miliki cabang sayap militer tersendiri
Kembali menyatakan perang terhadap TNI/POLRI dan Freeport
Selepas Jenderal Goliath Tabuni, tampuk kepemimpina kini diserahkan kepada Mayor Jenderal G. Lekkagak Telenggen. Seusai dilantik sebagai Kepala Staf Operasi Komando Nasional TPNPB pada 2 Februari 2018, di Markas Kimagi, Distrik Yambi, Puncakjaya, Papua, ia langsung mengluarkan sebuah ultimatum bernada ancaman. Dengan bahasa Indonesia yang patah-patah, ia menyerukan agar TNI/Polri tunduk pada TPNPB. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga diseru untuk menutup bisnis tambangnya di Indonesia.
Selama dunia internasional seperti Inggris yang mendukung eksitensi OPM, sepanjang itu pula konflik bersenjata terus berlangsung. Indonesia pun harus tegas turun tangan menangani permasalahan tersebut. Bukan hanya persoalan persatuan dan harga diri bangsa saja. Melainkan juga menyelamatkan generasi muda dari radikalisasi OPM dan perang berdarah yang menuntut korban dari rakyat sipil. Mudah-mudahan ya Sahabat Boombastis.