Indonesia yang terkenal akan kekayaan alam dan budayanya, banyak menyimpan keanekaragaman dan bermacam jenis suku bangsa dengan kepercayaan adatnya masing-masing. Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, ada sekitar 245 agama kepercayaan sebagai bagian dari kearifan lokal yang terdaftar. Jumlah pemeluknya pun mencapai 400.000 orang. Salah satu dari sekian agama lokal tersebut adalah Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan tradisional yang asli berasal dari tanah Pasundan.
Agama tersebut telah dianut selama ribuan tahun oleh mereka yang mendiami kawasan Jawa Barat. Karena tak diakui secara resmi oleh Pemerintah, banyak dari penganut kepercayaan ini merasa ‘tersisihkan’ dari masyarakat modern. Salah satunya adalah seorang gadis 18 tahun yang mencoba berjuang melawan diskriminasi yang dialaminya. Seperti apa kisah dan perjuangannya menembus dimensi keterasingan? simak ulasan dibawah berikut ini.
Salah satu penganut kepercayaan yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka adalah Anih Kurniasih. Gadis 18 tahun asal Desa Cigugur, Kuningan, jawa Barat tersebut, merupakan sekian dari ratusan warga negara Indonesia yang saat ini masih memeluk agama dan tradisi nenek moyang mereka.
Jika bisa memilih, tentu Anih dan keluarganya ingin lahir dan hidup normal layaknya masyarakat modern pada saat ini. Namun sayang, hanya karena perbedaan yang mendasar mengenai kepercayaan kuno yang dianutnya, ia dan keluargnya seolah tersisih dari pusaran masyarakat yang mengelilinginya. Salah satunya adalah, ia mendapatkan perlakuan ‘istimewa’ yang lain daripada lainnya.
Kehidupan sekolah yang beraneka ragam dan majemuk, seolah tak pernah memberi ruang gerak yang luas bagi seorang Anih Kurniasih. Hanya karena berbeda sudut pandang dari agama yang diakui secara resmi oleh Pemerintah, membuat dirinya dilihat sebagai sosok gadis yang unik diantara lainnya. Yang miris, ia pun kerap menerima cacian bahkan bully-an dari teman-teman di sekolahnya.
Tak hanya dirinya, bahkan sang ibu pun harus kerepotan dalam mengurus akta kelahiran milik anak-anak mereka. Alhasil, Anih pun hingga saat ini belum memiliki akta lahir secara sah dari Dinas terkait. Bahkan, pihak administrasi menyarankan agar kedua orang tuanya yang menikah secara adat, agar melakukan pernikahan ulang di KUA agar memiliki akta nikah resmi dari negara.
Dalam penelusuran sejarah, penganut kepercayaan ini melakukan ritual pemujaan terhadap kekuatan alam dan leluhur. Bisa dibilang, kepercayaan ini merupakan aliran animisme dan dinamisme yang menjadi agama asli masyarakat Sunda sejak zaman dahulu. Bahkan sebelum pengaruh Islam dan Hindu masuk ke tanah Nusantara, agama ini menjadi mayoritas penduduk pada saat itu.
Meski mendapatkan perlakuan tidak enak dan diskriminasi, sosok Anih Kurniasih masih tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Yang mengharukan, ia ingin tetap melestarikan dari apa yang telah diwariskan oleh leluhur dan orang tuanya hingga saat ini. Semoga apa yang terjadi pada Anih, tidak terulang kembali, khususnya pada generasi muda saat ini yang kerap berseteru hanya karena perbedaan kepercayaan dalam beragama.
Namanya juga penipu. Akan selalu ada cara untuk membuat korbannya tidak berkutik demi merampas harta…
Sunmori atau Sunday Morning Ride adalah salah satu hobi masyarakat Indonesia. Para pemilik kendaraan roda…
Makan Bergizi Gratis (MBG) nampaknya harus secepatnya melakukan penyempurnaan. Pasalnya, masih banyak ditemui beragam kasus…
Paus Fransiskus tutup usia pada hari Senin 21 April 2025. Berita yang cukup mengagetkan mengingat…
Sudah bukan rahasianya Donald Trump saja, seluruh dunia juga tahu kalau umat manusia sedang terancam…
Kasus pelecehan pasien yang melibatkan dokter saat ini marak menjadi buah bibir masyarakat. Kejadiannya nyaris…