in

5 Fakta Tentang Insiden Maut Tewasnya Bocah Ketika Pembagian Sembako di Monas

Siuasana lapangan yang sesak manusia [Sumber gambar]

Pekan lalu, sebuah acara bagi-bagi sembako yang diselenggarakan oleh Forum Untukmu Indonesia (FUI) yang bertajuk ‘Berkarya dalam Harmoni’ di depan Monumen Nasional (Monas) menyisakan duka di hati para keluarga yang ditinggalkan. Pasalnya, dua bocah laki-laki bernama Muhammad Rizki (10) dan Mahesa Junaedi (12) meninggal karena diduga berdesak-desakan di antara para pemburu bahan makanan tersebut.

Kedua bocah itu harus bernasib malang dan terjepit dalam sesak lautan manusia. Anehnya, ada hal yang masih mengganjal di hati keluarga mereka yang ditinggalkan. Kasus yang akan diusut ini masih simpang siur dan belum ada keputusan finalnya. Nah, untuk lebih detail, inilah fakta di balik kematian 2 bocah yang ikut berebut sembako ini.

Kronologi kejadian di lapangan

Suasana lapangan yang sesak manusia [Sumber gambar]

Pada hari pembagian sembako, korban bernama Rizki diajak oleh sang ibu, Komariah turut serta mengantre di halaman Monas. Rizki yang menderita Down Syndrome memang dibawa serta karena tidak bisa ditinggal sendiri di rumah. Namun, kondisi yang panas serta sesak manusia membuatnya terhimpit dan lepas dari pegangan sang ibu. Rizki terseret dan terinjak, Komariah sempat membawa anaknya keluar dari kericuhan tersebut ke bawah pohon. Saat itu, Rizki sudah kejang dan muntah-muntah. Rizki dinyatakan meninggal setelah menjalani sejumlah perawatan di RSUD Tarakan pada pukul 04.35.

Sedangkan korban bernama Mahesa yang juga ikut dalam aksi sama juga tidak bisa terselamatkan. Mahesa juga dibawa ke rumah sakit yang sama. Namun, menurut keterangan dokter, ia dinyatakan meninggal karena persistensi hiperpireksia (suhu badan di atas 40 derajat Celsius) dan heat stroke (dehidrasi).

Panitia tidak memberikan pertolongan

Mengenai kematian kedua bocah di atas, orangtua dari Rizki sempat meminta pertolongan kepada pihak panitia setelah membawa anaknya ke bawah pohon. Sayang, beberapa panitia di TKP terkesan abai dan tak menggubris hal ini. Komariah akhirnya dibantu oleh dua orang TNI yang sedang bertugas.

https://www.youtube.com/watch?v=uY5WC07ZUyg

Rizki kemudian dibawa ke tenda medis. Namun, kekurangan peralatan untuk pertolongan membuat bocah tersebut dilarikan ke RSUD Tarakan hingga akhirnya meninggal dunia.

Adanya dugaan pemberian uang ‘bungkam’ mulut oleh panitia

Atas kasus ini, Muhammad Fayyadh selaku kuasa hukum keluarga korban mengatakan jika ia akan menuntut kasus ini sampai selesai. Namun, ada hal mengganjal yang disampaikan oleh Fayyadh, yaitu adanya perwakilan relawan Merah Putih yang datang menyampaikan belasungkawa dengan membawa sejumlah uang dan meminta keluarga korban tutup mulut.

Kediaman korban Rizki [Sumber gambar]
Menurut pengakuan kakak dari korban, relawan tersebut datang dua hari pasca kejadian dengan membawa uang 5 juta rupiah. Sedangkan untuk korban Mahesa, uang yang diberikan yaitu 10 juta. Dengan cara ‘bungkam’ melalui uang tersebut mereka meminta untuk tidak menceritakan kronologis ini kepada siapapun. Dengan tegas, Fayyadh mengaku tetap akan membuka hal ini kepada publik.

Perbedaan cerita versi keluarga dan Polda Metro Jaya

Ada perbedaan versi cerita keluarga dengan pihak Polda Metro Jaya. Seperti yang sudah penulis jabarkan di atas, keluarga percaya jika kematian kedua bocah tersebut karena insiden maut berdesakan saat pembagian sembako. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wagub DKI, Sandiaga Uno. Ia bahkan meminta maaf atas tindakan yang menghilangkan nyawa dua anak asal Pademangan, Jakarta Utara tersebut.

https://www.youtube.com/watch?v=QBv_bOMkpqQ

Sementara itu, Polda Metro Jaya ada di pihak oposisi yang tak sepakat dengan pernyataan Sandiaga dan keluarga korban. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono bahkan mengatakan hal tersebut keliru, karena bisa jadi keduanya meninggal sebab terlalu tingginya suhu badan dan kekurangan cairan (dehidrasi).

Meminta kasus diusut sampai tuntas

Ya, di tengah kesimpangsiuran berita, kuasa hukum dari ibu korban sudah menuntut ketua panitia pelaksana acara, Dave Revano Santosa. Melalui kuasa hukumnya, dalam laporan LP/578/V/2018/Bareskrim Dave dijerat dengan pasal 359 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.

Kuasa hukum dan ibu korban [Sumber gambar]
Palaporan ini jelas atas dasar kelalaian Dave dalam mengelola sebuah acara hingga berujung jatuhnya korban jiwa. Yang paling menjadi sesalan dan ganjalan di hati adalah kurangnya pengarahan kepada panitia penyelenggara yang kesannya acuh terhadap Rizki yang ketika itu butuh pertolongan.

Memang, kegiatan yang melibatkan ribuan jiwa yang sering diadakan ini dapat dipastikan memantik kericuhan. Ditambah lagi, menurut Sandiaga, persiapan acara memang tidak matang, bisa dilihat dari tidak adanya antisipasi panitia terhadap acara yang membludak. Jika mungkin peserta antre bisa dikondisikan, mungkin tak akan ada korban jiwa yang melayang.

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

Pertontonkan 4 Hal ini, Suporter Klub Kasta Kedua PSS Sukses Menjadi yang Terbaik di Asia

Mengenang Kembali Perjuangan Liverpool di Final Liga Champions 2005 yang Mampu Ubah Dunia