in

Mengenal Parlindoengan Loebis, Satu-satunya Orang Indonesia yang Lolos dari Kamp Konsentrasi Nazi

Autobiografi Perlindoengan Lubis

Dari sekian banyak pahlawan Indonesia, ternyata ada satu tokoh nasionalis Tanah Air yang kurang begitu diketahui mayoritas orang. Namanya adalah Parlindoengan Loebis. Siapa itu Parlindoengan Loebis? Ia adalah orang Indonesia asli yang mana pada saat Bumi Pertiwi masih dikuasai Belanda, dirinya pernah ditahan di kamp konsentrasi Nazi Jerman. Hal ini terjadi ketika Perang Dunia II. Kok bisa? Berikut penggalan ceritanya.

Parlindoengan Loebis adalah putra asli Indonesia yang tidak memiliki setetes pun darah Yahudi di urat nadinya. Dia adalah seorang Batak tulen dari Mandailing. Parlindoengan Loebis lahir di Toru, Tapanuli Selatan pada tanggal 30 Juni 1910 yang pada saat dewasa berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar ilmu kedokteran.

Autobiografi Parlindoengan Lubis [Image Source]
Setelah lulus Kandidat I, dia aktif di Islamieten Bond dan Jong Batak yang mana kemudian bergabung dengan PPPI dan Indonesia Moeda. Pada saat pecah Perang Dunia II, Parlindoengan Loebis masih berada di Belanda walaupun Negara Kincir Angin tersebut nyaris lumpuh karena diporakporandakan tentara Nazi Jerman.

Namun malang bagi Parlindoengan Loebis di saat itu. Setelah lulus kuliah di Leiden dan menikah di Harleem, dia sempat membuka praktik kerja di Amsterdam, namun pada tanggal 26 Juni 1941, ada 2 orang reserse dari Belanda yang menjemput paksa dirinya.

Tanpa penjelasan lebih lanjut sebelumnya, Parlindoengan Loebis dijebloskan ke penjara yang mana kemudian dipindahkan ke kamp konsentrasi pada tahun 1941. Setelah mendekam di penjara, Parlindoengan Loebis akhirnya mengetahui bahwa dia dianggap membela Soviet yang menggunakan paham Stalin.

Kamp Konsentras Nazi [Image Source]
Memang, sebelum dijebloskan ke penjara, Parlindoengan Loebis sempat bergabung dengan Perhimpoenan Indonesia (PI) yang berhaluan kiri dengan ‘nafas’ stalin. PI juga sempat bekerja sama dengan Partai Komunis Belanda serta Partai Sosialis (SDAP). Dikarenakan hal itulah, semua orang yang dianggap menggunakan paham Stalin harus ditangkap dan dimasukkan ke kamp konsentrasi.

Sebanyak 4 kali, Parlindoengan Loebis dipindah-pindahkan dari satu kamp ke kamp lainnya dan berakhir di kamp Buchenwald. Dia juga mengisahkan dalam bukunya, bahwa penyiksaan secara sedih sudah menjadi ‘makanan’ sehari-hari. Dia dipaksa untuk bekerja layaknya tawanan Nazi Jerman yang rata-rata adalah orang Yahudi.

Di Buchenwald, dia bersama tawanan-tawanan lainnya harus bekerja selama 7 hari dalam seminggu dan 14 jam setiap harinya tanpa diperbolehkan istirahat. Jika ada yang beristirahat, mengobrol atau malas-malasan, maka akan dipukuli atau bahkan ditembak di tempat.

Pada di tahun 1944, kamp yang ditinggali Parlindoengan Parlindoengan Loebis porak-poranda karena pasukan Sekutu membombadir melalui serangan utara. Mayoritas tawanan di sana tewas karena serangan bom tersebut, namun beruntung bagi Parlindoengan Loebis, dia selamat karena sebelumnya telah dipindahkan ke kamp Sachsenhausen (Jerman). Berada di kamp ini dirinya merasakan pelayanan yang lebih layak dibandingkan dengan kekejaman kamp-kamp sebelumnya. Di sana dirinya dipusatkan menjadi dokter kamp.

Parlindoengan Loebis [Image Source]
Saat pasukan Sekutu kembali melakukan penyerangan, terutama di Sachsenhausen, semua tawanan dijadikan satu dan disuruh berbaris oleh pasukan Nazi Jerman. Walaupun mengatakan bahwa akan menyelamatkan mereka yang ditawan, namun hukuman tembak di tempat diberlakukan kepada para tawanan yang keluar barisan.

Semua tawanan dipaksa untuk terus bergerak ke arah barat dan berhenti di Kampung Grabouw. Di saat ada kesempatan, Parlindoengan Loebis berhasil melarikan diri dan bersembunyi di kampung tersebut. Dia berhasil meloloskan diri dan kembali menjadi orang bebas saat tentara Rusia menguasai daerah sekitar tersebut.

Dia sempat dibawa ke kawasan Rusia namun Parlindoengan Loebis merasa tidak betah dan akhirnya kembali melarikan diri dengan menyeberangi Sungai Elbe dan masuk ke kawasan Sekutu Barat dan menumpang kereta untuk menuju ke Masstricht, Belanda. Setibanya di Maastricht, Parlindoengan Loebis melanjutkan perjalanan ke Amsterdam dan bertemu keluarganya di sana.

Pada tahun 1945, Parlindoengan Loebis mendengar bahwa Indonesia telah merdeka dan dia secara langsung menyatakan diri menjadi bagian dari Republik Indonesia. Setelah Perang Dunia II usai, dia sempat bekerja sebagai pasukan NICA yang mana masih sangat memusuhi Indonesia, negaranya sendiri.

Berpangkat Mayor NICA, Parlindoengan Loebis menyelundupkan Dr Setia Boedi atau Dr Douwes Dekker untuk kembali ke Tanah Air. Di Indonesia dia meneruskan karirnya sebagai dokter dan tidak mau berkecimpung dalam dunia politik.

Saat Indonesia gencar masalah komunisme dan PKI, Parlindoengan Loebis pernah difitnah ikut ke dalam golongan kiri tersebut dan menegaskan bahwa dia tidak ingin mendukung siapapun. Dia tetap bekerja sebagai dokter di PT Timah Belitung dan baru pindah ke Jakarta saat istrinya meninggal dunia pada tahun 1994 lalu.

Written by dwiandika

Leave a Reply

Ebu Gogo, Makhluk Kanibal Misterius yang Dipercaya Mendiami Daratan Flores

Kisah Tebo, Anak Hasil Hubungan Manusia dan Gendruwo yang Misterius