Baru di Indonesia, ketika teror mengguncang sebuah institusi pendidikan. Di tengah-tengah pelaksanaan salat Jumat (7/11/2025) siang, tiba-tiba terdengar ledakan misterius yang guncangannya berasal dari SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Lebih miris lagi, ditemukan fakta bahwa pelaku adalah murid dari sekolah tersebut. Bagaimana mungkin anak usia remaja memiliki kekuatan dan keberanian untuk menebar ketakutan sebesar itu?
Tak hanya satu, tapi tujuh peledak
Wajah ketakutan tampak terlihat pada anak-anak yang berlarian. Mereka berhamburan menyelamatkan diri setelah mendengar dentuman keras empat kali dari dua lokasi berbeda di lingkungan tempat mereka belajar.
Usut punya usut, seorang siswa ternyata nekat menyalakan peledak tersebut. Parahnya, ternyata dia sudah menyiapkan tujuh bahan peledak. Hanya empat yang aktif sementara tiga lainnya gagal meledak.
Ledakan terjadi saat salat Jumat
Sumber ledakan tersebut berasal dari masjid yang ada di area sekolah. Padahal saat itu sedang banyak berkumpul jamaah yang melaksanakan salat Jumat bersama.
Saksi mengatakan bahwa ledakan pertama terjadi saat khutbah berlangsung. Dilanjutkan dengan rentetan dentuman berikutnya dari arah yang berbeda, yaitu di Taman Baca dan Bank Sampah.
Jumlah korban mencapai 96 orang, motif karena perundungan?
Karena meledak di tempat dengan konsentrasi massa yang banyak, jumlah korban pun berlipat ganda. Diperkirakan sebanyak 96 mengalami trauma atas teror tersebut. Dari jumlah tersebut, 28 orang harus menjalani perawan di beberapa rumah sakit, yaitu 13 pasien di RS Islam Cempaka Putih, 14 di RS Yarsi, dan 1 di RS Pertamina Jaya.
Yang menarik, penyidik mengungkapkan bahwa pelaku peledakan sering merasa sendirian, tanpa ada perhatian dari lingkungan keluarga dan sekolah. Diperkirakan, inilah motif yang mendasari perbuatan nekat siswa tersebut untuk melakukan peledakan di sekolahnya.
Meski begitu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin memastikan bahwa tindakan sang anak adalah perbuatan yang salah dan melanggar hukum, yaitu pasal 80 ayat 2 juncto, pasal 355 KUHP dan 187 KUHP dan 1 ayat 1 UU Darurat.
Beraksi sendiri, rakit bom dengan belajar dari internet
PPID Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana menjelaskan bahwa siswa yang meledakkan bom di sekolahnya itu beraksi sendiri, tanpa ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengganggu keamanan masyarakat. Densus 88 akhirnya menyimpulkan bahwa tindakan ini bukan bagian dari pidana terorisme.
Berdasarkan penelusuran yang lebih lanjut, Densus 88 menemukan bukti lain bahwa pelaku merakit bahan peledak sendiri. Ia mempelajari semuanya dengan melihat tutorial membuat bom yang ada di internet.
Densus temukan akses menuju dark web dan tayangan kekerasan
Selain itu, Densus juga menemukan fakta lain bahwa pelaku kerap mengunjungi komunitas online yang menyukai gambaran-gambaran kekerasan ekstrim melalui situs gelap, atau dark web. Situs yang dikunjungi menayangkan foto atau video dari korban kekerasan atau kecelakaan secara brutal, baik karena perang, pembunuhan, atau kejadian-kejadian lainnya.
Dari sini kita belajar bahwa di masa yang labil, penting bagi orang tua dan semua pihak untuk memberikan perhatian lebih dalam kepada anak-anak. Kepedulian itu perlu, terutama bagi mereka yang sedang memasuki masa-masa mencari jati diri.
Satu sudah terjadi. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi.


