in

Meski Tidak Memiliki Kaki, Pria Ini Rela Tidak Dibayar Demi Mengatur Lalu Lintas

Tidak pernah menyerah [image source]

Menjadi seorang yang peduli pada yang lainnya tidak harus kaya. Cukup dengan hal sepele seperti membantu lansia menyeberang jalan, membersihkan sampah berserakan, itu sudah merupakan hal yang besar. Sayangnya banyak orang masih menunggu sukses atau kaya dulu baru membantu orang lain.

Hal itu sangat berbeda dengan apa yang dilakukan seorang penyandang cacat di Tangerang. Justru karena dia kekurangan, dia malah mengabdikan dirinya pada lingkungan. Tanpa bayaran, dia rela menjadi seorang penjaga lalu lintas. Sangat mulia dan terhormat sekali sikap orang ini. Tertarik dengan sosok itu? Simak ulasan berikut.

Bukan seorang yang sempurna

Tidak punya kaki [image sourc]
Tidak seperti orang lainnya, Supardi bukanlah seorang yang sempurna. Akibat kecelakaan Supardi harus merelakan kakinya harus diamputasi. Malang nian nasib orang ini, akhirnya dia harus berjuang keras demi hidup. Namun Supardi terbilang sangat tabah, dengan cobaan yang berat seperti itu dia masih tidak menyerah dalam hidup. Orang seperti Supardi ini yang seharusnya dicontoh, semangatnya harus bakal menginspirasi yang lainnya. Uniknya dalam keadaan seperti itu Supardi masih saja berkorban demi orang lain.

Pernah menjadi seorang kondektur

Pernah jadi kondektur [image source]
Sebelumnya Supardi adalah seorang kondektur bus. Namun karena kecelakaan saat dia bekerja membuat Pardi harus merelakan kakinya. Karena kejadian tersebut Pardi sempat down namun tak selang beberapa lama semangatnya kembali pulih. Dia tetap tegar menahan cobaan hidup yang begitu berat, asam garam kehidupan telah dilalui oleh seorang Pardi. Setelah kecelakaan, pardi sempat beberapa lama tidak bekerja, namun kemudian dia memilih bangkit dari keterpurukan dengan bekerja dengan apapun yang dia miliki. Pardi jelas tidak mau mengemis ataupun meminta-minta.

Sering mendapatkan perilaku buruk

Tidak pernah menyerah [image source]
Banyak sekali perilaku buruk yang didapatkan Pardi saat melakukan kegiatannya. Sering yang seenaknya nyelonong saat di atur, ada juga yang berkata kasar. Perlakukan tersebut baginya hanya seperti bumbu dalam kehidupannya. Pardi tidak mau mengambil hati masalah tersebut. Dia memaklumi hal tersebut karena mungkin orang-orang itu memang sedang terburu-buru karena hal terdesak. Pardi tidak mau menyalahkan mereka. Kesabaran Pardi ini patut diacungi jempol karena dia tetap tabah meskipun bakal banyak orang yang berperilaku buruk padanya. Memang itulah yang bakal di alami oleh seorang relawan penjaga lalu lintas seperti dia, apalagi dia fisiknya bukanlah orang yang sempurna, pasti bakal lebih buruk perlakukannya

Rela tidak dibayar

Rela tidak dibayar [image source]
Menjadi seorang relawan berarti rela untuk mengabdikan dirinya meskipun tidak akan mendapatkan uang sepeser pun. Tidak ada yang membayar Pardi, mungkin beberapa orang yang memberikan uang seadanya saat dia melakukan tugasnya. Tanpa ada niatan khusus, dia hanya ikhlas dalam mengabdikan dirinya. Cuma dengan menjadi seorang penjaga lalu lintas dia merasa bisa berguna bagi masyarakat. Pardi sudah tidak memiliki kaki, hal yang bisa dia lakukan sangat terbatas. Namun dari pada menyerah, Pardi lebih memilih untuk berjuang sekuat tenaga. Dan ya, hanya ini yang dapat dia lakukan. Banyak orang yang kadang memberikan sedikit rezekinya saat di jalan raya, Pardi bersyukur, mungkin itulah tambahan rezeki yang dilimpahkan Tuhan terhadap dirinya. Lebih baik seperti itu daripada dirinya harus meminta-minta seperti disabilitas lainnya.

Hal yang dilakukan Pardi seharusnya menjadi contoh buat kita. Apalagi Pardi bukanlah orang yang sempurna, bahkan dia rela mengabdi tidak dibayar demi orang lain. Kita seharusnya sangat malu dengan apa yang Pardi lakukan. Semangatnya dan kepeduliannya harus kita tiru, apalagi kita lebih sempurna ketimbang Pardi.

Written by Arief

Seng penting yakin.....

Leave a Reply

5 Sekolah Bisnis Populer di Indonesia untuk Kalian yang Pengen Jadi Pengusaha Pasca Lulus SMA

Kisah Konyol Para Kriminal yang Kabur dan Mampir ke ‘Kandang Singa’