Gagal juara menjadi sebuah takdir yang harus diterima Kroasia di final Piala Dunia 2018 kemarin. Hasil yang sebenarnya juga mempertegas bagaimana dominasi tim Perancis di ajang tersebut kepada mereka. Namun kegagalan itu nyatanya tidak diratapi terlalu dalam oleh Luka Modric dan kawan-kawan. Kendati tetap ada kecewa, namun mereka masih bisa tersenyum. Bandingkan saja dengan Lionel Messi yang kalah di fase yang sama lima tahun lalu, frustasi, luka, dan beban menjadi satu di dirinya.
Kembali soal Kroasia, gestur yang dipertontonkan kemarin adalah bukti apabila mereka telah memainkan sepak bola dengan maksimal. Toh, mau kalah atau menang olahraga ini adalah nyawa kedua untuk negara yang jumlah penduduknya tidak lebih dari seperempat Indonesia itu.
Sebelum berdiri sebagai sebuah negara di Benua Biru, Kroasia adalah salah satu gabungan dari banyak negara Eropa Timur bernama Yugoslavia. Namun, setelah meninggalnya pemersatu mereka yakni Josef Broz Tito perlahan percik-percik perpecahan mulai muncul.
Namun seperti seruan kiai yang mengatakan apabila tuhan selalu memberikan pertolongan untuk umatnya. Hal tersebut nyatanya terjadi, kala Franjo Tudjiman membawa gagasan akan sepak bola yang membawa identitas untuk negara. Dibantu Zvonir Boban mereka gunakan olahraga ini untuk bersatu padu menggulung kesewenangan.
BACA JUGA: Seperti Semut Membunuh Gajah, 5 Timnas Negara Kecil Ini Sukses Kalahkan Tim Raksasa
Dihadapkan kedua orang itu olahraga ini dipermak hingga menjadi sebuah medium kebangkitan Kroasia dari rasa sakit Perang Balkan. Lapangan-lapangan didirikan sepak bola di revolusi sedemikian rupa supana benar-benar bisa membentuk seperti yang Tudjiman katakan. Dan terbukti kini setelah 20 kelolosan mereka ke semifinal Piala Dunia 1998, Kroasia kembali ke puncak ajang tersebut. Siapa yang menyangka, sepak bola juga bisa membawa hal-hal luar biasa seperti ini.