in

Berjuang Seorang Diri, Kisah Miris Kakek yang Ingin Membebaskan Desanya Dari Kekeringan Ini Bikin Terenyuh

Bencana kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia, sedikit banyak telah menghancurkan sendi perekonomian serta kehidupan masyarakat di pedesaan. Belum lagi kegiatan penebangan hutan yang dilakukan secara masif dan ilegal, turut memperparah kondisi dan ekosistem lingkungan hutan tersebut.

Namun, ditengah-tengah tandusnya keadaan, munculah sesosok kakek berhati mulia yang ingin menghentikan penderitaan panjang tersebut. Bak mata air, kegigihan dan semangatnya yang ingin membebaskan desanya dari bencana kekeringan, sangat menyentuh hati siapa saja. Meski sempat diejek, dirinya terus bekerja sendirian tanpa berharap imbalan dan ketenaran pada orang lain. Bagaimana lika-liku pejuangannya membebaskan wilayahnya dari kekeringan? simak ulasan berikut ini.

Kebakaran hutan dan ulah rakus manusia yang menjadi awal bencana

Benarlah sebuah pepatah klasik mengatakan ‘bermain air basah, bermain api hangus’. Hal tersebut tampaknya terjadi pada hutan Gendo yang terletak di Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. Sudah beberapa dekade, desa yang ditinggali oleh kakek Sadiman tersebut menghadapi kekeringan panjang.

Ilustrasi kebakaran hutan [sumber gambar]
Kebakaran hutan yang diperparah dengan penebangan hutan secara membabi buta, telah membuat rumput meranggas dan pepohonan menjadi gundul. Yang parah, mata air pun ikut mati karena peristiwa tersebut. Alhasil, saat musim kemarau tiba, penduduk Desa Geneng dan Conto yang terletak di lereng selalu mengalami defisir air bersih. Terlebih, sungai yang ada pun juga ikut mengering.

Sosok pahlawan yang datang sebagai penyelamat

Tak tahan melihat kondisi memilukan tersebut, Sadimin tampil sebagai penyelamat dengan usahanya yang tergolong tak biasa tersebut. Terhitung, sejak awal 1990-an, dirinya terus menanam bibit pohon di Hutan Gendol yang kepemilikannya dikelola oleh negara. Hingga saat ini, ada sekitar 11.000 pohon yang 4.000 diantaranya merupakan pohon beringin, telah ia tanam dengan modalnya sendiri.

Seorang diri menanam pohon [sumber gambar]
Atas inisiatifnya tersebut, pihak Perhutani pun mengijinkan dirinya menanami lahan-lahan yang masih kosong di sekitaran hutan tersebut. Tujuan penanaman pohon tersebut adalah, kembalinya sumber mata air yang selama ini diidam-idamkan oleh masyarakat kedua desa tersebut.

Petani sederhana yang berbekal ketulusan untuk membantu

Sosok Sadiman bukanlah seorang yang berlimpah secara materi. Pekerjaan sehari-harinya hanyalah seorang Petani biasa. Meski begitu, niat tulusnya ingin membebaskan desanya dari cengkeraman kekeringan, membuatnya dirinya begitu dihormati. Pekerjaan sehari-harinya sebagai petani dan peternak, memang tidak menjanjikan harta benda. Namun, ia ikhlas mengeluarkan biaya dari kocek pribadinya untuk membeli bibit pohon beringin.

Kerja keras disertai niat yang tulus [sumber gambar]
Sayangnya, harga bibit pohon beringin yang terlampau mahal bagi dirinya, terasa begitu menyulitkan. Harganya yang berkisar Rp 50.000 hingga Rp 100.000, membuatnya harus memutar otak mencari alternatif lain. Oleh karenanya, ia sempat mencangkok pohon di Hutan untuk memperoleh bibit. Karena butuh waktu lama, ia akhirnya menanam cengkih yang kemudian dijual atau ditukarkan dengan bibit beringin.

Niat mulia yang tidak dihiraukan lingkungan sekitar

Langkahnya yang tak pernah surut, membuat Sadiman harus mencari cara agar pasokan bibit pohon beringin yang dibutuhkannya tidak tersendat. Salah satu caranya adalah mengajukan bibit ke Pemerintah. Sayangnya, upaya tersebut kurang berhasil karena tidak ada tanggapan yang pasti kepada dirinya. Tak jarang, ia juga menerima sumbangan perorangan, namun tak pernah dimasukan ke dalam kantong pribadinya.

Niat mulia Sadiman tidak dihiraukan [sumber gambar]
Di lain hal, pekerjaan pria renta tersebut bukanlah hal yang mudah. Selain tanamannya yang sering mati atau dipangkas untuk makanan kambing, dirinya juga harus membayar sewa lahan pada orang lain agar diizinkan menanam pohon di lahan tersebut. Tak jarang, hanya karena masalah tersebut, tanaman miliknya sering dicabut karena pemilik lahan tidak menyetujui.

Dulu yang menghina, kini balik memujinya

Semangat keras dan niat yang tulus, telah membuahkan hasil yang maksimal. Meski beberapa wilayah belum teraliri dengan baik, Desa Geneng yang terdiri dari 839 keluarga, lebih dari 600 di antaranya mendapatkan akses air bersih dari mata air di Gendol. Sedangkan di Desa Conto, ada dua dusun yang juga memanfaatkan alirannya. Tak pelak, prestasi seorang Sudiman, mampu membuat mata penduduk yang selama ini meremehkan dirinya, berbalik memuji hasil yang diusahakannya tersebut.

Raih penghargaan atas jerih payahnya [sumber gambar]
Setelah melihat hal tersebut, beberapa Dusun yang ada kini kompak membantu dirinya menanam bibit pohon. Keberhasilannya merubah wajah Hutan Gendol yang berlimpah air, mampu membangkitkan kesadaran penduduk yang selama ini bersikap antipati pada dirinya. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang peduli terhadap lingkungan di sekitar, dirinya berharap agar usahanya selama ini bisa terus berlanjut.

Sosok yang sederhana dan penuh dengan keikhlasan tersebut, seolah menjadi mata air penyembuh bagi masyarakat yang merasakan manfaat atas hasil usahanya tersebut. Meski sempat diacuhkan dan usahanya dianggap tak berguna, Sadiman membuktikannya dengan air yang perlahan mulai mengalir deras, membasahi rindu masyarakat yang kangen akan suara gemericik air bersih. Semoga kedepannya, ada banyak sosok Sadiman di belahan lain Indonesia, agar bencana kekeringan tak lagi menjadi permasalahan sosial di masyarakat.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Inilah Hukuman Edan Bagi ‘Pelakor’ di Beberapa Negara yang Bikin Pelakunya Tobat Seketika

Berawal dari Order Taksi Online, Kisah Ini Buktikan Kalau Jodoh Bisa Bertemu di Mana Saja