Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian Sumatera Barat dibuat luluh lantak oleh terjangan siklon tropis Senyar.
Namun bukan hanya bencana alam saja yang bikin seram. Keputusan pemerintah untuk melakukan efisiensi terhadap instansi-instansi yang berkaitan langsung dengan bencana dan penanggulangannya juga akan semakin membuat masyarakat ketar-ketir menghadapi masa depan bangsa ini.
Dikepung bencana, anggaran malah dipangkas
Indonesia itu indah, tetapi menyimpan bahaya yang tiada habisnya. Khususnya dari ancaman bencana alam, mulai gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, hingga tanah longsor. Posisi negara kita yang berada di daerah tropis dengan hanya dua musim, hujan dan panas, serta dikelilingi oleh jalur Ring of Fire menjadi penyebabnya. Tanah subur, kaya sumber daya alam, tetapi menjadi mematikan ketika lampu bencana menyala.
Dengan besarnya risiko yang dihadapi negara kita, sudah sepantasnya pemerintah menganggarkan lebih banyak dana untuk biaya pencegahan, sekaligus penyelamatan ketika kekhawatiran itu benar-benar datang. Tapi apa yang terjadi, pemerintah justru memangkas anggaran tersebut hingga terendah di 15 tahun terakhir.
Dari 2 triliun menjadi 491 miliar?
Hal ini terungkap ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan soal pemangkasan anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lewat Nota Keuangan RAPBN 2026, anggaran BNPB untuk tahun 2026 sebesar Rp 491 miliar.
Sebuah perubahan yang sangat besar dimana anggaran menukik tajam. Di tahun 2025 BNPB mendapatkan jatah anggaran sebesar Rp. 2,01 triliun. Tak menunggu waktu lama, rentetan bencana datang silih berganti. Terakhir, bencana alam Sumatera menelan ratusan korban jiwa, meluluhlantakkan sebagian besar hunian masyarakat.
Panik gak, nih, Pak Purbaya?
Pemerintah masih punya cadangan dana untuk bencana, tapi apakah cukup?
Menkeu Purbaya coba beri jawaban untuk menenangkan, walaupun sepertinya malah bikin tegang. Anggaran BNPB saat ini masih tersedia sebesar Rp. 500 miliar. Namun Kemenkeu siap mengakomodir bila ada permintaan penambahan anggaran.
Padahal bencana alam tidak bisa menunggu. Perlu persiapan dan pencegahan ketimbang penanganan. Bahkan ketika bencana terjadi pun pemerintah seperti tidak siap. Bantuan datang sangat lambat hingga para korban berteriak lapar sampai nekat menjarah toko-toko atau gudang di sekitarnya.
Tidak ada jawaban jelas dari kekhawatiran masyarakat
Purbaya sendiri saat dikonfirmasi tentang besaran anggaran hanya memberi jawaban yang tidak pasti. Ia mengatakan bahwa hal itu tergantung permintaan BNPB, dimana anggarannya sudah ada yang akan diambil, salah satunya dari pos darurat bencana.
“Kita, mah, siap terus,” ujarnya.
Ia hanya memastikan bahwa dananya cukup. Bahkan termasuk biaya rehabilitasi juga sudah disiapkan. Namun melihat dahsyatnya kerusakan yang diakibatkan oleh bencana di Sumatera bagian utara, apakah APBN benar-benar cukup untuk dana penanganan, sekaligus pencegahan? Meski siklon mulai menjauh, sudahkah bahaya itu benar-benar lewat dari depan hidung kita?
Pusat dapatnya banyak, anggaran kok malah dibikin hemat?
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pemerintah bertindak tidak adil. Penebangan hutan untuk dijadikan sawit, penambangan di mana-mana, tapi anggaran bencana yang sudah pasti datang karena perusakan alam itu malah dibikin hemat.
Bhima menjelaskan bahwa pemerintah pusat sudah mendapatkan banyak kenikmatan dari pengerukan sumber daya alam dan perusakan hutan. Namun daerah tidak mendapatkan anggaran yang pantas untuk badan-badan pencegahan bencana, seperti BNPB atau Basarnas.
Sebagai perbandingannya adalah tahun 2018, dimana bencana datang silih berganti. Mulai dari gempa Lombok, tsunami dan likuifaksi Palu, tsunami Selat Sunda dan tanah longsor di berbagai daerah di Tanah Air. Pada saat itu, realisasi anggaran dana cadangan bencana mencapai Rp 7.04 triliun, sementara realisasi BNPB sebesar Rp 7,11 triliun dari anggaran.
Kepada kompas.com, Bhima menegaskan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah adalah faktor utama yang membatasi ruang fiskal BNPB dan Pemerintah Daerah dalam menangani bencana. Padahal, menurutnya, kapasitas fiskal pemda merupakan pangkal dari penanganan bencana yang cepat dan tepat.
Tambahin lagi anggaran bencananya, dong, Pak Purbaya.


