Setelah heboh nilai rupiah yang sempat keok terhadap mata uang dollar AS beberapa waktu lalu, kini Indonesia dikejutkan dengan junlah utang negara yang terus meroket. Dilasir dari cnnindonesia.com, jumlah utang pemerintah tembus hingga Rp4.363,2 triliun atau 30,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai Rp14.395,07 triliun per 31 Agustus 2018.
Wajar saja, kita sebagai masyarakat patut khawatir dengan keadaan yang demikian. Meskipun begitu, ada baiknya jika kita melihat lebih jelas atas keberadaan hutang-hutang tersebut. Utang dari pinjaman terbagi atas pinjaman luar negeri sebesar Rp815,05 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp6,25 triliun. Sedangkan utang dari SBN terbagi dalam dua bentuk mata uang. Yakni berdenominasi rupiah mencapai Rp2.499,44 triliun dan denominasi valuta asing (valas) Rp1.042,46 triliun. Lalu, untuk apa saja?
Hutang untuk membangun infrastruktur
Dilansir dari bbc.com, era pemerintahan Jokowi membutuhkan dana sekitar Rp5.000 triliun. Anggaran sebesar itu digunakan untuk membangun infrastruktur di berbagai penjuru negeri pada 2015-2019 seperti jembatan, jalan tol dan sarana pendukung lainnya.
“sebagian besar di Papua, perbatasan Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur” sebutnya yang dilansir dari bbc.com.
Surat Berharga Negara (SBN) untuk majukan pasar uang Indonesia
Dilansir dari finance.detik.com, utang Indonesia yang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan pengembangkan pasar keuangan melalui pendalaman pasar modal di Indonesia. Hal ini sejatinya juga mempunyai tujuan yang mulia. Yakni mendorong masyarakat untuk mau berinvestasi dan mendukung proyek pembangunan nasional secara langsung.
“Kami masih perlu mengembangkan terus pendalaman pasar dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembelian obligasi negara maupun korporasi,” kata Sri Mulyani yang dilansir dari ekonomi.kompas.com
Penggunaan utang negara versi Menkeu, Sri Mulyani
Pada 2017 silam, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa utang pemerintah Indonesia berdampak pada anggaran belanja negara. Di mana sifatnya lebih produktif serta prakteknya di lapangan bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Dilansir dari tirto.id, utang tersebut banyak dialokasikan untuk membiayai kenaikan anggaran pendidikan dan kesehatan, begitu pun infrastruktur.
Benarkan utang Indonesia untuk membangun infrastruktur?
Lain Menkeu Sri Mulyani, lain pula pandangan dari Pengamat Ekonomi, Faisal Basri. Dilansir dari kumparan.com, utang Indonesia justru berbeda penggunaan dari yang saat ini kerap dinarasikan untuk mengenjot infrastruktur. Menurut datanya, proyeksi belanja pegawai pada 2018 adalah sebesar Rp 366 triliun, atau naik 28% sejak 2014. Sementara di posisi kedua adalah belanja barang sebesar Rp 340 triliun atau naik 58% sejak 2014. Sementara untuk kebutuhan infrastruktur, berada di urutan ketiga yakni sebesar Rp 204 triliun atau naik 36% sejak 2014.
Kenyataannya, Indonesia tak bisa hidup tanpa utang
Masalah Utang, telah menjadi sebuah topik yang pelik dari zaman ke zaman. Mulai dari Orde Lama, Orde Baru hingga masuk ke era reformasi. Semua terus berputar seolah saling mewarisi dari satu pemimpin ke pemimpin penerusnya di masa depan. Hal ini pun dibenarkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara. Dilansir dari economy.okezone.com, ia menyatakan bahwa Indonesia tak bisa lepas dari utang luar negeri (ULN). Pinjaman tersebut, menjadi bagian penting dalam pendanaan untuk mendorong kemajuan dalam negeri seperti pembangunan infrastruktur.
Tak ada salahnya jika pemerintah mengajukan hutang. Asal bermanfaat bagi negara dan hajat hidup masyarakat banyak. Sama halnya dengan kita, bisa memberikan pandangannya untuk mengkritisi maupun berkomentar terkait dengan kebijakan pemerintah yang dilakukan. Tentu saja kritik yang membangun dan bukan dengan nada yang menjatuhkan. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?