Aksi solidaritas untuk Palestina bertajuk, Global March to Gaza diwarnai dengan adanya campur tangan politik dari pemerintah Mesir. Puluhan aktivis internasional ditahan dan akhirnya dipulangkan ke negara asalnya agar tidak bisa ambil bagian bersama konvoi menuju Jalur Gaza.
Mengapa Mesir, yang selama ini sering terdengar mendengungkan dukungan untuk Palestina justru mencegah mereka yang ingin memberikan dukungan bagi Palestina?
Mesir cegah aktivis internasional ikuti Global March to Gaza
Seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa aktivis dilarang ikut dalam Global March to Gaza yang digelar Minggu (15/6/2025) lalu. Pemerintah Mesir menegaskan bahwa langkah itu diambil karena mereka tidak mengantongi dokumen dan izin resmi untuk mengikuti aksi solidaritas tersebut.
Dikutip dari IG @jkt.feed, Mesir melakukan jemput bola dengan melakukan deportasi dari sejumlah hotel dan Bandara Internasional Kairo. Mereka yang dipulangkan adalah para aktivis dari jaringan-jaringan organisasi pro-Palestina yang berasal dari berbagai negara.
Tangisan seorang medis non Islam, “Di mana nurani kalian?”
Aksi Global March to Gaza memang menyita perhatian dunia dengan berbagai kejadian di dalamnya. Dalam sebuah rekaman video yang disebarkan oleh IG @eye.on.palestine, tampak seorang aktivis dari Inggris, di depan pihak keamanan Mesir, meminta mereka memiliki nurani demi keselamatan Palestina.
Ia berkata bahwa anak-anak mati karena kelaparan. Untuk itu, demi kemanusiaan, demi Islam, dirinya berharap Mesir mau membuka jalan menuju Palestina.
Aksi kemanusiaan yang ditakutkan bisa mengancam keamanan nasional Mesir
Gaza, selama lebih dari setengah tahun terus mengalami tekanan dari Israel. Diserang secara bertubi-tubi oleh pihak militer Israel dengan korban jiwa yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Selain itu, beragam krisis kemanusiaan juga terjadi, salah satunya adalah kelaparan karena blokade bantuan oleh pihak Israel.
Berkaitan dengan penolakan terhadap aksi tersebut, Kementerian Luar Negeri Mesir beralasan bahwa negaranya berhak melakukan tindakan yang diperlukan untuk menjaga keamanan nasional, termasuk meregulasi keluar-masuk dan pergerakan individu di wilayahnya, khususnya di daerah perbatasan yang sensitif.
Pro dan kontra sikap Mesir, antara realistis dan kemanusiaan
Mesir memang di posisi yang serba sulit. Mereka tahu Israel memiliki aliansi dan bisa menjadi lawan yang menakutkan. Jadi tidak heran bila di balik seruan Mesir untuk kebebasan Palestina, ada kekhawatiran lain, yaitu ancaman terhadap kedaulatan ekonomi dan negara.
Mesir di masa lalu termasuk ‘tidak akur’ dengan Israel. Empat pertempuran besar sudah mereka lalui melawan Israel dan hanya diakhiri dengan perjanjian damai Camp David tahun 1978. Kalau terjadi lagi sekarang, harus bagaimana lagi?
Mesir adalah kunci keberhasilan pembebasan Gaza?
Tetapi yang patut diingat adalah mitos bahwa Mesir adalah kunci keberhasilan dalam membebaskan Palestina. Dibagikan oleh IG @gen.saladin, sejarah menyebutkan bahwa sejak ratusan tahun Mesir seperti ‘dipercaya’ menjadi satu keutuhan dengan Al-Aqsha. Ketika satu terkekang, pembebasan harus dimulai dari negeri yang bebas.
Di zaman Umar, Baitul Maqdis dibebaskan terlebih dahulu sebelum akhirnya berlanjut ke Mesir. Sementara di masa Shalahuddin, Mesir terlebih dahulu dibebaskan sebelum membawa kemenangan kepada Baitul Maqdis. Seperti sayap, keduanya hanya akan bisa mengepak bebas ketika Mesir dan Baitul Maqdis dalam posisi bebas dan merdeka.
Maju kena, mundur kena bagi Mesir. Kini mereka sudah memilih tidak ikut campur terlalu dalam untuk krisis di Jalur Gaza. Apakah pemikiran ini nantinya akan berubah?