in

Inilah Mbah Satinem, Nenek 75 Tahun Penjual Jajanan Pasar Legendaris yang Selalu Dicari Soeharto

Lupis Mbah Satinem [image source]

Siapa yang tidak dibuat rindu oleh Yogyakarta? Kota dengan berbagai wisata budaya yang pastinya sanggup membius siapa pun wisatawan yang menunjunginya. Banyak sekali daya tarik yang dimiliki daerah ini, mulai dari wisata, tradisi, kerajinan, bahkan kuliner. Bicara mengenai kuliner, satu hal yang pasti akan dengan mudah ditemukan di wilayah ini adalah jajanan pasar. Jenis kuliner tradisional itu mungkin sekarang sudah jarang sekali bisa ditemukan di kota-kota besar lainnya selain Jogja.

Tahukah kamu bahwa di kota ini ternyata ada salah seorang penjual jajanan pasar yang namanya sangat terkenal yaitu Mbah Satinem. Bahkan saking terkenalnya jualan si mbah sampai jadi favorit mantan presiden Indonesia lho.

Mbah Satinem sudah puluhan tahun berjualan jajanan pasar

Sosok nenek ini bisa ditemui di Jalan Diponegoro, Yogyakarta. Nenek yang sehari-harinya masih mengenakan pakaian tradisional saat berjualan ini biasanya membawa perlengkapan sederhana. Jajanan ini dijualnya dengan diletakkan pada sebuah tampah beralas daun pisang. Adapun jenis jajanan pasar yang dijual oleh si mbah antara lain lupis, cenil, gatot, dan juga tiwul. Nenek berusia 75 tahun ini mengaku sudah mulai berdagang sejak tahun 1963.

Mbah Satinem [image source]
Awalnya tentu saja nenek ini mulai jualan dengan cara keliling berjalan kaki. Biasanya dia berangkat dari rumah pada pukul 04.00 pagi sambil menggendong dagangannya di sekitar kota Yogyakarta dan pulang saat sore hari. Setelah itu barulah Mbah Satinem memutuskan untuk berjualan tetap di emperan ruko di tahun 80-an. Awalnya nenek ini juga jalan kaki dari rumahnya ke ruko tersebut, namun karena usianya tak lagi muda jadi saat ini anaknya lah yang mengantar si mbah.

Setiap harinya membuat jajanan pasar mulai tengah malam

Karena makanan ini sering dicari pembeli di pagi hari, maka Mbah Satinem harus mulai membuatnya jauh lebih pagi. Setiap harinya nenek ini mulai mengolah bahan-bahan untuk berjualan pada pukul 00.00. Dalam mengolah bahan biasanya nenek yang berdomisli di Yogyakarta itu dibantu oleh anak-anaknya sampai sekitar pukul 04.00. Barulah kemudian beliau dan sang anak mulai berangkat menuju lokasi berjualan pada pukul 05.00.

Jajanan pasar [image source]
Untuk cara pembuatannya sendiri sudah dipelajari Mbah Satinem secara turun temurun. Sejak kecil ternyata dia sudah sering membantu orang tuanya meracik bahan-bahan pembuat jajanan pasar. Tak heran bila di usianya kali ini beliau sangat lihai dalam membuatnya.  Mbah Satinem mulai membuka lapaknya sekitar jam 06.00 bersama anak perempuannya, namun sebelum itu biasanya sudah banyak pelanggan setia rela mengantri agar tidak kehabisan. Dalam satu hari butuh waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam untuk perempuan ini menghabiskan dagangannya. Terkadang malah ada banyak orang yang ‘kecelek’ tiba di lokasi ternyata jajanan pasar favorit ini sudah ludes diburu pembeli sedari pagi.

Jajanan pasar Mbah Satinem diburu Soeharto dan kaum menengah ke atas

Siapa sangka meskipun jajanan pasar ini kesannya kuno dan jadul ternyata ada banyak kalangan yang menyukainya. Bila sehari-hari mbah ini membutuhkan 8 sampai 10 kilogram bahan untuk membuat aneka jajanan pasar, pada saat banyak pesanan jumlahnya akan meningkat. Bahkan si mbah mengungkapkan bahwa justru yang sering memesan lupis dan kawan-kawannya ini adalah pihak hotel berbintang untuk disajikan di menu sarapan para tamu.

Ilustrasi Soeharto makan [image source]
Dulunya Presiden kedua Indonesia, Soeharto, juga selalu membeli jajanan Mbah Satinem. Menu favorit yang biasanya dipesan adalah gatot dan juga tiwul. Sempat juga keluarga sang presiden memesan jajanan ini sebagai oleh-oleh untuk diberikan pada tamu yang menjenguknya sepulang menunaikan ibadah haji. Biasanya Pak Soeharto meminta ajudannya untuk mengambil pesanan dan membayar, sebab masyarakat pasti akan heboh bila sang presiden sendiri yang bolak-balik membeli makanan tersebut.

Jualan Mbah Satinem libur ketika Ramadhan demi konsentrasi ibadah

Nenek 75 tahun ini memiliki jadwal libur rutin sepanjang bulan puasa. Selama satu bulan penuh sang penjual makanan legendaris ini memutuskan untuk tidak membuka lapak karena sengaja ingin fokus ibadah. Selain itu beliau juga sehari-hari menyisihkan sedikit demi sedikit pendapatannya agar bisa memberi angpau untuk cucu-cucunya pada saat hari raya Idul Fitri tiba.

Lupis Mbah Satinem [image source]
Untuk makanan yang dijual Mbah Satinem sendiri tidak dibandrol dengan harga yang tinggi. Per porsi lupis, tiwul, gatot, dan juga cenil biasnaya hanya dijual Rp 5 ribu. Dan jika ada yang ingn memesan paket komplit untuk acara-acara tertentu, si mbah hanya memasang harga Rp 150 ribu saja. Cukup murah bukan?

Meskipun usianya sudah tak lagi muda, Mbah Satinem tetap saja memutuskan untuk berjualan jajanan pasar setiap paginya di kala orang lain masih tertidur pulas. Bahkan jajanan nenek 75 tahun ini terbukti paling dicari banyak orang setiap pagi di setiap hari. Saking lezatnya lupis, tiwul, gatot, dan cenil buatan si mbah bahkan mampu membuat hotel berbintang dan sekelas Presiden Soeharto pun terpikat akan rasanya. Semoga dilancarkan rezekinya ya, Mbah.

Written by Faradina

Leave a Reply

5 Gitar Termahal di Dunia yang Harganya Setara Puluhan Apartemen Mewah, Minat?

Tradisi Mingi, Pembunuhan Bayi yang Dilakukan Suku Terpencil di Ethiopia Bikin Bergidik