Mendapatkan pendidikan yang tinggi merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Tak peduli dari mana dia berasal dan bagaimana kondisi ekonominya. Namun faktanya kebanyakan masyarakat kita yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah mendapat kesulitan untuk melanjutkan pendidikan sehingga mereka harus memikirkan cara untuk memperoleh tambahan biaya. Salah satu cara yang biasanya dipilih adalah dengan bekerja.
Apapun jenis pekerjaannya selama dapat menghasilkan uang pasti akan coba dikerjakan. Seperti halnya lima anak muda di bawah ini yang rela melakukan pekerjaan jalanan dan kasar demi memperoleh ijazah.
Rela jadi sopir angkot sampai kuli bangunan demi keluarga
Brenda Trivena Grace Salea, adalah perempuan yang memilih untuk melakukan pekerjaan laki-laki untuk mendapatkan tambahan biaya kuliah. Perempuan cantik asal Manado sudah dikenal sebagai seorang sopir angkot di daerah Likupang, Minahasa Utara. Gadis cantik ini mengaku bahwa dia tak segan melakukan pekerjaan keras demi membantu perekonomian keluarganya. Selain menjadi sopir angkot, anak kedua dari tiga bersaudara ini juga memiliki pekerjaan lainnya.
Salah satunya adalah tukang angkat kardus air mineral untuk dipasok ke warung-warung di sana. Melihat perawakannya yang kurus mungkin kalian tidak menyangka kalau Brenda mampu memikul tiga kardus air mineral di pundaknya. Brenda memang sudah biasa bekerja membantu orang tuanya sejak SD yang mana setiap pulang sekolah dia biasa berjualan ikan dan pisang goreng. Bahkan putri seorang sopir angkot ini mengaku juga pernah menjadi kuli bangunan yang mengangkat semen dan pasir. Namun salutnya adalah gadis ini tak pernah malu dengan pekerjaan tersebut selama hasil yang diperoleh halal.
Kakak tukang ojek dan adik tukang sampah demi mendapat biaya hidup dan kuliah
Jika di Manado ada sosok Brenda, di Jakarta kita bisa mengenal Abdurrahman yang sehari-hari harus membagi waktunya antara kuliah dan ngojek. Sosok Abdurrahman mulai dikenal masyarakat saat seorang pengguna facebook menceritakan pengalamannya ketika berbincang dengan sang driver ojek online. Abdurrahman adalah seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang setiap harinya bekerja sampai pukul 12 atau 1 dini hari.
Abdurrahman memutuskan untuk bekerja sebagai tukang ojek karena butuh biaya untuk kuliahnya. Pria ini sepertinya memang berasal dari keluarga pekerja keras, pasalnya sang adik yang juga sedang menempuh kuliah juga melakukan pekerjaan sambilan. Bedanya adik Abdurrahman memilih bekerja sebagai tukang sampah di ibu kota. Menurut sang tukang ojek, dia dan adiknya selama ini sudah senang menjalani pekerjaan tersebut karena hasilnya juga memang sudah cukup untuk hidup sehari-hari dan kuliah mereka.
Memikul gorengan selepas kuliah
Bila Brenda dan Abdurrahman mendapat uang dari hasil berkeliling jalanan mengangkut penumpang, beda lagi dengan Asnawi. Asnawi selama ini memilih untuk mencari uang dengan cara berjualan gorengan untuk membiayai kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Asnawi bercerita bahwa dia sudah terbiasa membantu orang tuanya berjualan gorengan sejak tahun 2006 sampai sekarang.
Sampai saat ini pria asal Bangka itu terbiasa memulai aktivitas sehari-harinya dengan berbelanja ke pasar setelah salat subuh. Dia mulai berjualan di siang hari sepulang dari kampus dengan memikul dagangannya keliling kampung. Awi biasanya kembali pulang pada pukul 18.00 untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Hal ini dia kerjakan setiap hari sampai akhirnya berhasil mendapatkan gelar sarjana dari hasil berjualan gorengannya.
Menghabiskan waktu diantara sampah sejak SD
Cerita lain juga datang dari seorang pemuda asal Bekasi, Jawa Barat bernama Wahyudin. Anak dari pasangan petani ini juga menginspirasi masyarakat dengan kisahnya yang menjadi seorang pemulung demi mengumpulkan biaya kuliah. Pekerjaan tersebut ternyata sudah dia lakukan sejak duduk di bangku SD ketika melihat bagaimana tetangganya dapat bertahan hidup dari hasil memulung.
Saat itu juga Wahyu memutuskan mengikuti tetangganya tersebut karena tidak ingin putus sekolah seperti sang kakak. Tak jarang sebenarnya dia menjapatkan ejekan dari kawan-kawannya karena bekerja diantara tumpukan sampah. Selain memulung Wahyu mengaku pernah mencoba pekerjaan lain seperti menjual hasil ternak dan gorengan. Dan terbukti sekarang bahwa perjuangannya benar-benar dapat mengantarkan sang pemulung mengenakan baju wisuda kebanggan orang tuanya.
Berangkat subuh sebagai office boy sebelum masuk kelas
Dodi adalah seorang pria yang berhasil menyelesaikan pendidikan jurusan Administrasi Keuangan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Padjajaran. Demi mendapatkan gelarnya Dodi memilih untuk bekerja sebagai office boy di universitas tersebut. Saat menjalani wisuda, Dodi mengaku bahwa pekerjaan sebagai OB itu sudah dilakukannya selama kurang lebih tujuh tahun.
Setiap harinya Dodi harus berangkat ke tempat kerjanya setelah menunaikan salat subuh. Karena menurut Dodi pekerjaannya harus diselesaikan sebelum dia menuju kelas. Tugas Dodi biasanya meliputi menyapu lantai, membersihkan sampah, membantu fotokopi, dan juga merapikan bangku. Sosok Dodi ini dikenal sangat rajin di lingkungan tempatnya bekerja, oleh karena itu tak heran jika orang-orang di sana selalu menyemangati Dodi untuk terus fokus kuliah.
Lima anak muda tadi sudah membuktikan pada kita semua bahwa dengan niat dan keinginan yang kuat mereka bisa meraih cita-cita tak peduli harus membanting tulang dengan cara apapun. Masalah ekonomi sebenarnya sudah bukan menjadi penghalang kita meraih pendidikan tinggi selama mau berusaha. Jadi bagaimana dengan kalian? Masih ingin bersantai menanti uang kiriman orang tua atau terpacu untuk kerja keras seperti yang dilakukan lima orang luar biasa di atas?