in

Osing, Bahasa Multietnis Daerah Banyuwangi yang berada di Ambang Kepunahan

Using atau lebih dikenal dengan Osing adalah penduduk asli daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Disebutkan dalam catatan sejarah, suku ini merupakan bagian dari Jawa yang terasing, karena berada di bagian paling ujung pulau Jawa. Sedangkan literatur lain menyebutkan bahwa Osing sama sekali tak memiliki hubungan kekerabatan dengan suku Jawa.

Tapi uniknya, Bahasa Osing yang digunakan sebagai media percakapan sehari-hari adalah peranakan dari Bahasa Jawa. Sayangnya, Bahasa Osing kini masuk dalam jajaran bahasa yang dinyatakan mendekati kepunahan. Mengapa bisa begitu? Mari kita simak uraiannya di bawah ini!

Bagaimanakah sejarah kemunculan Bahasa Osing?

Para Tetua Suku Osing [Sumber gambar]
Suku Osing dulunya adalah bekas rakyat Blambangan yang menarik diri dari masyarakat. Mereka mendiami bagian ujung pulau Jawa dan dijajah oleh Belanda. Karena ketika itu jumlah suku Osing tidak terlalu banyak, Belanda kemudian mengambil sebagian masyarakat yang berasal dari Madura dan Jawa Tengah untuk kemudian mereka hidup dalam satu komunitas. Suku asli Osing terkenal dengan watak keras dan Bahasa ‘sing’ atau ‘hing’ yang dalam Bahasa Indonesia artinya tidak. Penggunaan Bahasa sehari-hari juga terkenal kasar, seperti pengucapan celeng, asu, bajul atau bojok. Namun, hal tersebut lama-lama menjadi identitas tersendiri yang menjadi kebanggan bagi mereka saat disebut sebagai ‘Suku Osing’

Perpaduan Bahasa dari multietnis

Osing suku multietnis [Sumber gambar]
Karena ada pembauran antara penduduk osing asli dan penduduk datangan, maka bisa disebut jika Osing adalah Bahasa campuran, perpaduan antara Bahasa Jawa, Melayu, Madura, dan Sasak (yang lebih condong ke Bali). Walaupun demikian, dalam prakteknya Bahasa Osing sama sekali berbeda dengan Bahasa tersebut. Mengenai penyebutan, telah diurai secara fonetis oleh salah seorang pakar Linguisitik dari Universitas Udayana Bali, professor Heru Santoso dengan penulisan dan penyebutan resmi, yakni Using bukan Osing.

Bahasa yang terancam punah

Osing terancam punah [Sumber gambar]
Di balik cerita Bahasa asli yang dibawa oleh orang Blambagan ini, saat ini penduduk asli Osing perlahan meninggalkan Bahasa ibu mereka. Hanya tersisa di beberapa bagian daerah saja yang masih menggunakan Osing sebagai alat komunikasi, selebihnya tidak. Dengan tidak digunakannya Osing dalam percakapan, Bahasa ini juga diprediksikan akan segera menghilang dari bumi Indonesia, mengikuti jejak Bahasa Kromo dan Sanskerta. Ketika bertemu dengan orang Jawa atau Madura pun, orang Osing memilih menggunakan Bahasa Jawa Kulonan atau Madura. Hal tersebut diakarenakan adanya perasaan minder menggunakan Bahasa mereka sendiri.

Bahasa yang sudah dikeluarkan dari kurikulum sekolah

Bahasa Osing dihapus dari kurikulum [Sumber gambar]
Penyebab lain yang mnejadi pendukung Bahasa ini di ambang kepunahan adalah,  menghilangnya Osing dari kurikulum sekolah, terutama di daerah Banyuwangi sendiri. Dalam Peraturan Gubernur (Pergub) nomer 19 tahun 2014, pemerintah Banyuwangi tidak memasukkan Osing sebagai pelajaran dalam muatan lokal, dengan alasan dialek yang sama seperti Bahasa Jawa. Padahal sebelumnya, pada 2007 bahasa Osing dimasukkan dalam muatan lokal tingkat SD hingga SMA. Tentu saja dengan ditiadakannya peraturan tersebut, sama halnya mengancam keberadaan Bahasa Osing.

Upaya pelestarian Bahasa Osing

Paguyuban Sengker Kuwung [Sumber gambar]
Karena sudah berada di ambang kepunahan, maka ada beberapa komunitas yang berusaha melestarikan bahasa ini, salah satunya adalah Paguyuban Sengker Kuwung. Pada awal 2017 lalu, mereka meluncurkan 3 buku baru berjudul JerangkongGending Banyuwangi dan Sastra Seni Santet. Selain itu, mereka juga menyelenggarakan lomba cerpen berbahasa Osing tingkat sekolah menengah dan umum. Dengan adanya cerpen berbahasa daerah dan komunitas pelestarinya ini diharapkan bahasa ini akan tetap ada. Semoga.

Kenyataan bahwa Bahasa Osing mulai ditinggalkan membuat ahli bahasa merasa geram. Ya, tantangan pelestarian Bahasa ini sekarang bertambah berat karena peraturan yang menghaspus Osing dari kurikulum sekolah. Faktor inilah juga yang membuat Osing semakin jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Semoga saja ke depannya paguyuban pelestari Bahasa Osing bisa melahirkan inovasi dan membuat bahasa ini tetap bertahan.

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

Mengintip Beda Gaya 6 Ibu Negara Indonesia, Kata Desainer Top: Elegan pada Masanya

Tinggal Di Pinggiran Sungai, Perjuangan Hidup Bule Asal Inggris Ini Bikin Ngelus Dada