Masalah ekonomi memang kerap menjadi salah satu alasan kuat bagi seseorang untuk mengakhiri hidup. Tak bisa dipungkiri jika kebanyakan kasus bunuh diri kerap terjadi dengan alasan serupa, yaitu terlilit utang. Dianggap sebagai jalan pintas menyelesaikan masalah, sebagian orang memang menganggap jika mati adalah cara paling tepat untuk melarikan diri dari himpitan ekonomi.
Setelah mati, seseorang beranggapan jika ia tidak perlu memikirkan kebutuhan hidup dan segala tetek bengeknya. Di Indonesia sendiri, sudah begitu banyak kasus pilu mengakhiri hidup, bukan hanya sendiri, namun melibatkan keluarga. Berikut ini adalah lima keluarga yang lebih memilih mati ngenes karena tak kuat dengan beban ekonomi yang melilih kehidupan mereka.
Keluarga Kadek Artaya
Desa Dinas Jero Kute, Bondalem, Kabupaten Buleleng, Bali dibuat gempar dengan berita tentang meninggalnya satu keluarga akibat bunuh diri. Korban tersebut adalah Kadek Artaya, Kadek Suciani dan kedua buah hati mereka yang masih berusia 6 dan 3 tahun. Tindakan tersebut baru diketahui Made Suardana, yang merupakan orang tua dari Artaya pada hari Kamis, sekitar pukul 04.00 pagi. Namun sayangnya, saat ditemui keluarga tersebut sudah lemas.
Sebelum meninggal, satu keluarga memang sempat dilarikan ke Bidan terdekat, namun sebelum mendapatkan perawatan, mereka sudah kejang dan akhirnya meninggal. Diduga kematian mereka disebabkan oleh racun serangga yang mereka tenggak bersama. Polisi setempat mengungkapkan jika kasus tersebut adalah murni bunuh diri. Diduga penyebab utama adalah tidak sanggup membayar biaya berobat dan beban utang yang melilit mereka.
Pasutri asal Kediri lebih memilih bunuh diri karena utang anaknya
Kasus pilu selanjutnya dari keluarga Pak Hartono asal Kecamatan Keras, Kabupaten Kediri. Sebelum tindakan nekat tersebut, sama sekali tidak ada tanda-tanda adanya masalah di kehidupan Pak Hartono. Para tetangga mengaku shock mendapati korban bersama istrinya, Bu Is ditemukan tak bernyawa di pekarangan salah satu warga. Saat ditemukan, posisi mereka sedang berpelukan. Tak jauh dari posisi mayat mereka, ditemukan botol air mineral yang sudah dicampur dengan racun serangga.
Di tubuh mereka, ditemukan sehelai kertas berisikan wasiat yang ditujukan untuk anak-anak mereka. “Pesan BPk dan Ibu, Dana di 2 buku BTPN dapat untuk biaya. cincin ibu dibagi 2, Jarit dan Almar. Bapak dan Ibu dijadikan satu lubang saja. Pembayaran rumah bapak Masrok udah lunas. biaya pajak penjualan dan pembelian tanggungan pak Masrukan. Barang2 milik ibu dan bapak terserah kalian. Sing rukun. Selamat tinggal, doakan Bapak dan Ibu.”
Bunuh diri bersama mantan keluarga elite
Perumahan Duta Bahagia, Pekalongan, Jawa Tengah juga digegerkan dengan hal serupa pada tahun 2014 silam. Di mana, warga dikejutkan dengan penemuan jasad tanpa nyawa dari Lina (41) dan Dani (11) kematian mereka juga dikarenakan menenggak racun serangga.
Di lokasi terpisah, yaitu hotel Langen Kota Cirebon, Jawa Barat, ditemukan korban tewas yaitu Anita (58) yang merupakan nenek dari Dani, juga Rudito (39) paman Dani. Diketahui jika korban tewas adalah satu keluarga. Diduga motif dari bunuh diri tersebut dikarenakan masalah ekonomi. Toko material yang sudah dijalani puluhan tahun lalu bangkrut dan bahkan terlilit utang yang begitu banyak.
Kasus bunuh diri berjamaaah keluarga di Semarang
Nasib nahas juga menimpa David Nugroho, di usianya yang masih 30 tahun, ia mencoba mengakhiri hidupnya pada November 2016 silam. Warga Jomblang Perbalan, RT 7 RW 2, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jateng tersebut sontak membuat masyarakat geger. Pasalnya, David melakukan percobaan bunuh diri tidak sendiri, melainkan bersama dengan kedua anaknya yang masih berusia 7 tahun dan 3 tahun.
Motif bunuh diri tersebut diduga karena David tidak bisa melunasi utangnya berupa janji untuk membuat istrinya hidup berkecukupan. Meski niat bunuh diri tersebut ternyata tak berhasil, nyawa David dan anak bungsunya selamat, namun Aura Safya Nugroho tak bisa diselamatkan.
Keluarga Bakar diri di Klungkung
Kasus tak kalah mengenaskan juga menimpa satu keluarga dari Klungkung. Keluarga beranggotakan lima orang tersebut ditemukan hangus terbakar. Kelima orang tersebut terdiri atas I Gusti Bagus Karpica, I Gusti Ayu Eka (istri), i Gusti Ngurah Narendra (anak), I Gusti Ngurah Satria (anak), I Gusti Ayu (anak). Semua anggota keluarga ditemukan tewas di atas kasur.
Menurut hasil autopsy, diduga mereka meninggal sekitar 6 jam setelah makan malam. Terbukti masih ditemukan makanan yang dicerna oleh si anak yang masih kecil. Diduga, motif bunuh diri tersebut dikarenakan tercekik utang sebesar 700 juta. Diperkirakan mereka depresi karena tidak sanggup membayar utang pada toko oli.
Bunuh diri memang dianggap bisa menyelesaikan masalah dengan cepat. Namun, sangat disayangkan jika tindakan nekat tersebut sampai terealisasi. Semua tentu tahu jika semua agama menganggap bunuh diri adalah dosa besar. Terlebih, jika bunuh diri tersebut melibatkan orang lain, terlebih anak-anak yang belum tahu apapun juga turut diajak.