in

7 Kebiasaan di Indonesia yang Bikin Negara Kita Nggak Maju-maju

Di kehidupan sehari-hari, banyak orang sekarang sudah mulai vokal dan hobi banget menyuarakan pendapat. Ya meskipun terkadang ada juga yang hobi koar-koar atau protes di media sosial, tapi di kehidupan nyata sepi-sepi aja. Apalagi kalau disuruh membicarakan soal ketidakpuasan mereka tentang negeri yang kita tinggali ini. Sepertinya kok memang nggak ada habisnya.

Kita memang bisa sih menyuarakan protes dan menunjukkan ketidakpuasan. Tapi di sisi lain, apa kita sudah melakukan sesuatu hal yang bisa memperbaiki negara kita? Rasa-rasanya kok nggak adil kalau kita cuma teriak-teriak protes tapi kita sendiri nggak bertanggung jawab dengan perilaku kita sehari-hari yang sudah jadi ‘kebiasaan’. Tapi kalau ‘kebiasaan’-nya itu yang seperti berikut ini, ya jangan heran kalau negara kita nggak maju-maju.

1. Golput Saat Pemilu

Ketika masa Pemilu tiba, para calon wakil rakyat akan berlomba memenangkan hati rakyat dan para pendukungnya. Sejak mantan presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasi, memang banyak partai-partai politik bermunculan. Jadi yang mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat juga jadi lebih banyak. Terkadang, hal ini jadi salah satu alasan seseorang memilih golput alias golongan putih atau tidak memilih.

Grafiti tentang Pemilu [Image Source]
Grafiti tentang Pemilu [Image Source]
Kalau ingin Indonesia cepat maju, setidaknya hindari golput. Mungkin kebanyakan dari kita berpikiran bahwa “halah, cuma satu suara”, tapi bagaimana jika ternyata satu suara itu dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan mendukung calon-calon tertentu? Itu kalau satu suara, kalau ternyata yang golput ada 1000 orang? Nah, bagus kalau ternyata calonnya baik dan bisa memimpin rakyat dengan baik dan bisa menjadi tokoh panutan. Lha kalau nggak?

Tidak cuma itu saja, terkadang yang lebih mengesalkan adalah ketika sudah golput, lalu ternyata di perjalanan pemerintahan nggak berjalan lancar, kita juga yang protes. Kalau yang seperti ini kan semaunya sendiri namanya, nggak mau ikut berkontribusi dengan memikirkan calon yang tepat, tapi begitu terjadi kesalahan ikut ngomel dan protes. Kemarin-kemarin ke mana aja?

2. Tujuan Demo yang Sudah Nggak Tulus Lagi

Masyarakat melakukan demonstrasi itu wajar, kok. Apalagi kalau memang ada hal-hal salah yang dilakukan wakil rakyat atau kebijakan-kebijakan yang jelas dan nyata tidak pro rakyat. Karena demonstrasi itu tujuannya menyuarakan pendapat agar para wakil rakyat itu mengerti dan paham apa yang diresahkan oleh rakyatnya. Ya asalkan demonstrasinya tulus dan murni karena ingin melakukan perubahan dan membuat Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi.

Demo ricuh [Image Source]
Demo ricuh [Image Source]
Tapi, sekarang ini sepertinya demonstrasi yang tulus sudah jarang. Yang dimaksud dari nggak tulus ini adalah demonstrasi yang dilakukan karena provokasi beberapa pihak tertentu atau yang lebih miris karena dibayar. Nah, kalau niat demonstrasinya seperti ini ya jelas merugikan orang lain dong. Terkadang tuntutan yang disampaikan nggak sepadan dengan usaha yang selama ini pernah dilakukan. Pokoknya mau enaknya aja. Selain itu juga sering kali cuma berakhir nambah sampah karena atribut-atribut yang dibawa dibiarkan berserakan. Yang begini kan merepotkan petugas yang membersihkan? Katanya orang intelek, kok masih nyampah?

Belum lagi demo yang cuma marah-marah dan akhirnya berujung kekerasan. Lupa sudah dengan tujuan demo asalnya, akhirnya yang penting cuma melampiaskan kemarahan kepada yang menghalang-halangi usaha demo dan nggak jarang orang yang sekedar lewat di waktu dan tempat yang salah malah ikutan jadi korban. Tanggung jawab sama diri sendiri aja belum bisa kok pakai acara demo segala. Kalau memang mau demonstrasi itu ya yang tulus, nggak kemakan provokasi, apalagi kemakan uang amplopan dari yang nyuruh demo. Kalau ternyata demo yang dilakukan berhasil menjatuhkan yang sedang berkuasa dan ternyata yang menggantikan malah lebih kacau dan bobrok, apa nggak malu sendiri?

3. Merusak Fasilitas Umum

Ini salah satu kebiasaan yang sering tidak terlalu dianggap dan bahkan tidak dipedulikan, padahal banyak sekali contohnya di sekitar kita. Contohnya, merusak pembatas jalan yang ada di tengah jalan raya agar kalau menyeberang tidak memutar terlalu jauh atau tidak perlu naik flyover, merusak telpon umum, mencorat-coret dinding jembatan penyeberangan atau flyover, mengambil kabel listrik, memotong batangan besi rel, kereta api, dan masih banyak lagi macam serta jenisnya.

Pembatas jalan dirusak untuk tempat nyeberang [Image Source]
Pembatas jalan dirusak untuk tempat nyeberang [Image Source]
Yang seperti ini jelas harus dihentikan, karena merugikan banyak orang. Apa ya yang melakukan pengrusakan itu lupa kalau semua fasilitas tersebut dibangun dari uang rakyat? Lihat pejabat korupsi ngomel-ngomel karena katanya makan uang rakyat, ini uang rakyat yang sudah dipakai semestinya untuk membuat fasilitas umum kok ya masih dirusak juga. Kan sama saja artinya rakyat membuang-buang uang sendiri dengan merusak fasilitas umum. Dengan kelakuan seperti ini kok ya masih mengeluhkan fasilitas umum yang buruk. Apa kita sudah memperbaiki diri dengan ikut merawat atau setidaknya tidak merusak fasilitas umum?

4. Merusak Alam

Sekarang ini trendnya adalah jalan-jalan menikmati alam. Melakukan perjalanan ke gunung-gunung tinggi atau ke pelosok-pelosok daerah untuk menikmati dan mengagumi indahnya alam. Bukan hal yang buruk jika kita mau mengenal alam dan melihat indahnya bumi, karena dengan hal ini kita bisa mensyukuri apa yang kita miliki dan mengagumi keagungan Tuhan atau minimal buat dapet foto bagus buat dipasang di instagram. Alasan apapun sah-sah saja, asalkan jangan sampai merusak alam.

Ikan-ikan yang mati karena sungai yang tercemar [Image Source]
Ikan-ikan yang mati karena sungai yang tercemar [Image Source]
Beberapa waktu lalu banyak diberitakan tempat wisata alami seperti gunung dan danau jadi banyak dipenuhi sampah-sampah para pendaki. Belum lagi bekas sayatan-sayatan di pohon bertuliskan nama atau sejenisnya, nah ini adalah contoh-contoh tindakan merusak alam yang berasal dari diri pribadi. Katanya petualang, katanya cinta alam, sampah sendiri kok nggak mau dibawa dan dibuang ke tempat yang seharusnya.

Dalam skala besar, merusak alam itu lebih banyak lagi contohnya. Ada pertambangan liar, pembakaran hutan, atau penebangan hutan. Yang sering kita lupa, kalau bumi terus-terusan digerus hingga alam rusak, justru manusia yang nggak bisa hidup di bumi lagi. Kalau semua pohon itu ditebang dan dibakar, kira-kira manusia bisa dapat oksigen dari mana? Kalau sungai-sungai semua jadi kotor karena limbah pabrik ataupun rumah tangga sehingga menjadi beracun, kita mau minum apa? Memang benar kata pepatah, hanya jika buah dan ikan terakhir yang ada di bumi sudah di makan, barulah kita sadar bahwa kita nggak bisa makan uang.

5. Males Antri

Ini fenomena yang banyak banget terjadi di mana-mana, yaitu budaya males antri dan hobi rebutan. Okelah antri itu bisa melelahkan, apalagi kalau antriannya ternyata juga panjang banget dan seperti nggak ada ujungnya. Tapi justru dengan antri itu kita bisa dilayani dengan lebih cepat karena orang yang bertugas bisa lebih fokus melayani orang satu persatu.

Malas Antri justru jadi bergerombol rebutan [Image Source]
Malas Antri justru jadi bergerombol rebutan [Image Source]
Kalau rebutan, kemungkinan untuk bisa dilayani malah merosot. Alasannya ya karena orang yang melayani akhirnya justru jadi bingung menenangkan pelanggan akhirnya tidak fokus dalam membantu para pelanggan. Selain itu, kok ya hobi banget sih berdesakan dan rebutan. Resiko terjepit dan terinjak itu kok sepertinya nggak dipikirkan, asalkan kita bisa dapet jatah duluan. Ini kan ironis.

Itu untuk yang antriannya sampai ribuan, sekarang coba menilik ke yang lebih sederhana lagi. Antri beli BBM misalnya, kok dengan mudahnya menyerobot antrian orang. Kalau datang terakhir ya harus rela dilayani paling terakhir. Punya alasan buru-buru atau sudah telat? Orang lain yang antri juga lagi buru-buru. Sebenarnya sih ini tanda bahwa sudah banyak orang dilanda penyakit egosentrisme akut yang sudah nggak peduli lagi dengan orang lain. Orang lain juga capek nunggu, tapi sabar nunggu giliran agar cepat dilayani dan tertib.

6. Suka Ngomongin Orang

Berkumpul bareng teman-teman itu bisa jadi kegiatan paling menyenangkan. Nggak cuma bersosialisasi, tapi juga bisa memunculkan ide-ide baru. Misalnya dengan bertemu dengan kawan-kawan itu, kita jadi punya ide untuk membuka bisnis bersama. Banyak manfaat yang bisa didapatkan dalam kegiatan seperti ini. Tapi yang jelas mendapatkan gosip baru tentang orang lain bukan salah satunya.

Bergosip [Image Source]
Bergosip [Image Source]
Ini juga merupakan kebiasaan yang sering muncul kalau sudah ngumpul bareng teman. Yaitu hobi banget ngomongin orang. Rasa-rasanya seperti kurang lengkap kalau ngumpul nggak sambil membicarakan orang lain, apalagi yang buruk-buruk. Dari pada repot ngomongin orang lain, kenapa waktu berkumpul bersama teman tidak dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih baik saja?

Kita bisa ngumpul bareng sambil ngomongin tentang ide usaha yang baru, membuat rencana untuk membantu anak yatim, berdiskusi tentang kerusakan alam yang sedang terjadi, dan banyak hal bermanfaat lain daripada sekedar duduk dan membicarakan orang lain. Lagi pula, belum tentu juga kita ini lebih baik dari orang yang sedang kita gosipkan. Kita kan hanya tahu sisi menyebalkan mereka saja, bukan sisi lain yang mereka punya.

7. Buang Sampah Sembarangan

Ini juga satu hal yang sering banget dilakukan dan sebenarnya sangat kita sadari. Tapi karena sudah jadi kebiasaan, hal seperti ini akhirnya sudah dianggap nggak penting lagi dan menjadi hal yang lumrah. Padahal tempat sampah juga sudah disediakan di berbagai tempat. Tapi melangkah dikit aja buat membuang sampah ke tempatnya kok sepertinya sulit sekali. Atau kalau memang tidak ada tempat sampah, apa susahnya sih membawa sendiri sampah kita untuk nantinya dibuang ketika sudah menemukan tempat sampah? Sampah-sampah sendiri kok membersihkannya masih menyuruh orang lain.

Buang sampah ke sungai [Image Source]
Buang sampah ke sungai [Image Source]
Karena sudah dianggap tidak penting lagi, banyak orang jadi kaget (atau pura-pura kaget) ketika banjir terjadi. Yang disalahkan pemerintah karena katanya nggak bisa mengatasi banjir. Tapi disuruh untuk nggak membuang sampah di sungai kok susahnya minta ampun. Belum lagi perilaku membuang sampah sembarangan di jalan-jalan, tapi kalau jalanan kotor nanti yang disalahkan dinas kebersihan lagi.

Yang sering kita lupa, dinas kebersihan memang bertugas memastikan agar lingkungan tetap bersih. Tapi bukan berarti mereka harus memunguti bekas kue, bungkus rokok, puntung rokok atau sampah-sampah lain yang seenaknya kamu buang di jalan. Kalau mau lingkungan bersih, ya ikutlah berpartisipasi dengan menjaga lingkungan juga. Jangan hanya menyerahkan pada pemerintah dan dinas setempat sementara kita bertingkah semaunya sendiri. Itu mental pemalas namanya, cuma mau enak dan praktisnya saja.

Itulah tadi beberapa hal yang sudah menjadi kebiasaan yang sering banget kita lakukan. Miris membacanya? Jangan salah, orang yang terkena imbasnya lebih miris lagi perasaannya. Cuma karena beberapa dari kita memang nggak terlalu memikirkan orang lain dan hanya memikirkan diri sendiri, jadi mereka tetap saja melakukan hal-hal tersebut. Gimana bisa berharap negara ini maju kalau kitanya masih seenaknya dan berdiri sendiri-sendiri?

Ingat, we are not the centre of the world, atau bahasa Indonesianya, kita ini bukan pusatnya dunia. Jadi berhenti memikirkan diri sendiri dan mari mulai berpikir untuk kepentingan orang banyak.

Written by Tetalogi

Leave a Reply

5 Benda Paling Mahal yang Pernah Ditemukan Seseorang di Tempat Sampah

cover

4 Fakta Romantis dan Mengagumkan Tentang Bintang