in

Nglithih, Fenomena Kenakalan Remaja di Yogyakarta yang Sangat Mematikan

Fenomena Nglithih

Beberapa orang mungkin akan bilang kalau di zaman serba modern ini tidak ada lagi yang namanya tawuran remaja. Tidak ada kejahatan yang dilakukan remaja dengan saling baku hantam di jalanan. Remaja era milenial ini akan lebih konsen dengan gadget atau mempercantik atau mempertampan wajahnya agar bisa selfie dan eksis di sosial media.

Ternyata, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Di beberapa daerah seperti Yogyakarta. Aksi kenakalan yang dilakukan oleh seorang remaja masih saja terjadi. Mereka melakukan aksi nglithih dengan mengeroyok anak dari sekolah tertentu menggunakan senjata tajam hingga nyawa korban bisa saja melayang.

Aksi ngelithih yang pernah menggemparkan Yogyakarta bertahun-tahun yang lalu mendadak muncul kembali beberapa hari lalu. Puluhan orang dengan penutup wajah mengeroyok siswa SMA Muhammadiyah I Yogyakarta dan menyebabkan satu korban meninggal dunia. Berikut kisah tentang Ngelithih yang sampai membuat Sultan Hamengkubuwono X geram.

Sejarah Munculnya Nglithih di Yogyakarta

Nglithih atau lithih memiliki arti berkeliaran di sepanjang jalan. Kata ini akhirnya diadopsi menjadi sebutan aksi menyisiran di jalan guna menemukan anak-anak yang akan dieksekusi. Para tim ngelithih akan menyusuri jalan untuk menemukan anak sekolahan entah SMP atau SMA yang berasal dari sekolah tandingan untuk diajak ke markas.

TKP Nglithih yang Menimpa siwa MUH I [image source]
Aksi ngelithih berbeda dengan aksi tawuran yang dilakukan dengan terang-terangan. Aksi ini dilakukan di jalanan secara diam-diam sehingga siapa saja bisa jadi korban. Para pelaku klithih biasanya menangkap dan melakukan penganiayaan dengan tanpa ampun. Tidak jarang, korban dari ngelithih ini meninggal karena luka pada tubuhnya.

Jam-Jam Berjalannya Nglithih di Yogyakarta

Ngelithih biasanya dilakukan dalam beberapa gelombang yang berbeda. Tim nglithih dari sekolah tertentu kerap melakukan penyisiran di jalanan saat jam pulang sekolah. Mereka yang pulang sekolah dan sedang apes bisa terjaring gang nglithih yang mengerikan ini. Selanjutnya, gelombang kedua dilakukan beberapa jam setelah pulang sekolah. Aksi ini dilakukan untuk mencegat pelajar yang sembunyi di sekolah untuk menghindari anggota klithih.

Raja Yogjayakarta Mengecam Nglithih [image source]
Gelombang ketiga biasanya dilakukan pada sore atau malam hari. Mereka yang  pulang les atau selesai melakukan ekstrakurikuler di sekolah akan menjadi target selanjutnya. Tim nglithih yang biasanya menggunakan sepeda motor dan anggotanya banyak bisa langsung melakukan aksi pembacokan di tempat atau korban ditangkap untuk dianiaya bersama-sama.

Siklus Berlanjut dan Tidak Pernah Putus

Seperti halnya tawuran yang terjadi di Jakarta atau kota besar lain, pelaku adalah korban yang dahulu pernah merasakan kekejaman. Mereka seperti balas dendam dengan apa yang terjadi degan melakukan aksi yang sama. Para anggota nglithih biasanya mereka yang pernah diperlakukan dengan tidak baik di jalanan hingga mungkin nyaris merenggut nyawanya.

Tawuran Pelajar [image source]
Dari pengalaman yang sangat mengerikan ini, timbul inisiatif untuk balas dendam sehingga tim nglithih akan terus lahir dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kalau praktik ini tidak segera dihapuskan dari jalanan, bukan tidak mungkin kematian demi kematian akan terus terjadi hingga pelajar di Yogyakarta tidak bisa sekolah dengan tenang.

Pelanggaran Hukum dan Merusak Keamanan dan Kenyamanan

Aki nglithih yang sangat meresahkan ini sudah sangat melanggar hukum. Bagaimana mungkin pelajar bisa melakukan aksi mengerikan yang kadang dilakukan tanpa alasan. Asal bisa melakukan aksi anarki, mereka jadi senang sehingga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menyediakan tas berisi senjata untuk aksi yang di luar batas kewajaran ini.

Barang bukti Nglithih [image source]
Pelaku yang melakukan aksi nglithih ini sudah melanggar UU perlindungan anak. Meski rata-rata mereka masih berusia 17 tahun, hukuman berat sudah seharusnya diterapkan. Sebelum kejadian nahas yang menimpa siswa SMA Muhammadiyah I, hukuman yang ditetapkan untuk aksi ini adalah 7 tahun. Namun, hukuman cukup lama ini sepertinya tidak membuat pelaku jera dan tetap melakukan aksi-aksinya.

Dari apa yang telah kita bahas di atas, terlihat dengan sangat jelas kalau nglithih sangat mengerikan. Fenomena ini bak bom waktu yang bisa meledak kapan saja sehingga pencegahan sejak dini harus diterapkan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Semoga, aksi pembantaian pelajar ini tidak terjadi lagi.

Written by Adi Nugroho

Leave a Reply

Dua Warga Asli Indonesia Ini Jadi Pahlawan Bagi Israel, Begini Ceritanya

Kebo Iwa, Panglima Militer Kerajaan Bali yang Ditakuti Patih Gajah Mada