Pemerintah Indonesia sudah menyatakan perang terhadap narkotika. Genderang perang itu pun sudah ditabuh nyaring. Tak ada ampun bagi yang terbukti jadi bandar atau ikut dalam jaringan pedagang narkotika. Hukuman mati yang akan menanti.
Dan di era Jokowi, sudah belasan orang yang dieksekusi karena terlibat kasus narkotika. Yang paling heboh adalah eksekusi terhadap bandar narkoba, Freddy Budiman. Sebelum dieksekusi, Freddy sempat memberikan testimoni yang diungkapkan kepada aktivis HAM, Haris Azhar, saat dikunjungi di LP Nusakambangan. Kepada Haris, Freddy mengungkapkan, bahwa ia banyak menghabiskan duit hingga ratusan milyar untuk mengamankan bisnis haramnya. Duit sebanyak itu menurut pengakuan Freddy ditebar ke para petinggi beberapa institusi, diantaranya TNI, Polri dan BNN.
Namun ternyata soal mengeksekusi pengedar narkoba, ada yang lebih keras dibanding Indonesia. Indonesia masih kalah oleh Iran. Negeri para Mullah itu lebih keras dalam menghukum para pengedar narkoba. Tidak heran memang jika Iran sangat galak terhadap para pengedar barang haram tersebut. Iran tengah menghadapi persoalan serius soal peredaran narkoba. Bahkan ancaman narkoba di Iran begitu mencemaskan.

Pada 2015 saja, sebanyak 9,3 persen populasi perempuan di Iran diindikasikan jadi pecandu narkotika. Yang mengkhawatirkan pemerintah Iran, lebih dari 50 persen perempuan yang jadi pecandu narkoba, sudah mengkonsumsi barang haram itu saat berusia 15 atau 19 tahun. Sebuah fakta yang mencemaskan.
Maka Iran pun sangat keras dalam menghukum para pengedar barang haram tersebut. Hukuman mati diberlakukan. Tidak ada ampun bagi yang mengedarkan narkotika di negeri para Mullah tersebut. Di Iran, memiliki 30 gram saja narkotika sudah bisa dihukum mati. Itu bukti, jika Iran benar-benar keras terhadap para pengedar narkotika.