in

Terjadi Lagi! Gara-Gara BPJS, Pasien Ini Terus Ditolak Rumah Sakit Sampai Tak Bernyawa

Tidak bisa dimungkiri lagi kalau pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan kerap mendapatkan perlakuan tidak adil dari rumah sakit. Meski mereka sudah membayar iurannya setiap bulan, fasilitas yang didapatkan tidak kunjung didapatkan. Dalihnya sih macam-macam, mulai dari tidak adanya ruangan yang kosong hingga habisnya obat sehingga pasien harus beli sendiri atau pindah ke rumah sakit lain.

Kasus penolakan pasien BPJS oleh rumah sakit tidak sekali dua kali terjadi di Indonesia. Media sosial, TV, hingga koran nasional kerap mengangkatnya menjadi berita. Mulai yang pasien tambah sakit hingga yang meninggal dunia sudah di blow up. Namun, pelayanan yang buruk tetap saja terjadi.

Lantas apa gunanya membayar iuran per bulan jika terus diperlakukan dengan buruk? Bukankah dana yang dibayarkan jadi tidak berguna?

Dari kasus yang terjadi di lapangan, mereka yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan terutama yang kelasnya rendah akan dikesampingkan. Mereka harus antre dari pagi buta hingga siang atau malam namun pemeriksaan dilakukan dengan serampangan. Kalau pasien minta opname selalu ditolak dengan alasan… Anda pasti tahu jawabannya kan?

Jika kasusnya seperti ini, siapa yang bisa disalahkan? Pasien? Dokter? Manajemen rumah sakit? Atau pihak BPJS Sendiri?

Coba simak kasus pasien ditolak oleh BPJS dalam foto di bawah ini?

kasus-bpjs
Kasus BPJS

Pertanyaannya adalah, kenapa kalau menjadi pasien biasa pihak rumah sakit selalu mau memperlakukan pasien dengan baik. Saat menjadi pasien biasa kenapa ruangan yang awalnya penuh jadi kosong? Kenapa pasien yang mau membayar mahal selalu diperlakukan jauh lebih baik dari pemakai BPJS?

Ada beberapa dugaan terkait masalah ini. Pertama karena pihak BPJS susah sekali jika dimintai klaim. Setiap rumah sakit selalu meminta klaim ke BPJS setelah melakukan perawatan pasien. Kalau klaim ini tidak dibayarkan, rumah sakit tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pihak manajemen dan keuangan pasti kebingungan untuk menutup kekurangan operasional rumah sakit.

Kedua karena ada beberapa oknum dokter yang enggan menerima pasien BPJS. Kalau pun mau, diagnosis yang diberikan bisa jadi semaunya sendiri. Misal seseorang yang sebenarnya kena typus dibilang sakit maag dan hanya diberi obat saja.

Ketiga karena belum ada sistem yang baik dalam pengawasan pelayanan BPJS di setiap rumah sakit yang bekerja sama. Padahal setiap peserta BPJS berhak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kelasnya. Setiap peserta yang membayar iuran per bulan berhak mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan kelasnya tanpa ada pembeda.

Semoga kejadian tidak menyenangkan seperti ini tidak terjadi lagi. Seseorang yang sakit sudah sepantasnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Jangan sampai ungkapan seperti ini: “orang sakit dilarang sakit” terus mengakar di Indonesia.

Written by Adi Nugroho

Leave a Reply

Sapatha, Kutukan Mematikan dari Zaman Kerajaan Nusantara yang Ditakuti Banyak Orang

Jailangkung: Sejarah dan Peran Budaya dalam Permainan Pemanggil Setan yang Mematikan